Kendari (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis menguat tipis menjadi Rp14.194 per dolar AS, seiring tensi politik dalam negeri yang diperkirakan mulai kondusif.
"Tensi politik dalam negeri mulai menurun. Terpilihnya Puan Maharani sebagai Ketua DPR sedikit meredakan pasar, sehingga ke depan tidak ada lagi gesekan antara pemerintah dan DPR," kata Direktur Utama Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi di Jakarta, Kamis.
Di samping itu, lanjut dia, Bank Indonesia juga diperkirakan masih melakukan intervensi di pasar valuta asing (valas) dan obligasi dalam perdagangan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
DNDF merupakan transaksi derivatif valas terhadap rupiah yang standar (plain vanilla) berupa transaksi forward (berjangka) dengan mekanisme fixing yang dilakukan di pasar domestik.
Ia memproyeksikan pada perdagangan Kamis (3/10) ini, rupiah masih terbuka peluang untuk melanjutkan penguatan meski terbatas, di kisaran Rp14.165-Rp14.205 per dolar AS.
Kepala Riset Valbury Asia Future Lukman Leong menambahkan apresiasi rupiah juga sedikit terbantu oleh data tenaga kerja AS yang di bawah ekspektasi yang akhirnya memicu tekanan terhadap dolar AS di pasar global.
Berdasarkan Automatic Data Processing (ADP), jumlah tenaga kerja di sektor swasta di Amerika Serikat di bulan September sebanyak 135.000, pertumbuhan itu sedikit lebih buruk dari estimasi pasar untuk kenaikan 140.000.
Kendati demikian, menurut dia, apresiasi rupiah juga relatif tertahan menyusul keyakinan The Fed bahwa ekonomi AS masih cukup baik.
"Keyakinan The Fed itu mengindikasikan tidak akan menurunkan suku bunga lebih lanjut pada tahun ini," kata Lukman Leong.
Pergerakan rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi pukul 10.00 WIB bergerak menguat sebesar enam poin atau 0,04 persen menjadi Rp14.189 per dolar AS dibanding posisi sebelumnya Rp14.195 per dolar AS.