Yerusalem (ANTARA) - Amerika Serikat (AS) baru-baru ini dilaporkan membekukan kesepakatan pengiriman 130 buldoser ke Israel karena alat berat itu digunakan untuk menghancurkan rumah-rumah di Gaza.
Harian Israel Yedioth Ahronoth melaporkan pada Minggu (10/11) bahwa kementerian pertahanan Israel telah menandatangani kontrak besar untuk membeli sekitar 130 buldoser D9 dari produsen mesin asal AS, Caterpillar.
Namun menurut harian yang mengutip sejumlah sumber di bidang pertahanan Israel itu, AS kemudian membekukan pengiriman 130 buldoser ke Israel karena pembelian itu memicu kritik luas di AS.
Sumber tersebut mengeklaim bahwa Israel telah membayar pembelian buldoser-buldoser tersebut dan sedang menunggu persetujuan ekspor dari Departemen Luar Negeri AS.
Yedioth Ahronoth menyebutkan bahwa pembekuan pengiriman terjadi ketika Israel sangat membutuhkan buldoser, terutama setelah peralatan tersebut selesai menjalani perawatan.
Menurut laporan itu, tentara Israel juga telah terlibat dalam operasi darat di Lebanon selatan selama lebih dari sebulan, sehingga memerlukan tambahan buldoser D9 untuk digunakan di wilayah tersebut.
Harian itu menambahkan bahwa pembekuan pengiriman buldoser telah mengakibatkan rencana Israel untuk menciptakan zona penyangga antara Gaza dan Negev di Israel selatan tertunda.
Rencana tersebut mencakup penghancuran ratusan bangunan Palestina dan area pertanian di sepanjang perbatasan Gaza.
Pemerintah AS juga telah membekukan pengiriman ratusan bom berat untuk militer Israel, yang sebelumnya membeli sekitar 1.300 bom dari perusahaan Boeing.
Masing-masing bom itu memiliki berat hampir satu ton. AS menyatakan kekhawatiran bahwa bom-bom tersebut digunakan untuk melukai warga sipil di Gaza.
Meskipun setengah dari bom-bom berat itu akhirnya dikirimkan, sisanya masih tertahan di fasilitas penyimpanan AS, menurut laporan tersebut.
Israel terus melakukan serangan besar-besaran di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023, meskipun Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan resolusi yang menuntut agar gencatan senjata segera diwujudkan.
Serangan Israel telah merenggut lebih dari 43.600 korban jiwa dan hampir membuat wilayah itu tak layak huni.
Di Mahkamah Internasional, Israel kini menghadapi kasus genosida atas tindakannya di wilayah yang diblokade tersebut.
Sumber: Anadolu