Kendari (ANTARA) - Badan Pertolongan dan Pencarian (Basarnas) Kendari menyatakan telah menangani 33 kecelakaan kapal atau kecelakaan di perairan Sulawesi Tenggara (Sultra) hingga 14 September 2020.
"Untuk tahun ini, mulai Januari hingga September, sudah ada kejadian lebih kurang 33 kecelakaan kapal atau kecelakaan di perairan," kata Kepala Basarnas Kendari Aris Sofingi di sela kegiatan sosialisasi kecelakaan dini dan pelatihan SAR kepada 45 potensi SAR di Kendari, Senin.
Sementara, lanjut Aris, di tahun 2019, pihaknya telah mencatat 75 kecelakaan kapal yang berhasil ditangani.
Menurut Aris, pemberian pertolongan kepada korban kecelakaan kapal di perairan bukan hanya tanggung jawab Basarnas, tetapi seluruh pemangku kepentingan yang ada di Sulawesi Tenggara agar dapat bersinergi dalam melaksanakan tugas kemanusiaan.
"Ini tentu memerlukan tanggung jawab kita bersama, bukan hanya Basarnas saja, tapi seluruh pemangku kepentingan yang ada di Sulawesi Tenggara untuk bersinergi dan bekerja sama dalam melaksanakan tugas kemanusiaan, khususnya penanganan pencarian pertolongan dan penyelamatan terhadap kecelakaan yang terjadi di kapal atau di lautan," ujar Aris.
Aris mengungkapkan selama ini pihaknya sedikit mengalami kendala ketika memberikan pertolongan kepada korban yang mengalami kecelakaan di laut, karena tidak memiliki alat deteksi dini, sehingga pihaknya kesulitan ketika mencari titik lokasi kejadian kecelakaan.
"Kendala yang kami hadapi selama melaksanakan upaya pencarian dan pertolongan atau operasi SAR untuk menentukan lokasi atau titik di mana kejadian itu terjadi, salah satu penyebabnya adalah kapal-kapal nelayan tidak dibekali dengan peralatan komunikasi, peralatan navigasi, sehingga ibarat kita mencari jarum di tumpukan jerami," jelas Aris.
Aris mengatakan saat ini pihaknya telah memberikan sosialisasi cara deteksi dini dan pelatihan SAR kepada 45 orang potensi SAR dari berbagai unsur, baik instansi pemerintah, swasta hingga TNI-Polri untuk menjelaskan bagaimana cara menggunakan alat-alat deteksi dini serta bagaimana standar operasional prosedur (SOP) ketika memberikan pertolongan dan penyelamatan saat terjadi bencana atau kecelakaan.
"Dengan adanya pelatihan sosialisasi deteksi dini kita harapkan banyak masyarakat yang tahu, yang paham dan bisa memiliki peralatan-peralatan dini seperti personel locator beacon (PLB)," pungkasnya.
"Untuk tahun ini, mulai Januari hingga September, sudah ada kejadian lebih kurang 33 kecelakaan kapal atau kecelakaan di perairan," kata Kepala Basarnas Kendari Aris Sofingi di sela kegiatan sosialisasi kecelakaan dini dan pelatihan SAR kepada 45 potensi SAR di Kendari, Senin.
Sementara, lanjut Aris, di tahun 2019, pihaknya telah mencatat 75 kecelakaan kapal yang berhasil ditangani.
Menurut Aris, pemberian pertolongan kepada korban kecelakaan kapal di perairan bukan hanya tanggung jawab Basarnas, tetapi seluruh pemangku kepentingan yang ada di Sulawesi Tenggara agar dapat bersinergi dalam melaksanakan tugas kemanusiaan.
"Ini tentu memerlukan tanggung jawab kita bersama, bukan hanya Basarnas saja, tapi seluruh pemangku kepentingan yang ada di Sulawesi Tenggara untuk bersinergi dan bekerja sama dalam melaksanakan tugas kemanusiaan, khususnya penanganan pencarian pertolongan dan penyelamatan terhadap kecelakaan yang terjadi di kapal atau di lautan," ujar Aris.
Aris mengungkapkan selama ini pihaknya sedikit mengalami kendala ketika memberikan pertolongan kepada korban yang mengalami kecelakaan di laut, karena tidak memiliki alat deteksi dini, sehingga pihaknya kesulitan ketika mencari titik lokasi kejadian kecelakaan.
"Kendala yang kami hadapi selama melaksanakan upaya pencarian dan pertolongan atau operasi SAR untuk menentukan lokasi atau titik di mana kejadian itu terjadi, salah satu penyebabnya adalah kapal-kapal nelayan tidak dibekali dengan peralatan komunikasi, peralatan navigasi, sehingga ibarat kita mencari jarum di tumpukan jerami," jelas Aris.
Aris mengatakan saat ini pihaknya telah memberikan sosialisasi cara deteksi dini dan pelatihan SAR kepada 45 orang potensi SAR dari berbagai unsur, baik instansi pemerintah, swasta hingga TNI-Polri untuk menjelaskan bagaimana cara menggunakan alat-alat deteksi dini serta bagaimana standar operasional prosedur (SOP) ketika memberikan pertolongan dan penyelamatan saat terjadi bencana atau kecelakaan.
"Dengan adanya pelatihan sosialisasi deteksi dini kita harapkan banyak masyarakat yang tahu, yang paham dan bisa memiliki peralatan-peralatan dini seperti personel locator beacon (PLB)," pungkasnya.