Kendari (ANTARA) - Pengamat Politik di Provinsi Sulawesi Tenggara Dr Najib Husain menilai pemerintah harus punya political will atau basis keyakinan publik terhadap pemerintah terkait nasib buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat dampak dari adanya wabah virus corona (COVID-19).

Menurut Najib, peringatan hari buruh di tahun 2020 penuh dengan cobaan karena salah satu dampak dari pendemi corona adalah banyak buruh yang di PHK. Sehingga ia menyampaikan hal yang harus dilakukan oleh pemerintah agar nasib buruh yang dirumahkan atau di PHK bisa terjamin dengan mengalokasikan bantuan-bantuan sosial kepada mereka para buruh. 

"Perlu ada political will dari pemerintah untuk mengalokasi bantuan-bantuan sosial bagi buruh yang di PHK sebagai pertambahan jumlah orang miskin sebagai dampak pendemi (virus) corona," kata Najib saat diwawancara via WhatsApp, di Kendari, Jumat.

Selain itu, ia berpendapat bahwa pemerintah juga harus tegas kepada perusahaan yang melalukan PHK kepada buruh agar tetap memberikan pesangon minimal tiga bulan gaji.

Akademisi Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari ini menilai, meskipun para buruh tidak melakukan aksi atau demo besar-besaran, tetapi pemerintah harus punya perhatian besar yang ditunjukkan terhadap nasib buruh dan keluarganya.

"Misalnya ada kebijakan yang dikeluarkan pemerintah baik pusat maupun daerah kepada keluarga serta anak-anak buruh yang akan masuk sekolah dengan memberikan beasiswa, supaya momemtum kegembiraan hari buruh hari ini disaat pendemi corona tidak menjadi hari kelabu," ungkapnya.

Sementara itu, saat ditanyakan terkait adanya rencana kedatangan 500 TKA asal China di Provinsi Sulawesi Tenggara yang bekerja di perusahaan tambang PT VDNI dan PT OSS, Najib menilai bahwa hal itu sebuh langkah yang keliru dari pemerintah dan sangat menunjukkan pemerintah tidak konsisten dalam melaksanakan aturan melarang mudik masyarakat, tapi mau menerima TKA dari China serta tidak punya rasa kepedulian sosial terhadap tenaga kerja Indonesia yang kehilangan pekerjaan dan lebih memperhatikan tenaga kerja asing.

"Ini sangat bertentangan dengan amanah konstitusi dan Pancasila. Sehingga sewajarnya pemerintah pusat mau mendegar masukan dari pemerintah Sultra baik dari Legislatif dan Eksekutif untuk menolak kedatangan mereka," pungkasnya.

Pewarta : Muhammad Harianto
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024