Kendari (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulawesi Tenggara (Sultra), Asmar, mengatakan bahwa masalah stunting bukan hanya menjadi tanggungjawab semata, tetapi menjadi tanggungjawab semua pihak termasuk keluarga.
"Untuk itu, dalam mempercepat penurunan prevalensi stunting maka perlu dioptimalkan peran keluarga," kata Asmar, di Kendari, Minggu.
Ia mengatakan, stunting merupakan persoalan yang ada, nyata dan berlangsung lama sehingga diperlukan upaya-upaya yang terintegrasi.
"Kita patut mengapresiasi atas penurunan prevalensi stunting di Sultra yang didasarkan hasil SSGI, prevalensi stunting Sultra tahun 2021 sebesar 30,2 persen sedangkan tahun 2022 sebesar 27,7 persen, artinya ada penurunan sebesar 2,5 persen," kata Asmar.
Meskipun ada penurunan prevalensi stunting tersebut kata dia, namun secara nasional Sultra masih bertengger pada 10 provinsi dengan prevalensi tertinggi di Indonesia sehingga masih butuh komitmen seluruh elemen terkait untuk terus menekan angka stunting di daerah itu.
"Kita juga memaksimalkan peran para Tim Pendamping Keluarga Beresiko Stunting atau TPPS dalam memberikan pemahaman dan edukasi kepada keluarga dalam upaya mencegah stunting," katanya.
Dijelaskan, TPPS adalah tim yang terdiri dari bidan, kader Tim Penggerak PKK dan Kader KB/IMP untuk menjadi pendamping keluarga yang memiliki remaja, calon pengantin, ibu hamil dan pascasalin, serta bayi baru lahir hingga usia 5 tahun dalam rangka pencegahan stunting.
"Tim pendamping bertugas melaksanakan deteksi dini faktor risiko stunting dan melakukan upaya meminimalisir atau mencegah pengaruh bila terdapat faktor risiko stunting di suatu keluarga. Tim ini akan memberikan edukasi, konseling dan fasilitas bantuan kepada keluarga-keluarga yang berisiko, baik dari aspek intervensi spesifik maupun intervensi sensitive yang berpengaruh terhadap kemunculan kasus-kasus stunting," katanya.
Ia menambahkan, besarnya tugas dan peran tim pendamping keluarga tentu membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh sebab itu, diperlukan suatu sistem rekrutmen yang baik untuk mendapatkan tenaga-tenaga relawan berkualitas dari masyarakat yang memiliki kompetensi dan dapat diandalkan untuk menyelenggarakan percepatan penurunan stunting ini.
"Dengan memperbanyak pelatihan untuk peningkatan kompetensi teknis serta memperluas jejaring ke semua sektor lintas sektoral diharapkan mampu menjadi daya ungkit Tim Pendamping Keluarga sebagai garda terdepan percepatan penurunan stunting di desa dan kelurahan," pungkas Asmar.
"Untuk itu, dalam mempercepat penurunan prevalensi stunting maka perlu dioptimalkan peran keluarga," kata Asmar, di Kendari, Minggu.
Ia mengatakan, stunting merupakan persoalan yang ada, nyata dan berlangsung lama sehingga diperlukan upaya-upaya yang terintegrasi.
"Kita patut mengapresiasi atas penurunan prevalensi stunting di Sultra yang didasarkan hasil SSGI, prevalensi stunting Sultra tahun 2021 sebesar 30,2 persen sedangkan tahun 2022 sebesar 27,7 persen, artinya ada penurunan sebesar 2,5 persen," kata Asmar.
Meskipun ada penurunan prevalensi stunting tersebut kata dia, namun secara nasional Sultra masih bertengger pada 10 provinsi dengan prevalensi tertinggi di Indonesia sehingga masih butuh komitmen seluruh elemen terkait untuk terus menekan angka stunting di daerah itu.
"Kita juga memaksimalkan peran para Tim Pendamping Keluarga Beresiko Stunting atau TPPS dalam memberikan pemahaman dan edukasi kepada keluarga dalam upaya mencegah stunting," katanya.
Dijelaskan, TPPS adalah tim yang terdiri dari bidan, kader Tim Penggerak PKK dan Kader KB/IMP untuk menjadi pendamping keluarga yang memiliki remaja, calon pengantin, ibu hamil dan pascasalin, serta bayi baru lahir hingga usia 5 tahun dalam rangka pencegahan stunting.
"Tim pendamping bertugas melaksanakan deteksi dini faktor risiko stunting dan melakukan upaya meminimalisir atau mencegah pengaruh bila terdapat faktor risiko stunting di suatu keluarga. Tim ini akan memberikan edukasi, konseling dan fasilitas bantuan kepada keluarga-keluarga yang berisiko, baik dari aspek intervensi spesifik maupun intervensi sensitive yang berpengaruh terhadap kemunculan kasus-kasus stunting," katanya.
Ia menambahkan, besarnya tugas dan peran tim pendamping keluarga tentu membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh sebab itu, diperlukan suatu sistem rekrutmen yang baik untuk mendapatkan tenaga-tenaga relawan berkualitas dari masyarakat yang memiliki kompetensi dan dapat diandalkan untuk menyelenggarakan percepatan penurunan stunting ini.
"Dengan memperbanyak pelatihan untuk peningkatan kompetensi teknis serta memperluas jejaring ke semua sektor lintas sektoral diharapkan mampu menjadi daya ungkit Tim Pendamping Keluarga sebagai garda terdepan percepatan penurunan stunting di desa dan kelurahan," pungkas Asmar.