Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog Tim Pakar Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Dr Dewi Nur Aisyah mengungkapkan selama periode transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta ada 3.567 kasus positif temuan di lapangan.
Masa PSBB transisi di DKI Jakarta dimaksud berlangsung sejak 4 Juni hingga 26 Juli 2020.
"Ternyata sebanyak 3.567 kasus atau setara 28 persen merupakan 'active case findings' atau aktif kita cari ke lapangan misalnya turun ke pasar, perkantoran, rumah ibadah dan sebagainya," kata Dewi di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan 3.567 kasus tersebut merupakan orang-orang yang dicari hingga ke lapangan oleh tim medis dan tidak memiliki gejala namun positif COVID-19 setelah diperiksa.
Kemudian tim medis juga menemukan 3.694 kasus atau setara 29 persen dari hasil "contact tracing" atau penelusuran orang yang telah diketahui terinfeksi virus sebelumnya.
"Ini bentuk aktifnya surveilans berjalan ," katanya.
Sedangkan orang atau pasien yang aktif datang sendiri ke rumah sakit lalu diperiksa terdapat 5.477 kasus atau 43 setara persen, ujar dia.
Ia mengatakan tingginya peningkatan atau temuan kasus COVID-19 di Tanah Air karena aktifnya tenaga surveilans dan penelusuran yang dilakukan oleh tim medis di lapangan.
Jika merujuk keseluruhan kontribusi kasus, klaster pasien rumah sakit masih penyumbang terbanyak sekitar 42,95 persen. Selanjutnya pasien di komunitas atau hasil penelusuran yakni 39,19 persen.
Selain itu, para anak buah kapal dan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang balik ke Indonesia juga turut menyumbang sebanyak 5,88 persen kasus.
"Pasar peringkat keempat yaitu 4,35 persen dan perkantoran 3,60 persen," ujar Dr Dewi.
Masyarakat, ujar dia, harus memahami selama masa transisi PSBB, perkantoran menyumbangkan kontribusi kasus sebesar 3,60 persen untuk keseluruhan kasus positif di DKI Jakarta.
"Selain klaster itu, pegawai di rumah sakit, puskesmas, kegiatan keagamaan, panti dan rutan turut menyumbang angka positif namun cukup kecil," katanya.
Masa PSBB transisi di DKI Jakarta dimaksud berlangsung sejak 4 Juni hingga 26 Juli 2020.
"Ternyata sebanyak 3.567 kasus atau setara 28 persen merupakan 'active case findings' atau aktif kita cari ke lapangan misalnya turun ke pasar, perkantoran, rumah ibadah dan sebagainya," kata Dewi di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan 3.567 kasus tersebut merupakan orang-orang yang dicari hingga ke lapangan oleh tim medis dan tidak memiliki gejala namun positif COVID-19 setelah diperiksa.
Kemudian tim medis juga menemukan 3.694 kasus atau setara 29 persen dari hasil "contact tracing" atau penelusuran orang yang telah diketahui terinfeksi virus sebelumnya.
"Ini bentuk aktifnya surveilans berjalan ," katanya.
Sedangkan orang atau pasien yang aktif datang sendiri ke rumah sakit lalu diperiksa terdapat 5.477 kasus atau 43 setara persen, ujar dia.
Ia mengatakan tingginya peningkatan atau temuan kasus COVID-19 di Tanah Air karena aktifnya tenaga surveilans dan penelusuran yang dilakukan oleh tim medis di lapangan.
Jika merujuk keseluruhan kontribusi kasus, klaster pasien rumah sakit masih penyumbang terbanyak sekitar 42,95 persen. Selanjutnya pasien di komunitas atau hasil penelusuran yakni 39,19 persen.
Selain itu, para anak buah kapal dan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang balik ke Indonesia juga turut menyumbang sebanyak 5,88 persen kasus.
"Pasar peringkat keempat yaitu 4,35 persen dan perkantoran 3,60 persen," ujar Dr Dewi.
Masyarakat, ujar dia, harus memahami selama masa transisi PSBB, perkantoran menyumbangkan kontribusi kasus sebesar 3,60 persen untuk keseluruhan kasus positif di DKI Jakarta.
"Selain klaster itu, pegawai di rumah sakit, puskesmas, kegiatan keagamaan, panti dan rutan turut menyumbang angka positif namun cukup kecil," katanya.