Dori (ANTARA) - Aktris Hollywood Angelina Jolie pada Minggu (20/6) mengunjungi sebuah kamp pengungsi di Burkina Faso yang menampung para pengungsi yang melarikan diri dari kekerasan kelompok militan di Mali.

Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) itu memuji negara tersebut karena bersedia menerima para pengungsi meskipun sumber dayanya terbatas dan tengah memerangi pemberontakan di dalam negeri.

Burkina Faso, seperti tetangganya Niger dan Mali, terguncang akibat serangan kekerasan oleh gerilyawan yang terkait dengan Al Qaeda dan ISIS, yang telah menewaskan ribuan orang dan membuat jutaan orang mengungsi di tiga negara.

"Saya di sini untuk menunjukkan solidaritas saya kepada orang-orang Bukinabe yang terus menyambut saudara dan saudari telantar meskipun ada serangan dan tantangan yang mengerikan, berbagi sedikit yang mereka miliki pada saat negara-negara lain yang jauh lebih punya telah menutup menutup perbatasan dan pikiran mereka untuk para pengungsi," kata Jolie.

Perjalanannya menandai Hari Pengungsi Sedunia, yang diadakan setiap tahun pada tanggal 20 Juni.

Aktris dan aktivis pengungsi itu berbicara di kamp pengungsi Goudoubou, sekitar 15 kilometer di luar Kota Dori di Burkina Faso timur laut, dekat dengan daerah tiga perbatasan Sahel yang telah menjadi pusat kekerasan.

Burkina Faso mengalami serangan terburuk pada awal Juni ketika 132 penduduk desa Solhan di Provinsi Yagha, berbatasan dengan Niger, dibunuh oleh gerilyawan, menyebabkan lebih banyak lagi yang mengungsi.

Sekitar 1,2 juta orang mengungsi akibat kekerasan di Burkina Faso, yang menampung lebih dari 22.000 pengungsi Mali yang melarikan diri dari kekerasan serupa di dalam negeri. Sekitar 11.000 pengungsi berada di kamp Goudoubou.

Di antara para pengungsi di kamp itu adalah Hawa Diallo yang berusia 22 tahun, yang mengatakan dia melarikan diri dari Mali bersama keluarganya karena serangan oleh para kelompok militan.

Keluarganya pertama kali menetap di wilayah Burkina Faso di Djibo tetapi harus berkemas dan menyelamatkan diri lagi setelah meningkatnya serangan di daerah itu antara 2019 dan 2020.

“Kami pertama kali menetap di Djibo lalu Mentao yang damai sampai kekerasan dimulai pada 2019-2020. Kami takut jadi kami lari, kami lari di semak-semak, kami meninggalkan barang-barang kami, kami meninggalkan orang-orang yang tidak bisa berjalan, setelah itu kami dibawa ke Goudebou," kata dia.

PBB mengatakan pada Jumat (18/6) bahwa jumlah orang di seluruh dunia yang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena konflik, penganiayaan, dan pelanggaran hak asasi manusia telah berlipat ganda dalam dekade terakhir menjadi 82,4 juta.

"Yang benar adalah kami tidak melakukan setengah dari apa yang kami bisa dan harus menemukan solusi untuk memungkinkan pengungsi kembali ke rumah," kata Jolie.


Sumber: Reuters

Pewarta : Yashinta Difa Pramudyani
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024