Jakarta (ANTARA) - Sebanyak sembilan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) merancang pesawat tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAC) dengan teknologi Microsoft.

Sembilan mahasiswa tersebut adalah Luthfi Aldianta, Adam Ilham Maulana, Anindya Samiya Artanti, Daniel Martua Matthew Simatupang, Muhammad Luqman Sugiyono, Muhammad Rizky Millennianno, Pramudita Bintang Al Hakam, Raditya Aryaputra, dan Shang Welly Chin.

Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat, mahasiswa Fakultas Teknik (FT) serta Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UI yang menghabiskan beberapa bulan pada 2021 untuk merancang UAV.

Pesawat tanpa awak yang dirancang Autonomous Unmanned Aerial Vehicle Universitas Indonesia (AUAV UI) tersebut memiliki fungsi melakukan pemetaan area dan penurunan muatan dan dapat digunakan untuk mengumpulkan data bagi berbagai industri.

“Kami berasal dari latar belakang yang berbeda. Beberapa dari kami belajar teknik mesin, industri, dan elektro, sementara yang lainnya belajar matematika dan fisika. Tapi kami memiliki ketertarikan yang sama di industri robotik, terutama penerbangan," kata Kapten tim, Luthfi Aldianta.

Dengan komunitas robotik yang dibentuk alumni UI beberapa tahun lalu, kami merasa ini adalah tempat yang tepat bagi kami untuk mengembangkan keterampilan kami di bidang yang kami minati. Selain itu, industri UAV masih memiliki ruang pengembangan dan potensi yang besar. Bidang ini memberikan peluang yang luas bagi kami untuk menghadirkan terobosan-terobosan teknologi baru yang dapat membantu masyarakat Indonesia secara luas,” ujarnya.

Saat kompetisi UAV Teknofest Internasional diadakan, mereka mengikuti kompetisi tersebut. Teknofest adalah salah satu kompetisi UAV terbesar di dunia, sekaligus festival penerbangan, kedirgantaraan, dan teknologi pertama serta satu-satunya di Turki.

Pada gelarannya di 2021, Teknofest membuka lebih dari 30 kategori, termasuk transportasi pintar, kecerdasan buatan dalam bidang kesehatan, serta UAV. Kompetisi di kategori UAV dibagi lagi menjadi dua divisi: sayap tetap (fixed wing) dan sayap putar (rotary wing).

UAV sayap tetap mengacu pada pesawat tanpa awak dengan sayap yang tidak bergerak, seperti pada pesawat biasa. Sementara UAV sayap putar menggunakan bilah berputar yang biasanya digunakan untuk helikopter.

“Kami mengikuti divisi sayap tetap dan kompetisinya dibagi menjadi tiga tahap. Yang pertama adalah evaluasi desain konseptual dan yang kedua adalah ketika kami harus menyerahkan laporan desain rinci serta video penerbangan. Dua tahap pertama dilakukan di negara asal, dan kami mencatatkan hasil yang luar biasa. Berkat itu, kami melangkah ke tahap terakhir: minggu kompetisi pada 13-18 September 2021 di Bursa, Turki,” kata Luthfi.

Tim AUAV UI menjadi salah satu dari 50 tim yang berhasil melaju ke babak final dan pergi ke Turki.

Dalam mengembangkan UAV, terdapat beberapa area yang perlu dipertimbangkan – mulai dari desain, manufaktur, kelistrikan, hingga pemrograman. Untuk mengintegrasikan semua ini ke dalam satu pesawat, tim melakukan banyak percobaan. Hal tersebut adalah sebuah perjalanan yang panjang, tetapi mereka senang setiap kali berhasil menemukan masalah dan menyelesaikannya. Dan teknologi adalah apa yang membantu mereka untuk memecahkan tantangan.

Dalam mempersiapkan proses pembuatan pesawat, tim menggunakan Microsoft Excel.

“Sifat universal Excel sangat membantu kami untuk dengan mudah menghitung dan membandingkan berbagai parameter desain, seperti pilihan bahan dan teknik pembuatan. Oleh karena itu, kami dapat mempersempit pilihan kami dan memilih bahan serta teknik yang paling cocok untuk membuat kendaraan yang ringan tanpa mengurangi kecepatan,” ujar Penanggung jawab Mekanik, Muhammad Luqman Sugiyono.


Pewarta : Indriani
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024