Kendari (ANTARA) - Ketahanan pangan saat ini masih menjadi masalah bagi Indonesia. Sebagai negara agraris, hal ini tentu menjadi tantangan, mengingat Indonesia memiliki lahan produktif pertanian, yakni sawah produktif seluas 10,45 juta hektare (BPS, 2022) dan lahan perkebunan seluas 17,5 juta hektare (BPS, 2021).
Namun demikian, luas lahan tersebut tidak dibarengi dengan tingkat kesejahteraan petani. Hal ini dapat dilihat dari nilai tukar petani (NTP) per Mei 2023 sebesar 110,20.
Meskipun NTP masih di atas 100, yang menunjukkan adanya surplus antara penghasilan dan biaya yang dikeluarkan petani, nilai tersebut mengalami penurunan 0,34 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Berkaca pada hal tersebut, ketahanan pangan Indonesia memerlukan perhatian lebih guna mengoptimalkan potensi pertanian yang ada dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Dalam lingkup kedaerahan di wilayah Indonesia, yakni di Sulawesi Tenggara, potensi pertanian yang dimiliki cukup beragam. Hal ini dapat dilihat dari komoditas yang ada, misalnya, padi, jagung, kedelai, bawang merah, cabai, dan kakao.
Selain itu, Sulawesi Tenggara memiliki lahan produktif pertanian tertinggi ketiga se-Sulawesi, yaitu seluas 81 juta hektare, yang meliputi 214,01 ribu hektare sawah fungsional dan 3,60 juta hektare non-sawah (ladang/lahan kering).
Data tersebut mengindikasikan sekaligus membuktikan bahwa Sulawesi Tenggara memiliki potensi besar dalam menjaga ketahanan pangan.
Akan tetapi, potensi pertanian tersebut belum dikelola dengan baik sehingga belum pula memberikan nilai ekonomi yang baik bagi petani, terlihat dari NTP Sulawesi Tenggara pada April 2023 sebesar 99,85, yang berarti petani mengalami defisit.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sulawesi Tenggara telah melakukan analisis ketersediaan pangan di wilayah provinsi ini.
Telaah dilakukan melalui analisis komposit, yakni dengan pendekatan FVSA (Food Security and Vulnerability Atlas) dalam Kajian Fiskal Regional Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tenggara secara umum masuk dalam provinsi dengan kategori tahan pangan. Namun secara khusus masih terdapat empat kabupaten yang termasuk daerah agak rawan pangan dan sangat rawan pangan, yaitu Kabupaten Kolaka Utara, Buton Utara, Kolaka Timur, dan Konawe Utara.
Tidak hanya itu, 16,51 persen atau 315 desa dari total 1.908 desa di Sulawesi Tenggara termasuk desa tertinggal dan sangat tertinggal.
Desa-desa tersebut belum memiliki akses jalan atau transportasi yang memadai terhadap pangan serta tidak memenuhi kualitas air minum yang bersih dan aman. Jumlah desa tertinggal terbanyak terletak di kabupaten Konawe Selatan, Konawe, dan Muna.
Pemanfaatan Dana Desa
Pemerintah Indonesia semakin gencar mengeluarkan kebijakan dalam upaya menjaga dan mewujudkan ketahanan dan keamanan pangan.
Merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara, Dana Desa ditentukan penggunaannya untuk program ketahanan pangan dan hewani setidak-tidaknya 20 persen agar desa dapat menyikapi krisis pangan sedini dan secepat mungkin.
Hal ini kemudian dijelaskan dalam Keputusan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 82 Tahun 2022 tentang Pedoman Ketahanan Pangan yang dijadikan rujukan dalam hal pengelolaan dana desa dengan prinsip partisipasi, gotong royong, kesetaraan, keswadayaan, kemandirian, keterpaduan, dan keberlanjutan.
Pemberian Dana Desa tersebut dapat dioptimalkan pemanfaatannya guna mewujudkan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi pertanian, mengembangkan sektor perikanan, dan memperkuat keberlanjutan sistem pangan di wilayah tersebut.
