Kendari (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra), menargetkan penurunan angka stunting di bawah target nasional 4 persen pada tahun 2024 mendatang.
Asisten III Sekretariat Daerah (Setda) Kota Baubau La Ode Darussalam di Baubau, Kamis, mengatakan pihaknya bersama-sama stakeholder akan menggenjot penurunan prevalensi stunting sampai di bawah angka nasional.
Berdasarkan dengan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting Kota Baubau mencapai 26 persen dan angka tersebut masih berada di bawah prevalensi stunting Provinsi Sultra yakni 27,7 persen.
"Karena aksi konvergensi stunting berawal dari komitmen bersama-sama. Sebab, tanpa adanya komitmen untuk menurunkan stunting itu, kerja-kerja yang dilakukan akan sia-sia," kata La Ode Darussalam.
Dia menyebutkan persoalan stunting yang diakibatkan oleh gizi buruk tidak dapat diabaikan karena berdampak jangka panjang dan penanganannya tidak dapat diukur dalam jangka waktu seketika saja.
"Karenanya, penanganan stunting ini harus melihat banyak aspek, seperti aspek kesehatan, aspek keluarga, dan aspek perilaku," sebutnya.
Karena itu ia berharap seluruh pihak terkait secara terpadu berkomitmen pengentaskan stunting di Kota Baubau.
"Tidak hanya menjadi tugas Dinas Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana maupun Dinas Kesehatan, tapi butuh keterlibatan semua pihak," ujar La Ode Darussalam.
Dari angka tersebut, kata dia, maka intervensi program dan kegiatan dalam upaya penurunan angka stunting harus tetap dijalankan secara berkelanjutan sampai ke kelompok terkecil di masyarakat yakni keluarga, RT/RW, kelurahan, dan kecamatan.
“Tentunya sinergi dan kolaborasi seluruh perangkat daerah juga memiliki peran yang sangat penting, karena penanganan stunting merupakan tanggung jawab bersama. Hal ini sejalan dengan tagline kita yakni bekerja bersama,” ucapnya.
Asisten III Sekretariat Daerah (Setda) Kota Baubau La Ode Darussalam di Baubau, Kamis, mengatakan pihaknya bersama-sama stakeholder akan menggenjot penurunan prevalensi stunting sampai di bawah angka nasional.
Berdasarkan dengan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting Kota Baubau mencapai 26 persen dan angka tersebut masih berada di bawah prevalensi stunting Provinsi Sultra yakni 27,7 persen.
"Karena aksi konvergensi stunting berawal dari komitmen bersama-sama. Sebab, tanpa adanya komitmen untuk menurunkan stunting itu, kerja-kerja yang dilakukan akan sia-sia," kata La Ode Darussalam.
Dia menyebutkan persoalan stunting yang diakibatkan oleh gizi buruk tidak dapat diabaikan karena berdampak jangka panjang dan penanganannya tidak dapat diukur dalam jangka waktu seketika saja.
"Karenanya, penanganan stunting ini harus melihat banyak aspek, seperti aspek kesehatan, aspek keluarga, dan aspek perilaku," sebutnya.
Karena itu ia berharap seluruh pihak terkait secara terpadu berkomitmen pengentaskan stunting di Kota Baubau.
"Tidak hanya menjadi tugas Dinas Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana maupun Dinas Kesehatan, tapi butuh keterlibatan semua pihak," ujar La Ode Darussalam.
Dari angka tersebut, kata dia, maka intervensi program dan kegiatan dalam upaya penurunan angka stunting harus tetap dijalankan secara berkelanjutan sampai ke kelompok terkecil di masyarakat yakni keluarga, RT/RW, kelurahan, dan kecamatan.
“Tentunya sinergi dan kolaborasi seluruh perangkat daerah juga memiliki peran yang sangat penting, karena penanganan stunting merupakan tanggung jawab bersama. Hal ini sejalan dengan tagline kita yakni bekerja bersama,” ucapnya.