Jakarta (ANTARA) - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan jadwal pemilihan umum yang beredar yakni pada 28 Februari 2024 bukanlah keputusan resmi atau final.
Mendagri Tito Karnavian di Jakarta, Rabu, mengatakan jadwal pada 28 Februari itu merupakan pengajuan dari KPU RI setelah mempertimbangkan berbagai kemungkinan dalam pelaksanaan Pemilihan umum serentak dan Pilkada serentak di 2024.
"KPU menyampaikan 28 Februari, dengan alasan kesiapan anggaran sudah ada, kemudian dilaksanakan sebelum bulan Ramadan untuk menghindari kelelahan petugas. Nah diambil lah 28 Februari, tapi ini belum menjadi keputusan resmi, belum," katanya.
Jadwal tersebut mungkin saja bergeser dari yang diusulkan KPU tersebut jika ada pertimbangan lain yang ternyata Pemilu tidak bisa dijadwalkan pada 28 Februari 2024.
"Mungkin ada yang menyampaikan ke publik, 28 Februari adalah Hari Raya Galungan. Otomatis harus exercise dan itu tidak bisa berlaku. Apa yang dilakukan berikutnya, nanti akan dilakukan rapat kembali, rapat exercise bukan rapat final loh," ucapnya.
Nantinya menurut Tito, Pemerintah pun juga akan melakukan kajian, begitu pula dengan Bawaslu maupun Komisi II DPR RI terhadap rencana jadwal Pemilu 2024 tersebut.
"Pemerintah melakukan kajian, KPU akan melakukan exercise, Bawaslu komisi 2 akan berpendapat yang lain, nanti kita akan bertemu kembali untuk melihat tanggalnya yang mana yang pas untuk pilpres dan pilkada. Sehingga risiko overlaping-nya menjadi rendah," ujar Tito.
Mendagri menjelaskan, dalam amanat UU Pemilu menyebutkan pemilu presiden-wakil presiden akan digelar bersamaan dengan legislatif, DPRD, dan disebutkan tahunnya pada 2024.
"(Pemilu serentak) disebutkan tahunnya 2024 tahunnya ya. Sementara di UU 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah itu spesifik disebut November 2024," kata Tito.
Oleh karena pilkada serentak telah ditentukan digelar pada November 2024, maka KPU RI membuat kajian untuk jadwal Pemilu serentak 2024 dengan menyelaraskan jadwal pilkada.
Penyelenggaraan pilpres jika merujuk pada 2019 digelar pada April, namun ketika itu penyelenggaraan hanya satu putaran saja. Sementara di 2024, kalau ada putaran kedua, maka penyelenggaraan Pemilu serentak 2024 bisa jadi tabrakan dengan Pilkada serentak 2024.
"Nanti akan tabrakan overlaping pekerjaan yang sangat berat sekali. Pilpresnya belum selesai, pilkadanya sudah dimulai, itu akan berat. Maka KPU berusaha exercise, gap waktunya lebih longgar. Hitungan mereka baiknya Januari, Februari, Maret," kata Tito.
Namun jika penyelenggaraan pemilu digelar pada Januari, permasalahan yakni pada anggaran yang biasanya belum cair pada tahun anggaran.
"Maret itu ada bulan puasa, kalau dilaksanakan nanti kelelahan akan timbul dan lain-lain, sehingga mereka (KPU) meng-exercise April terlalu mepet dengan pilkada. Menurut KPU yang baik adalah di bulan Februari, sehingga waktu exercise mereka, exercise ya (bukan final), diajukanlah 28 Februari," ujarnya.