Peningkatan produksi pertanian-peternakan
Upaya meningkatkan produksi pertanian dan peternakan melalui pemanfaatan Dana Desa dapat disikapi dengan mengalokasikan dana untuk alat dan bahan pertanian/peternakan seperti penyediaan bibit unggul, alat produksi dan pengolahan, serta teknologi tepat guna seperti teknologi kendang, irigasi, serta pemupukan yang tepat.
Melalui penyaluran dan pengalokasian Dana Desa tersebut, petani maupun peternak diharapkan mempunyai akses yang lebih baik terhadap sumber daya yang dibutuhkan guna meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian serta peternakan.
Tidak hanya itu, Dana Desa juga dapat dialokasikan dalam pemberian pelatihan dan pendidikan kepada petani dan peternak supaya dapat mengadopsi dan mengembangkan praktik pertanian maupun peternakan yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Pengembangan sektor perikanan
Sulawesi Tenggara, sebagai provinsi yang memiliki garis pantai panjang, menyimpan kekayaan alam yang melimpah karena besarnya potensi perikanan.
Dana Desa yang telah dialokasikan oleh Pemerintah Pusat melalui APBN dapat digunakan untuk membangun infrastruktur perikanan seperti pelabuhan atau dermaga perikanan serta tempat pendaratan dan pelelangan ikan yang modern.
Tidak hanya sampai di situ, Dana Desa juga dapat digunakan untuk pemberdayaan nelayan melalui pelatihan, pembentukan kelompok nelayan, serta pemberian bantuan berupa alat tangkap, bibit, pakan, dan sejenisnya.
Jika hal-hal tersebut dapat dioptimalkan maka sektor perikanan di Sulawesi Tenggara dapat berkembang secara berkelanjutan untuk selanjutnya memberikan penghidupan yang layak bagi masyarakat.
Diversifikasi pangan
Upaya menjaga ketahanan pangan berikutnya dapat dilakukan dengan mendorong diversifikasi pangan di wilayah Sulawesi Tenggara dengan meningkatkan akses masyarakat ke berbagai alternatif makanan substitusi yang bergizi dan seimbang.
Dana desa dapat digunakan untuk mendukung pengembangan pengolahan pangan lokal seperti ikan, buah, dan umbi-umbian menjadi produk yang memiliki nilai tambah baik secara ekonomi maupun nutrisi yang terkandung di dalamnya.
Hal tersebut tidak hanya meningkatkan pendapatan pengolah pangan, tapi juga meningkatkan pasokan makanan dengan kualitas tinggi yang beredar di masyarakat.
Peningkatan infrastruktur-akses pasar
Infrastruktur merupakan salah satu faktor utama yang dapat menyukseskan kegiatan perekonomian.
Guna meningkatkan akses terhadap pangan, dana desa dapat dialokasikan dan dioptimalkan melalui perbaikan infrastruktur akses menuju usaha tani maupun pasar.
Selain itu, sarana penyimpanan dan distribusi pangan yakni lumbung desa dan pasar desa untuk mempermudah distribusi dan pemindahan hasil pertanian dan perikanan dengan cara efektif dan efisien untuk meningkatkan potensi pemasaran yang ada.
Melalui pemberian akses yang mudah, petani dan nelayan dapat memperoleh pendapatan lebih dan masyarakat lokal tidak bergantung pada pasokan pangan dari luar daerah.
Dengan pemanfaatan yang optimal, Dana Desa memiliki potensi unggul untuk menjaga ketahanan pangan di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Melalui penggunaan Dana Desa secara efektif dan efisien, desa dapat meningkatkan produksi pertanian dan peternakan, mengembangkan sektor perikanan, diversifikasi pangan, serta meningkatkan infrastruktur dan akses pasar.
Melalui langkah-langkah strategis tersebut, diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan lokal, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta mengurangi ketergantungan pada pasokan pangan dari luar daerah Sulawesi Tenggara.
