Kendari (ANTARA) - Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Kendari meminta masyarakat di daerah itu agar mewaspadai herbal obat tradisionla yang disebut-sebut sebagai obat dari COVID-19.
Kepala BPOM Kendari Yoseph Nahak Klau di Kendari, Jumat, mengatakan hingga saat ini belum ada satupun herbal yang diklaim dapat menyembuhkan seseorang dari infeksi virus corona.
"Sampai saat ini untuk obat COVID-19 itu belum ada yang kategorinya obat tradisional, yang sampai pada uji klinis, yang kemudian diklaim sebagai obat COVID-19. Jadi secara umum belum ada satupun herbal yang sampai pada uji klinis untuk mengobati COVID-19, tidak ada. Belum ada, adanya hanya sampai uji praklinis," kata Yoseph.
Ia menyampaikan, sejauh ini obat herbal atau tradisional yang berdasarkan turun temurun itu dipakai untuk meningkatkan stamina, meningkatkan daya tahan tubuh, dan imunitas.
"Kita melihat dalam perkembangannya beredar secara luas obat-obat tradisional, bahkan yang bermunculan itu bisa saja ilegal atau tidak ada izin edarnya. Ini yang harus diwaspadai oleh masyarakat," ujar dia.
Pihaknya mengaku gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat terutama di masa pandemi saat ini dimana banyak obat herbal yang ditawarkan melalui daring (online) sehingga masyarakat harus cerdas dalam memilih dan menggunakan obat herbal.
"Apakah produknya sudah teregistrasi di Badan POM, karena kalau sudah teregistrasi berarti sudah dilakukan evaluasi terhadap produk tersebut berupa keamanan, dan klaim khasiat. Oleh karena itu masyarakat harus cerdas," ujar dia.
Ia menuturkan saat ini masyarakat dapat melakukan cek mandiri dengan menggunakan gawai (gadget) yaitu melalui aplikasi yang dikembangkan oleh Badan POM yakni aplikasi BPOM mobile atau aplikasi cek BPOM untuk memastikan apakah produk tersebut terdaftar di Badan POM atau tidak.
Kepala BPOM Kendari Yoseph Nahak Klau di Kendari, Jumat, mengatakan hingga saat ini belum ada satupun herbal yang diklaim dapat menyembuhkan seseorang dari infeksi virus corona.
"Sampai saat ini untuk obat COVID-19 itu belum ada yang kategorinya obat tradisional, yang sampai pada uji klinis, yang kemudian diklaim sebagai obat COVID-19. Jadi secara umum belum ada satupun herbal yang sampai pada uji klinis untuk mengobati COVID-19, tidak ada. Belum ada, adanya hanya sampai uji praklinis," kata Yoseph.
Ia menyampaikan, sejauh ini obat herbal atau tradisional yang berdasarkan turun temurun itu dipakai untuk meningkatkan stamina, meningkatkan daya tahan tubuh, dan imunitas.
"Kita melihat dalam perkembangannya beredar secara luas obat-obat tradisional, bahkan yang bermunculan itu bisa saja ilegal atau tidak ada izin edarnya. Ini yang harus diwaspadai oleh masyarakat," ujar dia.
Pihaknya mengaku gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat terutama di masa pandemi saat ini dimana banyak obat herbal yang ditawarkan melalui daring (online) sehingga masyarakat harus cerdas dalam memilih dan menggunakan obat herbal.
"Apakah produknya sudah teregistrasi di Badan POM, karena kalau sudah teregistrasi berarti sudah dilakukan evaluasi terhadap produk tersebut berupa keamanan, dan klaim khasiat. Oleh karena itu masyarakat harus cerdas," ujar dia.
Ia menuturkan saat ini masyarakat dapat melakukan cek mandiri dengan menggunakan gawai (gadget) yaitu melalui aplikasi yang dikembangkan oleh Badan POM yakni aplikasi BPOM mobile atau aplikasi cek BPOM untuk memastikan apakah produk tersebut terdaftar di Badan POM atau tidak.