Kendari (ANTARA) - Pemerintah Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra) memberi perhatian terhadap peningkatan kasus HIV-Aids di wilayahnya yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Dalam pemetaan nasional, Kota Baubau sebagai Kota yang berkembang dengan mobilitas penduduk yang sangat tinggi, menjadikan Baubau adalah daerah rawan penyakit menular, termasuk penyakit menular seksual HIV/AIDS.
Wali Kota Baubau La Ode Ahmad Monianse dalam pernyataan resmi yang diterima, Rabu mengatakan, berdasarkan data sistem informasi HIV/AIDS menunjukkan bahwa penemuan kasus HIV/AIDS di Kota Baubau cenderung meningkat dari tahun ke tahun, katanya pada acara orientasi layanan test dan pengobatan HIV/IMS tingkat Kota Baubau tahun 2023.
Pada tahun 2021 ditemukan sebanyak 40 kasus, tahun 2022 ditemukan sebanyak 88 kasus dan sampai dengan bulan Juni tahun 2023 ini telah ditemukan sebanyak 59 kasus HIV/AIDS. Dan total temuan kasus sejak tahun 2007 sampai dengan Juni tahun 2023 sebanyak 876 kasus.
"Dari total kasus ini, yang memenuhi syarat terapi antiretroviral (art) sebanyak 743 orang, yang on art sebanyak 233 orang, selebihnya ada yang hilang kontak, berhenti berobat, meninggal dan rujuk keluar total 510 orang," kata wali kota.
Dikatakannya, saat ini seluruh layanan kesehatan di Kota Baubau, baik rumah sakit maupun puskesmas dapat melakukan pelayanan pemeriksaan HIV/IMS, namun untuk layanan perawatan dan pengobatan (pdp) baru dua unit layanan yaitu BLUD RSUD Palagimata dan Puskesmas Wajo.
"Dan ketersediaan sumber daya manusia telah terlatih masih perlu ditingkatkan untuk lebih memaksimalkan kinerja layanan dalam penemuan kasus HIV/AIDS dan IMS serta pelayanan pengobatan orang dengan HIV/AIDS," tegas Ahmad Monianse.
Dikatakan, kebijakan pengendalian HIV/AIDS dan IMS mengacu pada kebijakan global getting three zeros, yaitu menurunkan hingga meniadakan kasus baru HIV/AIDS, menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan oleh keadaan yang berkaitan dengan AIDS, meniadakan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS (odha).
"Akan sulit dicapai jika cakupan penemuan kasus akses pemberian pengobatan masih rendah dan kualitas sumber daya dalam melakukan konseling test dan kepatuhan berobat masih terbatas,” terangnya.
Dalam pemetaan nasional, Kota Baubau sebagai Kota yang berkembang dengan mobilitas penduduk yang sangat tinggi, menjadikan Baubau adalah daerah rawan penyakit menular, termasuk penyakit menular seksual HIV/AIDS.
Wali Kota Baubau La Ode Ahmad Monianse dalam pernyataan resmi yang diterima, Rabu mengatakan, berdasarkan data sistem informasi HIV/AIDS menunjukkan bahwa penemuan kasus HIV/AIDS di Kota Baubau cenderung meningkat dari tahun ke tahun, katanya pada acara orientasi layanan test dan pengobatan HIV/IMS tingkat Kota Baubau tahun 2023.
Pada tahun 2021 ditemukan sebanyak 40 kasus, tahun 2022 ditemukan sebanyak 88 kasus dan sampai dengan bulan Juni tahun 2023 ini telah ditemukan sebanyak 59 kasus HIV/AIDS. Dan total temuan kasus sejak tahun 2007 sampai dengan Juni tahun 2023 sebanyak 876 kasus.
"Dari total kasus ini, yang memenuhi syarat terapi antiretroviral (art) sebanyak 743 orang, yang on art sebanyak 233 orang, selebihnya ada yang hilang kontak, berhenti berobat, meninggal dan rujuk keluar total 510 orang," kata wali kota.
Dikatakannya, saat ini seluruh layanan kesehatan di Kota Baubau, baik rumah sakit maupun puskesmas dapat melakukan pelayanan pemeriksaan HIV/IMS, namun untuk layanan perawatan dan pengobatan (pdp) baru dua unit layanan yaitu BLUD RSUD Palagimata dan Puskesmas Wajo.
"Dan ketersediaan sumber daya manusia telah terlatih masih perlu ditingkatkan untuk lebih memaksimalkan kinerja layanan dalam penemuan kasus HIV/AIDS dan IMS serta pelayanan pengobatan orang dengan HIV/AIDS," tegas Ahmad Monianse.
Dikatakan, kebijakan pengendalian HIV/AIDS dan IMS mengacu pada kebijakan global getting three zeros, yaitu menurunkan hingga meniadakan kasus baru HIV/AIDS, menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan oleh keadaan yang berkaitan dengan AIDS, meniadakan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS (odha).
"Akan sulit dicapai jika cakupan penemuan kasus akses pemberian pengobatan masih rendah dan kualitas sumber daya dalam melakukan konseling test dan kepatuhan berobat masih terbatas,” terangnya.