Kendari (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kolaka Utara (Kolut) Provinsi Sulawesi Tenggara menetapkan sebanyak enam orang kepala desa sebagai tersangka dugaan keterlibatan dalam politik praktis pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Ketua Bawaslu Kabupaten Kolut Rusdi saat dihubungi di Kendari, Senin, mengatakan bahwa keenam kepala desa (Kades) tersebut, antara lain Kades Kasumeeto Muh Taris, Kades Makkuaseng Herman Kades Patikala Abrianto; Kades Tambuha Amirullah, Kades Kosali Hasim, dan Kades Samaturu Muhammad Rusli.
Ia menyampaikan bahwa dukungan tersebut diduga mereka sampaikan dengan cara berfoto sambil mengacungkan jari sesuai nomor urut salah satu pasangan calon, yang mana saat dilakukan pemeriksaan mereka memenuhi unsur pelanggaran Pasal 71 Undang-Undang Pidana Pemilihan.
"Kita telah lakukan gelar perkara di Sentra Gakkumdu dan menetapkan mereka sebagai tersangka. Mereka diduga menguntungkan salah satu pasangan calon secara tidak sah, yang berpotensi dijatuhi sanksi pidana penjara antara satu hingga enam bulan,” kata Rusdi.
Rusdi mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirimkan panggilan pertama kepada keenam kepala desa tersebut untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Namun, sebagian besar dari mereka belum menghadiri panggilan tersebut.
“Kami akan tetap mengikuti prosedur yang ada, termasuk melayangkan panggilan kedua apabila diperlukan,” ujarnya.
Ia juga membeberkan bahwa selain para kepala desa tersebut, laporan dugaan pelanggaran juga menyebut adanya beberapa ASN yang ikut memberikan dukungan kepada pasangan calon.
Namun, berdasarkan hasil penyelidikan, para ASN ini hanya melanggar aturan disiplin kepegawaian yang tidak terkait pidana, sehingga Bawaslu hanya merekomendasikan tindakan disipliner kepada pihak pemerintah daerah.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Bupati Kolut Yusmin mengatakan bahwa menindaklanjuti penetapan tersangka terhadap enam kepala desa itu, pihaknya juga telah mengambil langkah untuk menonaktifkan mereka dari jabatannya masing-masing.
“Saya sudah menandatangani surat penonaktifan mereka tadi malam. Saat ini, sekretaris desa di setiap wilayah tersebut akan menjalankan tugas sebagai Pelaksana Harian (PLH) kepala desa sambil menunggu keputusan pengadilan,” sebut Yusmin.
Ia menambahkan bahwa penonaktifan ini bisa berujung pada pemecatan permanen jika pengadilan membuktikan para tersangka bersalah.
“Jika nanti keputusan pengadilan menyatakan mereka bersalah, maka mereka akan dinonaktifkan secara permanen, bukan lagi sementara,” tegasnya.