*Penulis adalah Pelaksana Kanwil DJPb Sultra
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Memanfaatkan Dana Desa untuk menjaga ketahanan pangan Sultra
Namun demikian, luas lahan tersebut tidak dibarengi dengan tingkat kesejahteraan petani. Hal ini dapat dilihat dari nilai tukar petani (NTP) per Mei 2023 sebesar 110,20.
Meskipun NTP masih di atas 100, yang menunjukkan adanya surplus antara penghasilan dan biaya yang dikeluarkan petani, nilai tersebut mengalami penurunan 0,34 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Berkaca pada hal tersebut, ketahanan pangan Indonesia memerlukan perhatian lebih guna mengoptimalkan potensi pertanian yang ada dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Dalam lingkup kedaerahan di wilayah Indonesia, yakni di Sulawesi Tenggara, potensi pertanian yang dimiliki cukup beragam. Hal ini dapat dilihat dari komoditas yang ada, misalnya, padi, jagung, kedelai, bawang merah, cabai, dan kakao.
Selain itu, Sulawesi Tenggara memiliki lahan produktif pertanian tertinggi ketiga se-Sulawesi, yaitu seluas 81 juta hektare, yang meliputi 214,01 ribu hektare sawah fungsional dan 3,60 juta hektare non-sawah (ladang/lahan kering).
Data tersebut mengindikasikan sekaligus membuktikan bahwa Sulawesi Tenggara memiliki potensi besar dalam menjaga ketahanan pangan.
Akan tetapi, potensi pertanian tersebut belum dikelola dengan baik sehingga belum pula memberikan nilai ekonomi yang baik bagi petani, terlihat dari NTP Sulawesi Tenggara pada April 2023 sebesar 99,85, yang berarti petani mengalami defisit.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sulawesi Tenggara telah melakukan analisis ketersediaan pangan di wilayah provinsi ini.
Telaah dilakukan melalui analisis komposit, yakni dengan pendekatan FVSA (Food Security and Vulnerability Atlas) dalam Kajian Fiskal Regional Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tenggara secara umum masuk dalam provinsi dengan kategori tahan pangan. Namun secara khusus masih terdapat empat kabupaten yang termasuk daerah agak rawan pangan dan sangat rawan pangan, yaitu Kabupaten Kolaka Utara, Buton Utara, Kolaka Timur, dan Konawe Utara.
Tidak hanya itu, 16,51 persen atau 315 desa dari total 1.908 desa di Sulawesi Tenggara termasuk desa tertinggal dan sangat tertinggal.
Desa-desa tersebut belum memiliki akses jalan atau transportasi yang memadai terhadap pangan serta tidak memenuhi kualitas air minum yang bersih dan aman. Jumlah desa tertinggal terbanyak terletak di kabupaten Konawe Selatan, Konawe, dan Muna.
Pemanfaatan Dana Desa
Pemerintah Indonesia semakin gencar mengeluarkan kebijakan dalam upaya menjaga dan mewujudkan ketahanan dan keamanan pangan.
Merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara, Dana Desa ditentukan penggunaannya untuk program ketahanan pangan dan hewani setidak-tidaknya 20 persen agar desa dapat menyikapi krisis pangan sedini dan secepat mungkin.
Hal ini kemudian dijelaskan dalam Keputusan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 82 Tahun 2022 tentang Pedoman Ketahanan Pangan yang dijadikan rujukan dalam hal pengelolaan dana desa dengan prinsip partisipasi, gotong royong, kesetaraan, keswadayaan, kemandirian, keterpaduan, dan keberlanjutan.
Pemberian Dana Desa tersebut dapat dioptimalkan pemanfaatannya guna mewujudkan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi pertanian, mengembangkan sektor perikanan, dan memperkuat keberlanjutan sistem pangan di wilayah tersebut.
