Jakarta (ANTARA) - Anggota DPRD DKI Jakarta August Hamonangan mengkritik Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan karena tidak melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam memberlakukan kebijakan rem darurat atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total.
"Sudah jelas sekali aturannya dalam penangan pandemi COVID-19 yaitu pemerintah daerah harus konsultasi, berkoordinasi terlebih dahulu dengan kami (DPRD) dan pemerintah pusat. Faktanya, kami tidak pernah diajak bicara, dan wajar jika beberapa menteri protes dengan sikapnya itu," kata August Hamonangan dalam keterangan tertulisnya, Jumat.
Meski demikian August mengatakan DPRD tetap mendukung kebijakan PSBB total yang akan dilakukan mulai Senin (14/9), namun sikap Pemprov DKI yang tidak berkoordinasi tentu tidak dapat dibenarkan.
August mengatakan seharusnya DPRD dilibatkan untuk mengukur dampak PSBB ke sektor-sektor lainnya.
Ia mencontohkan untuk sektor ekonomi pengambilan keputusan PSBB total yang dilakukan di DKI Jakarta tentu tidak hanya berdampak pada ekonomi Jakarta namun di wilayah Indonesia lainnya.
"Sampai saat ini Jakarta masih berstatus sebagai ibu kota negara. Apa yang terjadi di Jakarta akan berimplikasi ke daerah lain," ujar August.
Ia menilai keputusan Anies menerapkan kebijakan PSBB kembali hanya untuk pencitraan politik.
"Kami menolak karena Pemprov DKI tidak transparansi,"ujar August.
Sebelumnya,pada Rabu (9/9), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi "menginjak rem darurat" yang mencabut kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi dan memberlakukan kembali PSBB total.
"Dengan melihat keadaan darurat ini di Jakarta, tidak ada pilihan lain selain keputusan untuk tarik rem darurat. Artinya kita terpaksa memberlakukan PSBB seperti awal pandemi. inilah rem darurat yang harus kita tarik," kata Anies dalam keterangan pers yang disampaikan di Balai Kota Jakarta.
Alasan Anies untuk mengambil keputusan tersebut bagi Jakarta, karena tiga indikator yang sangat diperhatikan oleh Pemprov DKI Jakarta yaitu tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU khusus COVID-19 dan tingkat kasus positif di Jakarta.
"Sudah jelas sekali aturannya dalam penangan pandemi COVID-19 yaitu pemerintah daerah harus konsultasi, berkoordinasi terlebih dahulu dengan kami (DPRD) dan pemerintah pusat. Faktanya, kami tidak pernah diajak bicara, dan wajar jika beberapa menteri protes dengan sikapnya itu," kata August Hamonangan dalam keterangan tertulisnya, Jumat.
Meski demikian August mengatakan DPRD tetap mendukung kebijakan PSBB total yang akan dilakukan mulai Senin (14/9), namun sikap Pemprov DKI yang tidak berkoordinasi tentu tidak dapat dibenarkan.
August mengatakan seharusnya DPRD dilibatkan untuk mengukur dampak PSBB ke sektor-sektor lainnya.
Ia mencontohkan untuk sektor ekonomi pengambilan keputusan PSBB total yang dilakukan di DKI Jakarta tentu tidak hanya berdampak pada ekonomi Jakarta namun di wilayah Indonesia lainnya.
"Sampai saat ini Jakarta masih berstatus sebagai ibu kota negara. Apa yang terjadi di Jakarta akan berimplikasi ke daerah lain," ujar August.
Ia menilai keputusan Anies menerapkan kebijakan PSBB kembali hanya untuk pencitraan politik.
"Kami menolak karena Pemprov DKI tidak transparansi,"ujar August.
Sebelumnya,pada Rabu (9/9), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi "menginjak rem darurat" yang mencabut kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi dan memberlakukan kembali PSBB total.
"Dengan melihat keadaan darurat ini di Jakarta, tidak ada pilihan lain selain keputusan untuk tarik rem darurat. Artinya kita terpaksa memberlakukan PSBB seperti awal pandemi. inilah rem darurat yang harus kita tarik," kata Anies dalam keterangan pers yang disampaikan di Balai Kota Jakarta.
Alasan Anies untuk mengambil keputusan tersebut bagi Jakarta, karena tiga indikator yang sangat diperhatikan oleh Pemprov DKI Jakarta yaitu tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU khusus COVID-19 dan tingkat kasus positif di Jakarta.