Jakarta (ANTARA) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo merespons jumlah permohonan sengketa hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) hingga Kamis malam yang belum sesuai dengan prediksi.
Berdasarkan laman web MK, jumlah gugatan sengketa pilkada yang didaftarkan hingga Kamis pukul 21.40 WIB sebanyak 278 permohonan. Sementara itu, MK sebelumnya memproyeksikan jumlah sengketa pilkada tahun ini sekitar 300 perkara.
"Setiap punya event (kegiatan) itu ‘kan selalu punya proyeksi jumlah. Akan tetapi, ya, selama ini ‘kan mendekati saja, tidak selalu tepat, bisa kurang dan bisa lebih," ucap Suhartoyo saat ditemui di Gedung I MK, Jakarta, Kamis malam.
Menurut Suhartoyo, penyebab jumlah permohonan sengketa pilkada yang belum sesuai dengan prediksi itu bisa bervariasi. Masing-masing pihak memiliki argumentasi tersendiri.
"Mungkin di antara mereka sudah ada secara legawa menerima kekalahan. Bisa jadi karena memang tidak mau memperpanjang persoalan sehingga dia harus menerima kenyataan itu. Mestinya ditanyakan kepada pihak-pihak yang bersangkutan itu," ucapnya.
Suhartoyo mengatakan bahwa kondisi ini tidak bisa serta-merta dimaknai sebagai bentuk penurunan minat masyarakat bersengketa di Mahkamah.
"Belum bisa dikatakan seperti itu karena ‘kan pilkada serentak itu baru terjadi sekarang ini," ujarnya.
Lebih lanjut Suhartoyo belum bisa memastikan bertambah atau tidaknya permohonan sengketa pilkada, mengingat pendaftaran akan resmi berakhir pada tanggal 18 Desember 2024.
Selain itu, MK juga masih bisa menerima permohonan yang didaftarkan lewat dari batas waktu. Dalam hal ini, MK tidak boleh menolak perkara yang didaftarkan masyarakat.
"Prinsipnya 'kan pengadilan tidak boleh menolak perkara. Nanti tetap kami proses. Nanti akan dipertimbangkan oleh hakim apakah permohonan memenuhi syarat formal atau tidak," katanya.
Sebelumnya, Suhartoyo memprediksi akan ada lebih dari 300 perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota pada tahun 2024. Proyeksi tersebut karena mengingat banyaknya pasangan calon kepala daerah pada tahun ini.
"Kalau proyeksinya sekitar 300. Mungkin akan lebih, bisa kurang. Akan tetapi, karena memang ini pasangannya ‘kan ribuan, bisa jadi bisa lebih, ya," kata Suhartoyo di Jakarta, Senin (25/11).
Suhartoyo mengemukakan bahwa jumlah perkara yang masuk bergantung pada kepercayaan publik terhadap MK. Setiap pasangan calon berhak memilih untuk mendaftarkan atau tidak mendaftarkan sengketa hasil pilkada ke Mahkamah.
"Orang mengajukan gugatan di MK ini 'kan bagaimana record (pengalaman) MK dalam menangani sengketa pilpres dan pileg. Kalau mereka masih yakin, mungkin akan membawa persoalan pilkada ke MK. Akan tetapi, kalau mereka memilih untuk tidak membawa ‘kan itu pilihannya masing-masing pasangan calon," ucap dia.