Kendari (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak menerima permohonan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Wakatobi Tahun 2020 yang diajukan oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 1 Ahrawi dan Hardin Laomo.
Dikutip dari akun youtube MK di Kendari, Rabu, Putusan Nomor 54/PHP.BUP-XIX/2021 tersebut dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya dalam sidang yang digelar pada Rabu (17/2) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Mahkamah menanggapi dalil pemohon tentang ketidaksesuaian antara jumlah pengguna hak pilih, jumlah suara sah dan tidak sah, dengan jumlah pemilih dalam DPT yang membubuhkan tanda tangannya dalam daftar hadir pemilih di TPS, tidak terbukti dan berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu Wakatobi tidak ditemukan adanya laporan pelanggaran sampai dengan proses rekapitulasi tingkat kabupaten.
Selain itu, mengenai dalil adanya praktik politik uang dan barang yang dibagi-bagikan kepada masyarakat, Bawaslu Kabupaten Wakatobi tidak menemukan adanya pelanggaran politik uang dan barang berdasarkan pembahasan pertama dan pembahasan kedua pada Sentra Gakkumdu Kabupaten Wakatobi.
Disampaikan Wahiduddin, berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut, Mahkamah berpendapat terhadap permohonan a quo tidak terdapat alasan untuk menyimpangi ketentuan Pasal 158 UU 10/2016 yang berkaitan dengan kedudukan hukum Pemohon sebagai syarat formil dalam mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota di Mahkamah.
"Oleh karena itu, tidak ada relevansinya untuk meneruskan permohonan a quo pada pemeriksaan persidangan lanjutan dengan agenda pembuktian,” ucap Wahiduddin.
Sementara terkait kedudukan hukum Wahiduddin menyebut pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. Hal tersebut karena seharusnya perbedaan selisih suara antara pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak sebesar adalah 2 persen dari 61.838 suara (total suara sah) yakni 1.237 suara.
“Perolehan suara pasangan calon nomor urut 1 (pemohon) sebesar 29.901 suara, sedangkan perolehan suara pihak terkait sebesar 31.937 suara, sehingga selisih perolehan suara antara pemohon dengan pihak terkait sebesar 2.036 suara (3,3 persen) atau lebih dari 1.237 suara," papar Wahiduddin.
Berdasarkan pertimbangan hukum, Mahkamah berpendapat, meskipun pemohon adalah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Wakatobi dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Wakatobi Tahun 2020, namun pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (2) huruf a UU 10/2016.
“Oleh karena itu, menurut Mahkamah, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Dengan demikian, eksepsi termohon dan pihak terkait bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum adalah beralasan menurut hukum,” kata Wahiduddin.
Dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan sebelumnya, pemohon mendalilkan beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara dalam Pemilihan Calon Bupati dan Wakil Bupati Wakatobi Tahun 2020 antara lain pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan secara berjenjang oleh KPPS, PPS, PPK dan KPU Kabupaten Wakatobi.
Kemudian diduga ada pembiaran oleh Bawaslu Kabupaten Wakatobi beserta jajaran dibawahnya, semata-mata demi sebesar-besarnya memperbanyak perolehan suara salah satu paslon.
Pemohon juga mempersoalkan tindakan termohon yang tidak dapat mempertanggungjawabkan surat suara pemilih DPPh dan DPTb yang terbukti tidak memenuhi syarat serta intimidasi dan ancaman kekerasan kepada pendukung pemohon yang dilakukan oleh tim dan/atau pendukung pihak terkait.
Dalam Petitumnya, pemohon menyampaikan agar Mahkamah mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya dan membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Wakatobi Nomor 326/PL.02.6-Kpt/7407/KPU-Kab/XII/2020 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Wakatobi Tahun 2020 tanggal 16 Desember 2020 serta memerintahkan Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di 240 TPS yang tersebar di 95 desa/kelurahan dan di delapan kecamatan.
Dikutip dari akun youtube MK di Kendari, Rabu, Putusan Nomor 54/PHP.BUP-XIX/2021 tersebut dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya dalam sidang yang digelar pada Rabu (17/2) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Mahkamah menanggapi dalil pemohon tentang ketidaksesuaian antara jumlah pengguna hak pilih, jumlah suara sah dan tidak sah, dengan jumlah pemilih dalam DPT yang membubuhkan tanda tangannya dalam daftar hadir pemilih di TPS, tidak terbukti dan berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu Wakatobi tidak ditemukan adanya laporan pelanggaran sampai dengan proses rekapitulasi tingkat kabupaten.
Selain itu, mengenai dalil adanya praktik politik uang dan barang yang dibagi-bagikan kepada masyarakat, Bawaslu Kabupaten Wakatobi tidak menemukan adanya pelanggaran politik uang dan barang berdasarkan pembahasan pertama dan pembahasan kedua pada Sentra Gakkumdu Kabupaten Wakatobi.
Disampaikan Wahiduddin, berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut, Mahkamah berpendapat terhadap permohonan a quo tidak terdapat alasan untuk menyimpangi ketentuan Pasal 158 UU 10/2016 yang berkaitan dengan kedudukan hukum Pemohon sebagai syarat formil dalam mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota di Mahkamah.
"Oleh karena itu, tidak ada relevansinya untuk meneruskan permohonan a quo pada pemeriksaan persidangan lanjutan dengan agenda pembuktian,” ucap Wahiduddin.
Sementara terkait kedudukan hukum Wahiduddin menyebut pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. Hal tersebut karena seharusnya perbedaan selisih suara antara pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak sebesar adalah 2 persen dari 61.838 suara (total suara sah) yakni 1.237 suara.
“Perolehan suara pasangan calon nomor urut 1 (pemohon) sebesar 29.901 suara, sedangkan perolehan suara pihak terkait sebesar 31.937 suara, sehingga selisih perolehan suara antara pemohon dengan pihak terkait sebesar 2.036 suara (3,3 persen) atau lebih dari 1.237 suara," papar Wahiduddin.
Berdasarkan pertimbangan hukum, Mahkamah berpendapat, meskipun pemohon adalah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Wakatobi dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Wakatobi Tahun 2020, namun pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (2) huruf a UU 10/2016.
“Oleh karena itu, menurut Mahkamah, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Dengan demikian, eksepsi termohon dan pihak terkait bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum adalah beralasan menurut hukum,” kata Wahiduddin.
Dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan sebelumnya, pemohon mendalilkan beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara dalam Pemilihan Calon Bupati dan Wakil Bupati Wakatobi Tahun 2020 antara lain pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan secara berjenjang oleh KPPS, PPS, PPK dan KPU Kabupaten Wakatobi.
Kemudian diduga ada pembiaran oleh Bawaslu Kabupaten Wakatobi beserta jajaran dibawahnya, semata-mata demi sebesar-besarnya memperbanyak perolehan suara salah satu paslon.
Pemohon juga mempersoalkan tindakan termohon yang tidak dapat mempertanggungjawabkan surat suara pemilih DPPh dan DPTb yang terbukti tidak memenuhi syarat serta intimidasi dan ancaman kekerasan kepada pendukung pemohon yang dilakukan oleh tim dan/atau pendukung pihak terkait.
Dalam Petitumnya, pemohon menyampaikan agar Mahkamah mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya dan membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Wakatobi Nomor 326/PL.02.6-Kpt/7407/KPU-Kab/XII/2020 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Wakatobi Tahun 2020 tanggal 16 Desember 2020 serta memerintahkan Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di 240 TPS yang tersebar di 95 desa/kelurahan dan di delapan kecamatan.