Kendari (ANTARA) - Budaya-budaya yang ada sekarang sudah mulai bergeser sehingga dibutuhkan reaktualisasi atau penyegaran/perbaikan budaya agar warisan budaya itu tetap aktual sehingga bisa menjadi warisan dan benteng pertahanan identitas atau tradisi kita selanjutnya, kata Plt. Kepala Dinas pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tenggara Asrun Lio,

"Reaktualisasi budaya ini sangat penting karena kita melihat budaya-budaya yang ada sekarang sudah mulai bergeser, apalagi sekarang kita menghadapi era industri 4.0 dan perilaku manusia itu mudah berubah," katanya pada seminar dalam rangka mereaktualisasikan kebudayaan Buton dan Muna yang berlangsung di gedung aula dinas pendidikan dan kebudayaan, Kendari, Selasa.

Ada tiga aspek yang akan dilakukan dalam mereaktualisasi budaya Buton dan Muna yaitu, menjaga kembali, mengembangkan kembali dan melestarikannya.

"Dari ketiga Aspek tersebut tentu saja ada tindakan-tindakan produktif dan kreatif yang kita lakukan, apalagi melihat perkembangan arus globalisasi itu mempengaruhi perilaku-perilaku manusia itu sendiri," kata Asrun yang juga dosen bahasa Inggris FKIP UHO tersebut.

Asrun Lio yang didampingi Kepala UPTD Museum dan Taman Budaya Dody Syahrulsyah berharap, hasil kegiatan seminar reaktualisasi budaya Buton dan Muna ini dapat melahirkan satu pemahaman yang baik dan minimal bisa masuk dalam materi pokok dalam proses belajar baik ditingkat sekolah menengah umum, kejuruan maupun di tataran perguruan tinggi.

Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Dr.Akhmad Mahradi, mengatakan sekiranya memang warisan budaya di Sulawesi Tenggara itu paling banyak di Muna dan Buton dan sudah menjadi peran seorang akademisi dan tokoh-tokoh adat, untuk melestarikan kebudayaan tersebut.

"Dalam menghadapi globalisasi dan revolusi 4.0 kita harus ikut serta berperan mengaktualisasikan budaya kita supaya bisa menjadi warisan dari generasi ke generasi," katanya.

Akhmad Marhadi juga mengatakan hal ini sudah direalisasikan dan beliau akan membuat kajian study tentang budaya Buton, Muna, Tolaki, Mekongga dan Moronene.


Sementara itu, pakar ilmu budaya UHO, Prof Dr Laniampe mengatakan bahwa mempelajari masalah adat istiadat suatu budaya baik itu Buton, Muna dan etnis lainnya jangan sepenggal-penggal tetapi harus dicermati secara keseluruhan.

Ia mengatakan, membahas masalah kebudayaan tidak sama dengan mengolah tambang semakin diolah maka lambat laun akan terkuras habis, tetapi kebudayaan setiap didiskusikan maka akan melahirkan satu ide dan gagasan yang baik.

"Artinya berbicara masalah kebudayaan tentu ada tiga aspek yang harus kita ketahui yakni membicarakan masa lalu, masa sekarang dan tentu masa yang akan datang," tuturnya.


.  

Pewarta : Sucia Armadani/Buyung
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024