Sentul, Jawa Barat (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan kebijakan ekonomi biru yang digaungkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki tujuan besar dalam mewujudkan Indonesia setara dengan negara-negara maju seperti Kanada, AS, Eropa dan lainnya.
Ia menjelaskan, lewat lima kebijakan ekonomi biru, masyarakat nelayan diharapkan senantiasa menerapkannya sehingga sektor kelautan dan perikanan dalam negeri meningkat.
Trenggono menjelaskan, program ekonomi biru yang pertama yakni memperluas kawasan konservasi laut yang ditargetkan pada 2025 perluasan kawasan ini mencapai 30 persen ini memiliki tujuan untuk menjaga keberlanjutan dari sumber daya perikanan.
“Ruang konservasi harus betul-betul dijaga, karena di situlah tempat pemijahan secara alami. Kalau itu dirusak, ditangkap in rumah pemijahan di situ maka otomatis masa depan akan hilang,” kata Trenggono di Sentul, Jawa Barat, Kamis.
Kedua yakni penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota yang diakuinya banyak menuai protes. Padahal menurutnya, program ini menjadi upaya dalam menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan dengan tidak sembarangan mengambil berbagai jenis ikan.
“Jadi betul-betul terukur, jenis ikan apa yang boleh diambil, bukan semua jenis ikan yang diambil,” katanya.
Ketiga yakni pengembangan budi daya di laut, pesisir dan darat yang berkelanjutan serta pengawasan dan pengendalian kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil harus dijaga karena hal tersebut berkaitan dengan ruang ekonomi salah satunya yakni wisata bahari.
Kelima yakni kebijakan yang meliputi pembersihan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan atau bulan cinta laut (BCL) yang digerakkan bersama partisipasi nelayan sehingga ikan yang ditangkap di Indonesia terbebas dari kandungan mikroplastik.
Selama empat tahun menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Trenggono juga menjelaskan telah menghadirkan sejumlah modeling atau proyek percontohan yang meliputi budi daya udang berbasis kawasan (BUBK) di Kebumen, Jawa Tengah; modeling budi daya rumput laut berbasis kawasan di Wakatobi, Sulawesi Tenggara; modeling kampung nelayan modern desa Samber-Binyeri, Biak Numfor, Papua dan Pulau Paarn, Provinsi Lampung.
Kehadiran modeling ini diharapkan mampu menjadi contoh bagi pemerintah daerah, hingga swasta dalam menerapkan budi daya sehingga mampu mendongkrak produksi sejumlah komoditas unggulan asal Indonesia.
Ia menjelaskan, lewat lima kebijakan ekonomi biru, masyarakat nelayan diharapkan senantiasa menerapkannya sehingga sektor kelautan dan perikanan dalam negeri meningkat.
Trenggono menjelaskan, program ekonomi biru yang pertama yakni memperluas kawasan konservasi laut yang ditargetkan pada 2025 perluasan kawasan ini mencapai 30 persen ini memiliki tujuan untuk menjaga keberlanjutan dari sumber daya perikanan.
“Ruang konservasi harus betul-betul dijaga, karena di situlah tempat pemijahan secara alami. Kalau itu dirusak, ditangkap in rumah pemijahan di situ maka otomatis masa depan akan hilang,” kata Trenggono di Sentul, Jawa Barat, Kamis.
Kedua yakni penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota yang diakuinya banyak menuai protes. Padahal menurutnya, program ini menjadi upaya dalam menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan dengan tidak sembarangan mengambil berbagai jenis ikan.
“Jadi betul-betul terukur, jenis ikan apa yang boleh diambil, bukan semua jenis ikan yang diambil,” katanya.
Ketiga yakni pengembangan budi daya di laut, pesisir dan darat yang berkelanjutan serta pengawasan dan pengendalian kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil harus dijaga karena hal tersebut berkaitan dengan ruang ekonomi salah satunya yakni wisata bahari.
Kelima yakni kebijakan yang meliputi pembersihan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan atau bulan cinta laut (BCL) yang digerakkan bersama partisipasi nelayan sehingga ikan yang ditangkap di Indonesia terbebas dari kandungan mikroplastik.
Selama empat tahun menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Trenggono juga menjelaskan telah menghadirkan sejumlah modeling atau proyek percontohan yang meliputi budi daya udang berbasis kawasan (BUBK) di Kebumen, Jawa Tengah; modeling budi daya rumput laut berbasis kawasan di Wakatobi, Sulawesi Tenggara; modeling kampung nelayan modern desa Samber-Binyeri, Biak Numfor, Papua dan Pulau Paarn, Provinsi Lampung.
Kehadiran modeling ini diharapkan mampu menjadi contoh bagi pemerintah daerah, hingga swasta dalam menerapkan budi daya sehingga mampu mendongkrak produksi sejumlah komoditas unggulan asal Indonesia.