Jakarta (ANTARA) - Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menilai semangat Pilkada Serentak 2024 tidak terwakili apabila suatu daerah dimenangkan oleh kotak kosong.
"Pilkada ini kan memilih kepala daerah, kalau kotak kosong yang menang kan pada saatnya kepala daerahnya bukan yang dipilih di pilkada, karena yang mengisi penjabat dan lain-lain," ujar Afif di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin.
"Tentu semangat pilkadanya jadi tidak terwakili di situ," sambungnya.
Dia juga menjelaskan berdasarkan aturan saat ini apabila kotak kosong yang menang maka Pj Gubernur akan ditunjuk untuk menjabat sekitar lima tahun karena harus menunggu pilkada serentak selanjutnya. Kendati demikian, menurutnya, hal itu terlalu lama.
Oleh karena itu, Afif mengungkapkan ada aspirasi untuk mengubahnya menjadi dapat dilakukan pemilihan di tahun depannya tanpa perlu menunggu lima tahun.
"Kalau sampai lima tahun kan tentu lama sekali, nah tentu ada upaya-upaya pemikiran kita yang ini kita harus komunikasikan. Jika memungkinkan dan ideal bisa enggak di setahun setelah tahapan pilkada selesai, kita rencanakan untuk tahun depannya pilkada lagi. Tentu akan kita bahas itu besok," kata Afif.
KPU akan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI, Selasa (10/9) besok. Mereka akan membahas aturan bila kotak kosong menang di Pilkada Serentak 2024.
"Nah itu kita ajukan karena juga ada diskusi dan pemahaman bahwa bisa dilakukan di tahun depan. Maka kita akan meminta konsultasi Pembuat UU (DPR), dalam hal ini apakah memungkinkan untuk diselenggarakan di tahun depan jika kotak kosongnya menang. Itu aja," jelasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membuka opsi untuk menggelar pilkada ulang pada akhir 2025 apabila banyak wilayah dengan peserta calon tunggal dimenangkan kotak kosong dalam Pilkada 2024.
"Kalau secara prinsip, kalau kebutuhan KPU menyiapkan tahapan pilkada itu teoritis 9 bulan. Ya sudah kan, arahnya mungkin tidak akan jauh beda, kemungkinan masih tetap menjelang akhir tahun 2025. Itu opsi ya," kata anggota KPU RI August Mellaz saat ditemui awak media di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (6/9).
"Pilkada ini kan memilih kepala daerah, kalau kotak kosong yang menang kan pada saatnya kepala daerahnya bukan yang dipilih di pilkada, karena yang mengisi penjabat dan lain-lain," ujar Afif di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin.
"Tentu semangat pilkadanya jadi tidak terwakili di situ," sambungnya.
Dia juga menjelaskan berdasarkan aturan saat ini apabila kotak kosong yang menang maka Pj Gubernur akan ditunjuk untuk menjabat sekitar lima tahun karena harus menunggu pilkada serentak selanjutnya. Kendati demikian, menurutnya, hal itu terlalu lama.
Oleh karena itu, Afif mengungkapkan ada aspirasi untuk mengubahnya menjadi dapat dilakukan pemilihan di tahun depannya tanpa perlu menunggu lima tahun.
"Kalau sampai lima tahun kan tentu lama sekali, nah tentu ada upaya-upaya pemikiran kita yang ini kita harus komunikasikan. Jika memungkinkan dan ideal bisa enggak di setahun setelah tahapan pilkada selesai, kita rencanakan untuk tahun depannya pilkada lagi. Tentu akan kita bahas itu besok," kata Afif.
KPU akan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI, Selasa (10/9) besok. Mereka akan membahas aturan bila kotak kosong menang di Pilkada Serentak 2024.
"Nah itu kita ajukan karena juga ada diskusi dan pemahaman bahwa bisa dilakukan di tahun depan. Maka kita akan meminta konsultasi Pembuat UU (DPR), dalam hal ini apakah memungkinkan untuk diselenggarakan di tahun depan jika kotak kosongnya menang. Itu aja," jelasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membuka opsi untuk menggelar pilkada ulang pada akhir 2025 apabila banyak wilayah dengan peserta calon tunggal dimenangkan kotak kosong dalam Pilkada 2024.
"Kalau secara prinsip, kalau kebutuhan KPU menyiapkan tahapan pilkada itu teoritis 9 bulan. Ya sudah kan, arahnya mungkin tidak akan jauh beda, kemungkinan masih tetap menjelang akhir tahun 2025. Itu opsi ya," kata anggota KPU RI August Mellaz saat ditemui awak media di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (6/9).