Kendari (ANTARA) - Prajurit Batalyon Infanteri (Yonif) 725/Woroagi memanfaatkan lahan kosong atau lahan yang tidak produktif untuk membudidayakan tanaman Porang di Markas Komando (Mako) Yonif 725/Wrg, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Komandan Yonif (Danyonif) 725/Wrg, Mayor Inf Muhammad Amin mengatakan pihaknya memiliki lahan yang cukup luas, dimana diantaranya sekitar 14 hektare digunakan untuk perkantoran maupun perumahan dinas, dan sisanya sekitar 36 hektare adalah lahan yang tidak produktif.
"Kita akan tanam porang di lahan Mako Yonif 725, yang tadinya lahan ini tidak produktif, kita coba untuk buatkan kebun, karena di asrama Mako Yonif sendiri ini kurang lebih luasnya sekitar 50 hektare, 14 hektare digunakan untuk perumahan maupun perkantoran, sisanya 36 hektare ini yang kita manfaatkan untuk berkebun. Membudidayakan Porang maupun tanaman lainnya termasuk ternak-ternak sapi dan ayam," kata Danyonif, Danyonif
Menurut Danyonif, selain memanfaatkan lahan Mako Yonif 725/Wrg yang tidak produktif. Tanaman Porang memiliki peluang yang besar untuk di ekspor ke luar negeri dan juga memiliki banyak manfaat.
"Porang ini adalah tanaman sejenis umbi-umbian, kemudian berdasarkan informasi yang kami dapatkan Porang ini diekspor ke negeri Jepang, China maupun ke Arab Saudi, ini gunanya bisa dijadikan sebagai bahan kosmetik, tepung maupun bisa digunakan sebagai obat," ujar Mayor Amin.
Prajurit Yonif 725/Wrg saat menanam tanaman Porang di lahan Mako Yonif 725/Wrg, Sabtu (4/7/2020). (ANTARA/HO-Yonif 725/wrg)
Mayor Amin berharap dengan adanya budidaya tanaman Porang yang dilakukan oleh prajurit Yonif 725/Wrg juga bisa diikuti oleh masyarakat khususnya yang berada di sekitar Mako Yonif 725/Wrg.
"Harga Porang bisa mencapai Rp2.500 untuk satu umbi dengan berat 4 kilogram, pada lahan 1 hektar bisa ditanam sebanyak 6.000 bibit, sehingga bisa menghasilkan 24 ton/hektare, yakni dengan penghitungan 6.000 dikalikan 4 kilogram," ujarnya.
"Dengan demikian, maka dalam hitungan kasar, jika satu hektare bisa menghasilkan 24 ton, dan dikalikan dengan harga Rp2.500/kilogram, kurang lebih bisa menghasilkan Rp60 juta," katanya.*
Komandan Yonif (Danyonif) 725/Wrg, Mayor Inf Muhammad Amin mengatakan pihaknya memiliki lahan yang cukup luas, dimana diantaranya sekitar 14 hektare digunakan untuk perkantoran maupun perumahan dinas, dan sisanya sekitar 36 hektare adalah lahan yang tidak produktif.
"Kita akan tanam porang di lahan Mako Yonif 725, yang tadinya lahan ini tidak produktif, kita coba untuk buatkan kebun, karena di asrama Mako Yonif sendiri ini kurang lebih luasnya sekitar 50 hektare, 14 hektare digunakan untuk perumahan maupun perkantoran, sisanya 36 hektare ini yang kita manfaatkan untuk berkebun. Membudidayakan Porang maupun tanaman lainnya termasuk ternak-ternak sapi dan ayam," kata Danyonif, Danyonif
Menurut Danyonif, selain memanfaatkan lahan Mako Yonif 725/Wrg yang tidak produktif. Tanaman Porang memiliki peluang yang besar untuk di ekspor ke luar negeri dan juga memiliki banyak manfaat.
"Porang ini adalah tanaman sejenis umbi-umbian, kemudian berdasarkan informasi yang kami dapatkan Porang ini diekspor ke negeri Jepang, China maupun ke Arab Saudi, ini gunanya bisa dijadikan sebagai bahan kosmetik, tepung maupun bisa digunakan sebagai obat," ujar Mayor Amin.
Mayor Amin berharap dengan adanya budidaya tanaman Porang yang dilakukan oleh prajurit Yonif 725/Wrg juga bisa diikuti oleh masyarakat khususnya yang berada di sekitar Mako Yonif 725/Wrg.
"Harga Porang bisa mencapai Rp2.500 untuk satu umbi dengan berat 4 kilogram, pada lahan 1 hektar bisa ditanam sebanyak 6.000 bibit, sehingga bisa menghasilkan 24 ton/hektare, yakni dengan penghitungan 6.000 dikalikan 4 kilogram," ujarnya.
"Dengan demikian, maka dalam hitungan kasar, jika satu hektare bisa menghasilkan 24 ton, dan dikalikan dengan harga Rp2.500/kilogram, kurang lebih bisa menghasilkan Rp60 juta," katanya.*