Istanbul (ANTARA) - Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan kekhawatiran atas pernyataan Israel bahwa mereka membagikan lebih dari 120.000 senjata kepada warga Israel selama setahun terakhir, dan berencana melakukan distribusi lebih lanjut.
Juru bicara Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Jeremy Laurence pada Senin mengeluarkan pernyataan kepada Anadolu mengenai distribusi senjata masal sejak 7 Oktober 2023, ketika serangan Israel di Gaza dimulai, yang menimbulkan tanda bahaya.
Pernyataan yang dikeluarkan Menteri Keamanan Nasional beraliran kanan Itamar Ben-Gvir, “hanya akan meningkatkan kekhawatiran ini,” kata Laurence, yang menekankan bahwa kekhawatiran utama mereka adalah “peningkatan tajam” dalam kekerasan regional.
Dia mengutip laporan Kantor PBB untuk HAM yang diterbitkan Desember lalu menyatakan "kekhawatiran serius" mengenai pendistribusian senjata oleh militer Israel di Tepi Barat. Dia menyatakan hal ini bersamaan dengan meningkatnya kekerasan yang melibatkan pemukim, dimana lebih dari sepertiga insiden yang tercatat melibatkan senjata api, termasuk penembakan.
Laurence juga mengutip laporan Sekjen PBB Antonio Guterres pada September yang menyebutkan 1.350 serangan dilakukan pemukim Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki, termasuk 55 serangan menggunakan senjata api.
Selain itu, adapula laporan tahunan oleh Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk, yang diserahkan kepada Dewan HAM PBB pada Februari, yang menyoroti kekhawatiran atas penggunaan bahasa yang menghasut oleh pejabat senior Israel.
Laurence menegaskan kembali peringatan Turk bahwa beberapa pernyataan oleh para pemimpin politik dan militer telah merendahkan martabat warga Palestina dan meremehkan pentingnya mematuhi hukum humaniter internasional.
Misalnya, dalam sebuah video yang dirilis Juni lalu, Ben-Gvir mengatakan tentang tahanan Palestina: "Tahanan seharusnya ditembak di kepala alih-alih diberi lebih banyak makanan." Laurence juga mengutip seruan Turk agar para pemimpin Israel mengambil langkah-langkah untuk mencegah ujaran kebencian dan menghindari hasutan untuk melakukan kekerasan.
Kekerasan oleh pemukim ilegal Israel terhadap warga Palestina terus meningkat sejak 7 Oktober 2023. Setidaknya ada 719 warga Palestina, termasuk 160 anak-anak, dibunuh dan hampir 6.200 terluka, serta 10.900 ditahan di wilayah pendudukan, menurut data dari Palestina.
Eskalasi ini menyusul pendapat penting pada bulan Juli oleh Mahkamah Internasional yang menyatakan pendudukan Israel selama puluhan tahun atas tanah Palestina adalah melanggar hukum dan menuntut evakuasi semua pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Israel memperkirakan ada sekitar 720.000 warga Israel tinggal di pemukiman ilegal di wilayah Tepi Barat yang diduduki saat ini, termasuk Yerusalem Timur.
Masyarakat internasional, termasuk PBB, menganggap pemukiman ini ilegal menurut hukum internasional, dan AS telah mengatakan bahwa perluasan pemukiman Israel di wilayah Tepi Barat yang diduduki tidak sesuai dengan hukum internasional.
Sumber: Anadolu
Juru bicara Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Jeremy Laurence pada Senin mengeluarkan pernyataan kepada Anadolu mengenai distribusi senjata masal sejak 7 Oktober 2023, ketika serangan Israel di Gaza dimulai, yang menimbulkan tanda bahaya.
Pernyataan yang dikeluarkan Menteri Keamanan Nasional beraliran kanan Itamar Ben-Gvir, “hanya akan meningkatkan kekhawatiran ini,” kata Laurence, yang menekankan bahwa kekhawatiran utama mereka adalah “peningkatan tajam” dalam kekerasan regional.
Dia mengutip laporan Kantor PBB untuk HAM yang diterbitkan Desember lalu menyatakan "kekhawatiran serius" mengenai pendistribusian senjata oleh militer Israel di Tepi Barat. Dia menyatakan hal ini bersamaan dengan meningkatnya kekerasan yang melibatkan pemukim, dimana lebih dari sepertiga insiden yang tercatat melibatkan senjata api, termasuk penembakan.
Laurence juga mengutip laporan Sekjen PBB Antonio Guterres pada September yang menyebutkan 1.350 serangan dilakukan pemukim Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki, termasuk 55 serangan menggunakan senjata api.
Selain itu, adapula laporan tahunan oleh Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk, yang diserahkan kepada Dewan HAM PBB pada Februari, yang menyoroti kekhawatiran atas penggunaan bahasa yang menghasut oleh pejabat senior Israel.
Laurence menegaskan kembali peringatan Turk bahwa beberapa pernyataan oleh para pemimpin politik dan militer telah merendahkan martabat warga Palestina dan meremehkan pentingnya mematuhi hukum humaniter internasional.
Misalnya, dalam sebuah video yang dirilis Juni lalu, Ben-Gvir mengatakan tentang tahanan Palestina: "Tahanan seharusnya ditembak di kepala alih-alih diberi lebih banyak makanan." Laurence juga mengutip seruan Turk agar para pemimpin Israel mengambil langkah-langkah untuk mencegah ujaran kebencian dan menghindari hasutan untuk melakukan kekerasan.
Kekerasan oleh pemukim ilegal Israel terhadap warga Palestina terus meningkat sejak 7 Oktober 2023. Setidaknya ada 719 warga Palestina, termasuk 160 anak-anak, dibunuh dan hampir 6.200 terluka, serta 10.900 ditahan di wilayah pendudukan, menurut data dari Palestina.
Eskalasi ini menyusul pendapat penting pada bulan Juli oleh Mahkamah Internasional yang menyatakan pendudukan Israel selama puluhan tahun atas tanah Palestina adalah melanggar hukum dan menuntut evakuasi semua pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Israel memperkirakan ada sekitar 720.000 warga Israel tinggal di pemukiman ilegal di wilayah Tepi Barat yang diduduki saat ini, termasuk Yerusalem Timur.
Masyarakat internasional, termasuk PBB, menganggap pemukiman ini ilegal menurut hukum internasional, dan AS telah mengatakan bahwa perluasan pemukiman Israel di wilayah Tepi Barat yang diduduki tidak sesuai dengan hukum internasional.
Sumber: Anadolu