Kendari (ANTARA) - Program kegiatan revitalisasi pertanian sub program revitalisasi kakao yang selama ini menjadi program unggulan pemerintah Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) Sulawesi Tenggara mencatat bahwa melalui tanaman sela khususnya jagung berhasil menaikkan pendapatan masyarakat di daerah itu.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kolaka Utara, Sablin melalui keterangan tertulis, Senin menyatakan, berdasarkan pengamatan dan hasil kerja BPS melalui sistem pengukuran produktivitas pertanian khususnya sektor tanaman sela telah berhasil mendongkrak pendapatan masyarakat Kolut.
"Jadi, tanaman sela khususnya jagung inilah yang mendongkrak dan menopang pendapatan masyarakat Kolut selama produksi kakao belum berhasil. Luar biasa peningkatannya dibanding tahun-tahun yang lalu dan puncak produksinya itu di tahun 2018 dengan luas panen 13.848,30 hektar dengan produksi 83.828,22 ton," katanya.
Menurut Sablin, peningkatan produktivitas jagung ini, baru nampak setelah Pemkab Kolut mencanangkan program revitalisasi kakao dan menjadikan jagung sebagai tanaman sela untuk menopang perekonomian petani selama kakao belum bisa dipanen.
"Berdasarkan hasil ubinan kami tahun 2018 untuk mengukur produksi jagung petani per hektar, itu rata-rata produksinya sampai 6 ton. Bahkan 2019 ada yang mencapai 9 ton per hektar," katanya.
Baca juga: Pemda diminta kawal petani tingkatkan produksi jagung
Sablin menghitung, jika masyarakat menanam jagung dengan luas satu hektar dan produksi 6 ton per rumah tangga untuk satu kali panen, dengan harga terendah misalnya Rp3.000/kg berarti petani bisa menghasilkan uang Rp18 juta perempat bulan. Kalau masyarakat menanam minimal dua kali per tahun, maka mereka bisa mendapatkan pemasukan dari tanaman sela ini sebanyak Rp36 juta per tahun.
"Tidak usah satu hektar, setengah hektar saja dengan produksi 3 ton itu sudah bisa menghasilkan Rp18 juta per tahun dan penghasilan ini tidak pernah ada sebelumnya," katanya.
Sementara untuk data 2019 belum bisa diumumkan, tapi berdasarkan ubinan yang telah dilakukan BPS Kolaka Utara, produksi jagung di tahun 2019 hasilnya tidak jauh berbeda dengan 2018.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kolaka Utara, Sablin melalui keterangan tertulis, Senin menyatakan, berdasarkan pengamatan dan hasil kerja BPS melalui sistem pengukuran produktivitas pertanian khususnya sektor tanaman sela telah berhasil mendongkrak pendapatan masyarakat Kolut.
"Jadi, tanaman sela khususnya jagung inilah yang mendongkrak dan menopang pendapatan masyarakat Kolut selama produksi kakao belum berhasil. Luar biasa peningkatannya dibanding tahun-tahun yang lalu dan puncak produksinya itu di tahun 2018 dengan luas panen 13.848,30 hektar dengan produksi 83.828,22 ton," katanya.
Menurut Sablin, peningkatan produktivitas jagung ini, baru nampak setelah Pemkab Kolut mencanangkan program revitalisasi kakao dan menjadikan jagung sebagai tanaman sela untuk menopang perekonomian petani selama kakao belum bisa dipanen.
"Berdasarkan hasil ubinan kami tahun 2018 untuk mengukur produksi jagung petani per hektar, itu rata-rata produksinya sampai 6 ton. Bahkan 2019 ada yang mencapai 9 ton per hektar," katanya.
Baca juga: Pemda diminta kawal petani tingkatkan produksi jagung
Sablin menghitung, jika masyarakat menanam jagung dengan luas satu hektar dan produksi 6 ton per rumah tangga untuk satu kali panen, dengan harga terendah misalnya Rp3.000/kg berarti petani bisa menghasilkan uang Rp18 juta perempat bulan. Kalau masyarakat menanam minimal dua kali per tahun, maka mereka bisa mendapatkan pemasukan dari tanaman sela ini sebanyak Rp36 juta per tahun.
"Tidak usah satu hektar, setengah hektar saja dengan produksi 3 ton itu sudah bisa menghasilkan Rp18 juta per tahun dan penghasilan ini tidak pernah ada sebelumnya," katanya.
Sementara untuk data 2019 belum bisa diumumkan, tapi berdasarkan ubinan yang telah dilakukan BPS Kolaka Utara, produksi jagung di tahun 2019 hasilnya tidak jauh berbeda dengan 2018.