Jakarta (ANTARA) - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memastikan keamanan anggota kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso jika mereka menyerahkan diri.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Argo Yuwono saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis, menyebutkan terdapat empat orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) MIT Poso.
"Polri 'kan mengimbau mereka untuk menyerahkan diri. Nanti 'kan Polri fasilitasi seperti apa, ya, di sana kalau mau turun dari gunung. Semoga mau turun, kemudian kami ajak diskusi, dia punya masalah apa 'kan gitu," kata Argo.
Menurut Argo, upaya ini merupakan bagian dari teknik soft approach oleh anggota Satgas Operasi Madago Raya dalam upaya pencegahan terorisme lewat dialog dan pencegahan konflik.
Namun, Satgas Operasi Madago Raya juga menggunakan cara hard approach atau penegakan hukum terhadap anggota kelompok terorisme yang melakukan perlawanan.
Penegakan hukum ini, kata Argo, saat Satgas Operasi Madago Raya melakukan tindak tegas terukur terhadap pimpinan MIT Poso Ali Kalora dan rekannya, Jaka Ramadhan, yang tewas tertembak dalam kontak senjata pada hari Sabtu (18/9).
Argo meminta sisa anggota MIT Poso secepatnya untuk menyerahkan diri atau turun dari gunung yang menjadi tempat persembunyiannya selama ini.
Menurut Argo, lokasi tempat pemburuan anggota MIT Poso tidak datar seperti di Jakarta. Mereka bersembunyi di wilayah pegunungan. Bila berjalan kaki, membutuhkan waktu 3 hari, naik dan turun menelusuri daerah yang berbukit-bukit itu.
"Jadi, harus tahu bagaimana situasi kondisi di sana, ya, tentunya orang yang sudah lama di hutan begitu, ya, itu 'kan mudah mereka memahami bagaimana itu liku-liku hutan. Ada bunyi keresek, misalnya, mereka paham apakah itu bunyi kaki manusia atau bunyi ular karena mereka sudah lama di sana," kata Argo.
Kendati demikian, Satgas Operasi Madago Raya tetap bergerak memburu sisa DPO MIT Poso yang masih bersembunyi setelah pimpinan mereka tewas tertembak.
"Jadi, tentunya ada teknik tersendiri yang digunakan oleh tim Madago Raya ini untuk tangkap mereka," kata Argo.
Tantangan lainnya, kata Argo, anggota MIT Poso yang memahami seluk-beluk hutan. Mereka mencari celah kapan turun gunung mengambil pasokan makanan.
Di sisi lain, masyarakat ketakutan memberikan informasi kepada petugas yang menelusuri jejak keberadaan mereka karena mendapat ancaman.
Setelah pimpinan MIT Poso Ali Kalora tewas dalam baku tembak pada hari Sabtu (18/9), Satgas Operasi Madago Raya masih bergerak dengan fokus memburu empat DPO yang tersisa.
Satgas Operasi Madago Raya juga menyebarkan selebaran berisi foto dan nama mereka.
Keempat orang tersebut masing-masing bernama Askar alias Pak Guru, Mukhlas alias Nae, Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang, dan Suhardin alias Hasan Pranata.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Argo Yuwono saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis, menyebutkan terdapat empat orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) MIT Poso.
"Polri 'kan mengimbau mereka untuk menyerahkan diri. Nanti 'kan Polri fasilitasi seperti apa, ya, di sana kalau mau turun dari gunung. Semoga mau turun, kemudian kami ajak diskusi, dia punya masalah apa 'kan gitu," kata Argo.
Menurut Argo, upaya ini merupakan bagian dari teknik soft approach oleh anggota Satgas Operasi Madago Raya dalam upaya pencegahan terorisme lewat dialog dan pencegahan konflik.
Namun, Satgas Operasi Madago Raya juga menggunakan cara hard approach atau penegakan hukum terhadap anggota kelompok terorisme yang melakukan perlawanan.
Penegakan hukum ini, kata Argo, saat Satgas Operasi Madago Raya melakukan tindak tegas terukur terhadap pimpinan MIT Poso Ali Kalora dan rekannya, Jaka Ramadhan, yang tewas tertembak dalam kontak senjata pada hari Sabtu (18/9).
Argo meminta sisa anggota MIT Poso secepatnya untuk menyerahkan diri atau turun dari gunung yang menjadi tempat persembunyiannya selama ini.
Menurut Argo, lokasi tempat pemburuan anggota MIT Poso tidak datar seperti di Jakarta. Mereka bersembunyi di wilayah pegunungan. Bila berjalan kaki, membutuhkan waktu 3 hari, naik dan turun menelusuri daerah yang berbukit-bukit itu.
"Jadi, harus tahu bagaimana situasi kondisi di sana, ya, tentunya orang yang sudah lama di hutan begitu, ya, itu 'kan mudah mereka memahami bagaimana itu liku-liku hutan. Ada bunyi keresek, misalnya, mereka paham apakah itu bunyi kaki manusia atau bunyi ular karena mereka sudah lama di sana," kata Argo.
Kendati demikian, Satgas Operasi Madago Raya tetap bergerak memburu sisa DPO MIT Poso yang masih bersembunyi setelah pimpinan mereka tewas tertembak.
"Jadi, tentunya ada teknik tersendiri yang digunakan oleh tim Madago Raya ini untuk tangkap mereka," kata Argo.
Tantangan lainnya, kata Argo, anggota MIT Poso yang memahami seluk-beluk hutan. Mereka mencari celah kapan turun gunung mengambil pasokan makanan.
Di sisi lain, masyarakat ketakutan memberikan informasi kepada petugas yang menelusuri jejak keberadaan mereka karena mendapat ancaman.
Setelah pimpinan MIT Poso Ali Kalora tewas dalam baku tembak pada hari Sabtu (18/9), Satgas Operasi Madago Raya masih bergerak dengan fokus memburu empat DPO yang tersisa.
Satgas Operasi Madago Raya juga menyebarkan selebaran berisi foto dan nama mereka.
Keempat orang tersebut masing-masing bernama Askar alias Pak Guru, Mukhlas alias Nae, Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang, dan Suhardin alias Hasan Pranata.