Peningkatan produksi pertanian-peternakan
Upaya meningkatkan produksi pertanian dan peternakan melalui pemanfaatan Dana Desa dapat disikapi dengan mengalokasikan dana untuk alat dan bahan pertanian/peternakan seperti penyediaan bibit unggul, alat produksi dan pengolahan, serta teknologi tepat guna seperti teknologi kendang, irigasi, serta pemupukan yang tepat.
Melalui penyaluran dan pengalokasian Dana Desa tersebut, petani maupun peternak diharapkan mempunyai akses yang lebih baik terhadap sumber daya yang dibutuhkan guna meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian serta peternakan.
Tidak hanya itu, Dana Desa juga dapat dialokasikan dalam pemberian pelatihan dan pendidikan kepada petani dan peternak supaya dapat mengadopsi dan mengembangkan praktik pertanian maupun peternakan yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Pengembangan sektor perikanan
Sulawesi Tenggara, sebagai provinsi yang memiliki garis pantai panjang, menyimpan kekayaan alam yang melimpah karena besarnya potensi perikanan.
Dana Desa yang telah dialokasikan oleh Pemerintah Pusat melalui APBN dapat digunakan untuk membangun infrastruktur perikanan seperti pelabuhan atau dermaga perikanan serta tempat pendaratan dan pelelangan ikan yang modern.
Tidak hanya sampai di situ, Dana Desa juga dapat digunakan untuk pemberdayaan nelayan melalui pelatihan, pembentukan kelompok nelayan, serta pemberian bantuan berupa alat tangkap, bibit, pakan, dan sejenisnya.
Jika hal-hal tersebut dapat dioptimalkan maka sektor perikanan di Sulawesi Tenggara dapat berkembang secara berkelanjutan untuk selanjutnya memberikan penghidupan yang layak bagi masyarakat.
Diversifikasi pangan
Upaya menjaga ketahanan pangan berikutnya dapat dilakukan dengan mendorong diversifikasi pangan di wilayah Sulawesi Tenggara dengan meningkatkan akses masyarakat ke berbagai alternatif makanan substitusi yang bergizi dan seimbang.
Dana desa dapat digunakan untuk mendukung pengembangan pengolahan pangan lokal seperti ikan, buah, dan umbi-umbian menjadi produk yang memiliki nilai tambah baik secara ekonomi maupun nutrisi yang terkandung di dalamnya.
Hal tersebut tidak hanya meningkatkan pendapatan pengolah pangan, tapi juga meningkatkan pasokan makanan dengan kualitas tinggi yang beredar di masyarakat.
Peningkatan infrastruktur-akses pasar
Infrastruktur merupakan salah satu faktor utama yang dapat menyukseskan kegiatan perekonomian.
Guna meningkatkan akses terhadap pangan, dana desa dapat dialokasikan dan dioptimalkan melalui perbaikan infrastruktur akses menuju usaha tani maupun pasar.
Selain itu, sarana penyimpanan dan distribusi pangan yakni lumbung desa dan pasar desa untuk mempermudah distribusi dan pemindahan hasil pertanian dan perikanan dengan cara efektif dan efisien untuk meningkatkan potensi pemasaran yang ada.
Melalui pemberian akses yang mudah, petani dan nelayan dapat memperoleh pendapatan lebih dan masyarakat lokal tidak bergantung pada pasokan pangan dari luar daerah.
Dengan pemanfaatan yang optimal, Dana Desa memiliki potensi unggul untuk menjaga ketahanan pangan di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Melalui penggunaan Dana Desa secara efektif dan efisien, desa dapat meningkatkan produksi pertanian dan peternakan, mengembangkan sektor perikanan, diversifikasi pangan, serta meningkatkan infrastruktur dan akses pasar.
Melalui langkah-langkah strategis tersebut, diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan lokal, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta mengurangi ketergantungan pada pasokan pangan dari luar daerah Sulawesi Tenggara.
*Penulis adalah Pelaksana Kanwil DJPb Sultra
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Memanfaatkan Dana Desa untuk menjaga ketahanan pangan Sultra