Kendari (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengimbau seluruh warga di kota itu agar menjaga kebersihan saat musim penghujan demi mencegah terkenanya penyakit demam berdarah dengue (DBD).
"Masyarakat Kota Kendari kini tengah dihadapkan berbagai penyakit mematikan. Tak hanya corona virus disease atau COVID-19, namun penyakit mematikan yang tak kalah berbahaya adalah demam berdarah dengue (DBD)," kata Kepala Dinkes Kendari, dr. Rahminingrum di Kendari, Selasa.
Rahminingrum menyampaikan bahwa dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, pihaknya mencatat sebanyak 288 kasus DBD ada di Kota Kendari, dengan angka kematian sebanyak 5 kasus.
"Mudah-mudahan masyarakat sadar, bahwa saat ini Kota Kendari bukan hanya berperang melawan COVID-19, tapi ada penyakit lain yang lebih berisiko setiap saat mengancam masyarakat kita, yaitu DBD," tutur Rahminingrum.
Selain itu, Rahminingrum menyampaikan bahwa kasus DBD terbanyak di Kota Kendari tersebar di tiga kecamatan sebagai daerah yang rawan terkena DBD, yakni Kecamatan Poasia, Lepolepo, dan Puuwatu.
"Tiga daerah itu memang langganan terjangkit DBD, dan itu sudah sering terjadi dari tahun ke tahun. Penyebabnya bermacam-macam bisa karena kebersihan wilayahnya dari genangan air, dan kesedaran masyarakatnya akan 3 M yaitu menguras, menutup, dan mengubur masih kurang," ungkapnya.
Rahminingrum mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini tengah kekurangan bubuk abate atau racun pembasmi larva sehingga sedikit memperhambat kegiatan membasmi atau mengontrol penyakit demam berdarah, malaria, ataupun penyakit yang disebabkan oleh nyamuk.
"Abate cukup lama, sepertinya tahun ini belum ada abate, Karena biasanya kalau kita mau dapatkan abate harus dari Kementerian. Tapi sampai sekarang pun belum ada dan masih kosong," jelas dia.
"Masyarakat Kota Kendari kini tengah dihadapkan berbagai penyakit mematikan. Tak hanya corona virus disease atau COVID-19, namun penyakit mematikan yang tak kalah berbahaya adalah demam berdarah dengue (DBD)," kata Kepala Dinkes Kendari, dr. Rahminingrum di Kendari, Selasa.
Rahminingrum menyampaikan bahwa dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, pihaknya mencatat sebanyak 288 kasus DBD ada di Kota Kendari, dengan angka kematian sebanyak 5 kasus.
"Mudah-mudahan masyarakat sadar, bahwa saat ini Kota Kendari bukan hanya berperang melawan COVID-19, tapi ada penyakit lain yang lebih berisiko setiap saat mengancam masyarakat kita, yaitu DBD," tutur Rahminingrum.
Selain itu, Rahminingrum menyampaikan bahwa kasus DBD terbanyak di Kota Kendari tersebar di tiga kecamatan sebagai daerah yang rawan terkena DBD, yakni Kecamatan Poasia, Lepolepo, dan Puuwatu.
"Tiga daerah itu memang langganan terjangkit DBD, dan itu sudah sering terjadi dari tahun ke tahun. Penyebabnya bermacam-macam bisa karena kebersihan wilayahnya dari genangan air, dan kesedaran masyarakatnya akan 3 M yaitu menguras, menutup, dan mengubur masih kurang," ungkapnya.
Rahminingrum mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini tengah kekurangan bubuk abate atau racun pembasmi larva sehingga sedikit memperhambat kegiatan membasmi atau mengontrol penyakit demam berdarah, malaria, ataupun penyakit yang disebabkan oleh nyamuk.
"Abate cukup lama, sepertinya tahun ini belum ada abate, Karena biasanya kalau kita mau dapatkan abate harus dari Kementerian. Tapi sampai sekarang pun belum ada dan masih kosong," jelas dia.