Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Gubernur Kalimantan Selatan periode 2021–2024 Sahbirin Noor (SN) pada Jumat, 22 November 2024 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

"Informasi yang kami dapatkan dari penyidik, yang bersangkutan akan dipanggil kembali sebagai saksi pada hari Jumat tanggal 22 November tahun 2024," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa.

Tessa juga menambahkan pemanggilan ini adalah ini panggilan kedua bagi Sahbirin Noor dan mengimbau agar yang bersangkutan bersikap kooperatif dan hadir memenuhi panggilan penyidik.

Sahbirin sebelumnya dijadwalkan untuk menjalani pada Senin (18/11) sebagai saksi penyidikan dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Namun yang bersangkutan tidak hadir tanpa memberikan keterangan apapun.

Dia juga mengatakan bahwa penyidik KPK sudah mengirimkan surat pemanggilan kepada yang bersangkutan.

"Penyidik berharap saudara SN dapat hadir sesuai dengan panggilan yang dikirimkan oleh penyidik," ujarnya.

Saat ditanya apakah penyidik akan melakukan jemput paksa terhadap yang bersangkutan Sahbirin Noor kembali tidak hadir, Tessa mengatakan hal itu akan diputuskan oleh penyidik berdasarkan alasan ketidakhadiran yang bersangkutan.

"Itu nanti bergantung kepada penyidik sesuai dengan alasan ketidakhadirannya. Kalau memang secara normatif dua kali panggilan tidak ada alasan yang dapat dipertanggungjawabkan maka penyidik dapat melakukan penjemputan dengan menggunakan surat perintah pembawa nanti," kata Tessa.

Penyidik KPK pada Minggu (6/10) malam menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terhadap enam orang terkait penyidikan dugaan korupsi suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Kalimantan Selatan.

Enam orang yang terjaring operasi tangkap tangan tersebut adalah Kadis PUPR Kalimantan Selatan Ahmad Solhan (SOL), Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kalimantan Selatan Yulianti Erlynah (YUL), Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad (AMD), dan Plt. Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan Agustya Febry Andrean (FEB).

Kemudian dua orang lainnya yang berasal dari pihak swasta yakni Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND).

Pihak KPK kemudian langsung menetapkan status tersangka dan melakukan penahanan terhadap enam orang tersebut.

Dalam operasi tangkap tangan tersebut penyidik KPK menyita uang tunai sebanyak Rp12.113.160.000 dan 500 dolar AS yang diduga sebagai uang suap.

Atas penerimaan suap tersebut, para tersangka kemudian melakukan rekayasa agar proses lelang dimenangkan oleh pihak yang memberikan fee.

Rekayasa tersebut dilakukan, antara lain dengan cara membocorkan harga perkiraan sendiri dan kualifikasi perusahaan yang disyaratkan pada lelang.Kemudian merekayasa proses pemilihan e-katalog agar hanya perusahaan tertentu yang dapat melakukan penawaran, menunjuk konsultan yang terafiliasi dengan pemberi suap, dan pelaksanaan pekerjaan sudah dikerjakan lebih dulu sebelum tanda tangan kontrak.

Proyek yang menjadi objek perkara tersebut adalah pembangunan lapangan sepak bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan senilai Rp23 miliar, pembangunan Gedung Samsat Terpadu senilai Rp22 miliar, dan pembangunan kolam renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan nilai Rp9 miliar.

Para tersangka yang berstatus penyelenggara negara dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan dua pihak swasta dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta : Fianda Sjofjan Rassat
Editor : Sarjono
Copyright © ANTARA 2024