Kendari (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3APPKB) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyampaikan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah ini meningkat saat pandemi COVID-19.
Kepala Dinas P3APPKB Sultra Andi Tenri Rawe Silondae diwakili Kepala Seksi Bidang Data Darwin, di Kendari, Minggu, mengatakan jumlah laporan kasus kekerasan yang dialami perempuan maupun anak pada tahun 2020 tercatat 240 kasus, meningkat dari tahun 2019 sebanyak 140 laporan.
"Kenaikan 100 kasus itu banyak faktor penyebabnya, antara lain itu masalah COVID-19. Karena ekonomi saat ini merosot, sehingga terjadi kesalahpahaman, naik tensi, apalagi sekolahnya (anak-anak) sini ini daring terus. Orang tua itu dipaksa menjadi guru untuk anak-anaknya. Kadang-kadang anaknya ndak sabar mungkin akhirnya main gebuk (pukul) saja," ujar Darwin pula.
Selain itu, menurutnya, faktor lainnya tingginya kasus kekerasan anak dan perempuan adalah tingginya kesadaran untuk melaporkan setiap kekerasan yang dialami.
"Mereka sudah tahu ketika mendapat kekerasan pihak lain, dia langsung melapor, sehingga ketika melapor terinput di aplikasi Simfoni (Sistem Informasi Online) yaitu merekam semua yang mengadu di polsek, polres maupun polda," ujar Darwin pula.
Ia memaparkan kasus kekerasan perempuan dan anak yang terjadi di 17 kabupaten/kota di antaranya Kota Kendari 48 laporan dengan rincian 22 kekerasan fisik, 11 psikis, 16 seksual, enam penelantaran, dan satu lainnya; Kedua di Kota Baubau 44 laporan dengan rincian 24 kekerasan fisik, 12 psikis, 10 seksual, tiga penelantaran, dan tiga lainnya; Ketiga Kabupaten Kolaka 30 laporan dengan rincian kekerasan fisik dan psikis masing-masing delapan, 17 seksual, satu eksploitasi, dan satu lainnya.
Keempat, Kabupaten Konawe 23 laporan dengan rincian empat kekerasan fisik, satu psikis, 17 seksual, dan satu penelantaran; Kelima Buton Selatan 19 laporan dengan rincian 10 kekerasan fisik, dua psikis, dan tujuh seksual; Keenam Buton 16 laporan dengan rincian tiga fisik, lima seksual, dan delapan lainnya; Ketujuh Bombana 12 laporan dengan rincian enam kekerasan fisik, satu psikis, empat seksual, dan satu lainnya.
Kedelapan, Buton Tengah 11 laporan dengan rincian tiga kekerasan fisik dan delapan seksual; Kesembilan Kolaka Utara 10 laporan dengan rincian lima kekerasan fisik, psikis dan seksual maing-masing satu dan lainnya tiga. Ke-10 Konawe Utara enam laporan dengan rincian dua fisik, dua seksual dan dua lainnya; Ke-11 Muna enam laporan dengan rincain dua fisik dan empat seksual; Ke-12 Konawe Selatan empat laporan dengan rincian dua seksual dan dua lainnya.
Ke-13 Kabupaten Kolaka Timur tiga laporan dengan rincian satu fisik, satu seksual dan satu lainnya; Ke-14 Konawe Kepulauan tiga laporan masing-masing satu kekerasan fisik, psikis dan seksual; Ke-15 Wakatobi dua laporan, yakni kekerasan fisik; Ke-16 Buton Utara satu laporan yakni kekerasan seksual; Ke-17 Kabupaten Muna Barat satu laporan yakni kekerasan fisik.
"Dari 240 laporan itu paling banyak kekerasan fisik 99 laporan, kedua seksual 96 laporan, ketiga psikis 37, baru menyusul lainnya, penelantaran dan eksploitasi," katanya lagi.
Tempat kejadian terbanyak, lanjutnya, di rumah tangga tercatat 131; Kedua di tempat lainnya 67 kejadian seperti di kebun, belakang rumah; Ketiga di fasilitas umum 27 kejadian, 11 di sekolah, tiga di tempat kerja, dan satu di lembaga pendidikan kilat.
Dia juga menyampaikan bahwa seluruh aplikasi Simfoni telah terpasang di polsek, polres, dan Polda Sulawesi Tenggara guna merekam setiap laporan yang berimplikasi kepada kekerasan perempuan atau pun anak.
Dari semua laporan yang ditangani pihaknya, semua berhasil ditangani baik penyelesaian secara hukum atau pun berdamai secara kekeluargaan.
"Kalau pelapor mau ke jalur hukum kita memfasilitasi, tetapi kalau yang bersangkutan mau damai secara kekeluargaan tetap kita akan panggil, namun yang menjadi perhatian kita adalah damai ini dalam kondisi tekanan atau memang ingin benar-benar damai. Nah itu kita lihat," kata Darwin.
