Jakarta (ANTARA) - Korban tewas akibat banjir dan tanah longsor di China bagian selatan mencapai 20 orang, sedangkan beberapa warga lainnya masih belum diketahui keberadaannya.
Banjir dan tanah longsor yang disebabkan oleh hujan deras sejak Selasa (9/6) malam telah berdampak pada 2,63 juta jiwa warga di 11 provinsi dan daerah otonomi setingkat provinsi, demikian data Kementerian Penanggulangan Bencana China (MOEM), Jumat.
Banjir tersebut memaksa 228 ribu jiwa mengungsi dan 1.300 unit rumah warga rusak parah hingga menyebabkan kerugian ekonomi secara langsung mencapai 4 miliar yuan atau sekitar Rp8,047 triliun.
Di Daerah Otomomi Guangxi saja sebanyak enam orang tewas dan satu hilang setelah diguyur hujan dalam beberapa hari terakhir.
Di provinsi yang berbatasan langsung dengan Vietnam itu, hampir 1,3 juta warga terkena dampak bencana, sebanyak 195.800 jiwa diungsikan.
Cuaca ekstrem terjadi di provinsi yang memiliki daya tarik wisata yang belum pulih betul dari serangan COVID-19.
Di Kabupaten Yangshuo yang terkenal akan keindahan perbukitan karst dan pemandangan sungainya menyebabkan beberapa wisatawan dievakuasi dengan menggunakan rakit bambu.
Pemerintah kabupaten setempat melaporkan bahwa 1.000 unit hotel dan penginapan serta 5.000 toko cenderamata tergenang banjir. Lebih dari 30 objek wisata rusak.
"Kerugian yang saya alami mencapai 3 juta yuan (Rp6,035 miliar), tapi tidak ada satu pun tamu kami yang terluka," kata Zhang Ting, pemilik penginapan, yang kamar-kamarnya terendam air setinggi 1 meter, seperti dikutip Xinhua.
Di Provinsi Hunan, sedikitnya 13 orang tewas akibat bencana tersebut. Pemerintah daerah setempat menyebutkan 321.000 orang di 21 kabupaten/kota terdampak.
Banjir juga terjadi di Provinsi Guangdong, Provinsi Guizhou, dan Provinsi Jiangxi.
Di Guizhou, delapan orang tidak diketahui nasibnya.
Banjir dan tanah longsor yang disebabkan oleh hujan deras sejak Selasa (9/6) malam telah berdampak pada 2,63 juta jiwa warga di 11 provinsi dan daerah otonomi setingkat provinsi, demikian data Kementerian Penanggulangan Bencana China (MOEM), Jumat.
Banjir tersebut memaksa 228 ribu jiwa mengungsi dan 1.300 unit rumah warga rusak parah hingga menyebabkan kerugian ekonomi secara langsung mencapai 4 miliar yuan atau sekitar Rp8,047 triliun.
Di Daerah Otomomi Guangxi saja sebanyak enam orang tewas dan satu hilang setelah diguyur hujan dalam beberapa hari terakhir.
Di provinsi yang berbatasan langsung dengan Vietnam itu, hampir 1,3 juta warga terkena dampak bencana, sebanyak 195.800 jiwa diungsikan.
Cuaca ekstrem terjadi di provinsi yang memiliki daya tarik wisata yang belum pulih betul dari serangan COVID-19.
Di Kabupaten Yangshuo yang terkenal akan keindahan perbukitan karst dan pemandangan sungainya menyebabkan beberapa wisatawan dievakuasi dengan menggunakan rakit bambu.
Pemerintah kabupaten setempat melaporkan bahwa 1.000 unit hotel dan penginapan serta 5.000 toko cenderamata tergenang banjir. Lebih dari 30 objek wisata rusak.
"Kerugian yang saya alami mencapai 3 juta yuan (Rp6,035 miliar), tapi tidak ada satu pun tamu kami yang terluka," kata Zhang Ting, pemilik penginapan, yang kamar-kamarnya terendam air setinggi 1 meter, seperti dikutip Xinhua.
Di Provinsi Hunan, sedikitnya 13 orang tewas akibat bencana tersebut. Pemerintah daerah setempat menyebutkan 321.000 orang di 21 kabupaten/kota terdampak.
Banjir juga terjadi di Provinsi Guangdong, Provinsi Guizhou, dan Provinsi Jiangxi.
Di Guizhou, delapan orang tidak diketahui nasibnya.