Jakarta (ANTARA) - Badan Riset Inovasi Nasional mengungkapkan Indonesia dapat menghabiskan Rp475 miliar setiap tahun untuk membeli data citra satelit dari provider eksternal untuk keperluan iklim, perikanan, perkebunan hingga hukum dan keamanan.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan Indonesia membutuhkan minimal enam satelit penginderaan jauh kombinasi berupa satelit optik dan satelit berbasis radar.
"Lebih baik Rp475 miliar untuk investasi. Bangun enam satelit saja kita sudah bisa jualan data ke negara lain, satelit berputar (mengorbit bumi), jadi tidak hanya buat kita," ujarnya di Jakarta, Rabu.
Handoko menuturkan bila Indonesia membeli data dari provider luar, maka tidak bisa mendapatkan data yang berada di luar area Indonesia.
Hal itu menyulitkan Indonesia untuk melihat aliran plankton guna memprediksi keberadaan ikan-ikan di lautan.
Dia mencontohkan bila plankton dari laut arah Australia dan Indonesia belum mendapat data citra pergerakan plankton tersebut, lalu tiba-tiba plankton muncul (di Indonesia) sudah terlambat.
"Kalau kita punya (satelit) sendiri kita bisa mengamati sejak awal, sehingga kita bisa memprediksi besok atau lusa plankton akan ke sini, nelayan menangkap di situ saja. Jadi, banyak kelemahan juga kalau hanya beli selain lebih mahal," pungkas Handoko.
Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa enam satelit sangat cukup untuk langkah awal bagi Indonesia mewujud ketahanan data nasional.
BRIN akan segera memulai proyek konstelasi satelit tersebut agar Indonesia tidak lagi membeli data citra melainkan memproduksi sendiri.
"Dengan data citra yang setiap tahun, kita beli itu sebenarnya sudah bisa dibuat bisnisnya, itu yang akan kami coba secepat mungkin," pungkas Handoko.
"Lebih baik Rp475 miliar untuk investasi. Bangun enam satelit saja kita sudah bisa jualan data ke negara lain, satelit berputar (mengorbit bumi), jadi tidak hanya buat kita," ujarnya di Jakarta, Rabu.
Handoko menuturkan bila Indonesia membeli data dari provider luar, maka tidak bisa mendapatkan data yang berada di luar area Indonesia.
Hal itu menyulitkan Indonesia untuk melihat aliran plankton guna memprediksi keberadaan ikan-ikan di lautan.
Dia mencontohkan bila plankton dari laut arah Australia dan Indonesia belum mendapat data citra pergerakan plankton tersebut, lalu tiba-tiba plankton muncul (di Indonesia) sudah terlambat.
"Kalau kita punya (satelit) sendiri kita bisa mengamati sejak awal, sehingga kita bisa memprediksi besok atau lusa plankton akan ke sini, nelayan menangkap di situ saja. Jadi, banyak kelemahan juga kalau hanya beli selain lebih mahal," pungkas Handoko.
Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa enam satelit sangat cukup untuk langkah awal bagi Indonesia mewujud ketahanan data nasional.
BRIN akan segera memulai proyek konstelasi satelit tersebut agar Indonesia tidak lagi membeli data citra melainkan memproduksi sendiri.
"Dengan data citra yang setiap tahun, kita beli itu sebenarnya sudah bisa dibuat bisnisnya, itu yang akan kami coba secepat mungkin," pungkas Handoko.