Kepala Dinas P3APPKB Sultra Andi Tenri Rawe Silondae diwakili Kepala Seksi Bidang Data Darwin, di Kendari, Minggu, mengatakan jumlah laporan kasus kekerasan yang dialami perempuan maupun anak pada tahun 2020 tercatat 240 kasus, meningkat dari tahun 2019 sebanyak 140 laporan.
"Kenaikan 100 kasus itu banyak faktor penyebabnya, antara lain itu masalah COVID-19. Karena ekonomi saat ini merosot, sehingga terjadi kesalahpahaman, naik tensi, apalagi sekolahnya (anak-anak) sini ini daring terus. Orang tua itu dipaksa menjadi guru untuk anak-anaknya. Kadang-kadang anaknya ndak sabar mungkin akhirnya main gebuk (pukul) saja," ujar Darwin pula.
Selain itu, menurutnya, faktor lainnya tingginya kasus kekerasan anak dan perempuan adalah tingginya kesadaran untuk melaporkan setiap kekerasan yang dialami.
"Mereka sudah tahu ketika mendapat kekerasan pihak lain, dia langsung melapor, sehingga ketika melapor terinput di aplikasi Simfoni (Sistem Informasi Online) yaitu merekam semua yang mengadu di polsek, polres maupun polda," ujar Darwin pula.
Ia memaparkan kasus kekerasan perempuan dan anak yang terjadi di 17 kabupaten/kota di antaranya Kota Kendari 48 laporan dengan rincian 22 kekerasan fisik, 11 psikis, 16 seksual, enam penelantaran, dan satu lainnya; Kedua di Kota Baubau 44 laporan dengan rincian 24 kekerasan fisik, 12 psikis, 10 seksual, tiga penelantaran, dan tiga lainnya; Ketiga Kabupaten Kolaka 30 laporan dengan rincian kekerasan fisik dan psikis masing-masing delapan, 17 seksual, satu eksploitasi, dan satu lainnya.
Keempat, Kabupaten Konawe 23 laporan dengan rincian empat kekerasan fisik, satu psikis, 17 seksual, dan satu penelantaran; Kelima Buton Selatan 19 laporan dengan rincian 10 kekerasan fisik, dua psikis, dan tujuh seksual; Keenam Buton 16 laporan dengan rincian tiga fisik, lima seksual, dan delapan lainnya; Ketujuh Bombana 12 laporan dengan rincian enam kekerasan fisik, satu psikis, empat seksual, dan satu lainnya.
Kedelapan, Buton Tengah 11 laporan dengan rincian tiga kekerasan fisik dan delapan seksual; Kesembilan Kolaka Utara 10 laporan dengan rincian lima kekerasan fisik, psikis dan seksual maing-masing satu dan lainnya tiga. Ke-10 Konawe Utara enam laporan dengan rincian dua fisik, dua seksual dan dua lainnya; Ke-11 Muna enam laporan dengan rincain dua fisik dan empat seksual; Ke-12 Konawe Selatan empat laporan dengan rincian dua seksual dan dua lainnya.
Ke-13 Kabupaten Kolaka Timur tiga laporan dengan rincian satu fisik, satu seksual dan satu lainnya; Ke-14 Konawe Kepulauan tiga laporan masing-masing satu kekerasan fisik, psikis dan seksual; Ke-15 Wakatobi dua laporan, yakni kekerasan fisik; Ke-16 Buton Utara satu laporan yakni kekerasan seksual; Ke-17 Kabupaten Muna Barat satu laporan yakni kekerasan fisik.
"Dari 240 laporan itu paling banyak kekerasan fisik 99 laporan, kedua seksual 96 laporan, ketiga psikis 37, baru menyusul lainnya, penelantaran dan eksploitasi," katanya lagi.
Tempat kejadian terbanyak, lanjutnya, di rumah tangga tercatat 131; Kedua di tempat lainnya 67 kejadian seperti di kebun, belakang rumah; Ketiga di fasilitas umum 27 kejadian, 11 di sekolah, tiga di tempat kerja, dan satu di lembaga pendidikan kilat.
Dia juga menyampaikan bahwa seluruh aplikasi Simfoni telah terpasang di polsek, polres, dan Polda Sulawesi Tenggara guna merekam setiap laporan yang berimplikasi kepada kekerasan perempuan atau pun anak.
Dari semua laporan yang ditangani pihaknya, semua berhasil ditangani baik penyelesaian secara hukum atau pun berdamai secara kekeluargaan.
"Kalau pelapor mau ke jalur hukum kita memfasilitasi, tetapi kalau yang bersangkutan mau damai secara kekeluargaan tetap kita akan panggil, namun yang menjadi perhatian kita adalah damai ini dalam kondisi tekanan atau memang ingin benar-benar damai. Nah itu kita lihat," kata Darwin.