Makassar (ANTARA) - Organisasi Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) bersama simpul Serikat Rakyat Miskin Kota Makassar dan elemen mahasiswa menggelar aksi menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan di kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.

"Kenaikan iuran dua kali lipat tersebut akan membebani rakyat dan APBN. Sementara faktanya berbanding terbalik, direksi dan dewan pengawas malah justru menikmati kenaikan gaji dua kali lipat," papar Ketua SRMI Pusat, Wahida Baharuddin Upa, di kantor dewan setempat, Kamis.

Ia menyebutkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dijalankan BPJS Kesehatan terus mengalami defisit. Tidak tanggung-tanggung defisit hingga akhir Agustus 2019 mencapai Rp14 triliun lebih, bahkan diprediksi akan mencapai Rp32,84 triliun hingga akhir tahun.



Tidak hanya defisit terjadi sekali, ungkap Nurhida, berdasarkan data yang dihimpun pada 2014 mencapai Rp3,3 triliun, disusul 2015, sebesar Rp5,7 triliun, tahun 2016, sebesar Rp9,7 triliun, pada tahun 2017 mencapai 16,5 triliun dan akhir tahun 2019 diprediksi naik menjadi 32,84 triliun.

Alasan defisit inilah menjadi keanehan, karena tidak masuk akal, selain membebani APBN, juga di duga kuat adanya aroma perbuatan korupsi pada program tersebut.

"Kami tidak hanya menolak kenaikan iuran, tapi mendesak Pemerintah Pusat melakukan evaluasi mengapa terus mengalami defisit, selanjutnya mengaudit yang benar dari tingkat Faskes sampai rujukan ke rumah sakit, sebab, ada dugaan perbuatan korupsi didalamnya," ungkap aktivis perempuan itu.

Wahida mengungkapkan, jaminan sosial di Indonesia bukan hal baru, sebelum JKN, ada program Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) diselenggarakan PT ASKES, namun belakangan bermasalah karena terjadi korupsi. Selanjutnya diubah menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).

Dan tahun 2014 berubah lagi menjadi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dikelola dua asuransi besar yakni ASKES dan Jamsostek. Hingga akhirnya menjadi JKN melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan.



"Untuk itu kami menyatakan sikap menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Evaluasi sistem BPJS. Audit penyelenggaran JKN.Tolak sistem layanan kesehatan berasuransi dan kembalikan program Jamkesmas yang dikelola langsung negara," tegasnya.

Aksi yang didominasi ibu-ibu tersebut sebelumnya berlangsung di bawah jembatan layang dan dilanjutkan di kantor DPRD Sulsel. Aksi mereka diterima dua legislator yakni M Amran Aminullah dari Fraksi PPP dan Wawan Mattaliu dari Fraksi Hanura.

Arman mengatakan, aspirasi ini akan disampaikan ke pimpinan dan mendukung penolakan kenaikan iuran BPJS, selanjutnya akan bersurat ke DPR terkait dengan sikap DPRD Sulsel menolak kenaikan iuran tersebut.

"Seharusnya yang dinaikkan iurannya khusus bagi masyarakat menengah ke atas, bukan menengah atau ke bawah. Jelas itu akan membebani keuangan negara. Tentu perlu audit untuk mengetahui penggunaan anggaran, jangan sampai ada dugaan korupsi disitu," ungkap dia.

Sementara Wawan menambahkan bahwa seharusnya kenaikan itu dibicarakan dulu, atau mengevaluasi DNA mengaudit program JKN sebab bila diteruskan akan membebani keuangan negara baik itu APBN maupun APBD melalui sharing anggaran 40-60 di provinsi dan kabupaten kota.


 

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : M Sharif Santiago
Copyright © ANTARA 2024