Kendari (ANTARA) - Dinas Tanaman pangan dan Peternakan Sulawesi Tenggara (Sultra), menyebutkan produksi ubi kayu atau singkong di daerah itu sepanjang 2020 sebesar 260.916 ton umbi basah.
"Jumlah produksi ubi kayu tersebut mengalami peningkatan dibanding produksi tahun 2019 hanya mencapai 144.752 ton," kata kepala Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Sultra, Muh Djudul, di Kendari, Senin.
Ia mengatakan, produksi tersebut berasal dari total luas lahan 10.099 hektare yang tersebar pada 17 kabupaten kota se Sultra dan produktivitas rata-rata 258 kuintal per hektare.
"Kabupaten Buton Tengah merupakan penyumbang produksi ubi kayu terbesar di Sultra sebesar 46.086 ton ton, dengan luas lahan tanam 1.296 hektare dengan produktivitas tertinggi pula yakni 355 kuintal per hektare," katanya.
Daerah berikutnya penyumbang produksi ubi kayu terbesar kata Djudul, adalah Kabupaten Konawe Selatan yakni 42,040 ton, menyusul Kabupaten Buton Selatan sebanyak 40.171 ton, Kabupaten Wakatobi 33.753 ton.
Selanjutnya Kabupaten Buton sebanyak 23.181 ton, Kabupaten muna 19.010 ton, Muna barat 12.822 ton, Buton Utara sebanyak 12.547 ton, Konawe Kepulauan 7.595 ton, kolaka 6.815 ton. Konawe 5.930 ton, Kolaka Timur 4.592 ton, Kota kendari 3.294 ton, Kota baubau 914 ton, Konawe Utara 864 ton, Bombana 715 ton dan Kolaka Utara 559 ton.
Dikatakan, selain dikonsumsi langsung dalam bentuk umbi, singkong merupakan salah satu sumber pangan lokal di Sultra yakni yang disebut dengan nama "kasuami" dan "kabuto".
"Ini merupakan pangan alternatif di Sultra yang bisa mengurangi ketergantungan warga Sultra terhadap pangan beras. Sehingga kami terus mendorong petani untuk senantiasa meningkatkan produksinya dalam mendukung diversifikasi pangan," katanya.
Pengembangan ubi kayu kata dia, tidak bisa dipungkiri memiliki sejumlah tantangan seperti bibit unggul bersertifikat, kondisi harga, umur panen panjang, serta produktivitas yang masih perlu ditingkatkan.
"Tapi kita tetap optimistis ubi kayu bisa menjadi komoditas primadona asalkan dikelola dengan baik," pungkasnya.
"Jumlah produksi ubi kayu tersebut mengalami peningkatan dibanding produksi tahun 2019 hanya mencapai 144.752 ton," kata kepala Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Sultra, Muh Djudul, di Kendari, Senin.
Ia mengatakan, produksi tersebut berasal dari total luas lahan 10.099 hektare yang tersebar pada 17 kabupaten kota se Sultra dan produktivitas rata-rata 258 kuintal per hektare.
"Kabupaten Buton Tengah merupakan penyumbang produksi ubi kayu terbesar di Sultra sebesar 46.086 ton ton, dengan luas lahan tanam 1.296 hektare dengan produktivitas tertinggi pula yakni 355 kuintal per hektare," katanya.
Daerah berikutnya penyumbang produksi ubi kayu terbesar kata Djudul, adalah Kabupaten Konawe Selatan yakni 42,040 ton, menyusul Kabupaten Buton Selatan sebanyak 40.171 ton, Kabupaten Wakatobi 33.753 ton.
Selanjutnya Kabupaten Buton sebanyak 23.181 ton, Kabupaten muna 19.010 ton, Muna barat 12.822 ton, Buton Utara sebanyak 12.547 ton, Konawe Kepulauan 7.595 ton, kolaka 6.815 ton. Konawe 5.930 ton, Kolaka Timur 4.592 ton, Kota kendari 3.294 ton, Kota baubau 914 ton, Konawe Utara 864 ton, Bombana 715 ton dan Kolaka Utara 559 ton.
Dikatakan, selain dikonsumsi langsung dalam bentuk umbi, singkong merupakan salah satu sumber pangan lokal di Sultra yakni yang disebut dengan nama "kasuami" dan "kabuto".
"Ini merupakan pangan alternatif di Sultra yang bisa mengurangi ketergantungan warga Sultra terhadap pangan beras. Sehingga kami terus mendorong petani untuk senantiasa meningkatkan produksinya dalam mendukung diversifikasi pangan," katanya.
Pengembangan ubi kayu kata dia, tidak bisa dipungkiri memiliki sejumlah tantangan seperti bibit unggul bersertifikat, kondisi harga, umur panen panjang, serta produktivitas yang masih perlu ditingkatkan.
"Tapi kita tetap optimistis ubi kayu bisa menjadi komoditas primadona asalkan dikelola dengan baik," pungkasnya.