Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia dan Malaysia berkomitmen untuk segera menyelesaikan proses peninjauan kembali perjanjian Perdagangan Lintas Batas atau Border Trade Agreement (BTA) 1970 dengan menggelar pembahasan putaran ke-enam di Penang, Malaysia, pada 15-16 Agustus 2019.
Kemendag berkomitmen penuh segera menyelesaikan proses peninjauan pada perjanjian perdagangan lintas batas tersebut, kata Direktur Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini lewat keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa.
Menurut Made, perjanjian perdagangan lintas batas (BTA) yang ditandatangani pada 1970 tidak cukup mengakomodasi aktivitas perdagangan di kawasan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia yang semakin kompleks dan berkembang
Perundingan ini merupakan kelanjutan pembahasan putaran sebelumnya yang berlangsung di Yogyakarta pada 23 November 2017.
Made memimpin Delegasi Indonesia (Delri), sedangkan Delegasi Malaysia dipimpin Direktur Senior Integrasi Ekonomi ASEAN Kementerian Industri dan Perdagangan Internasional Mohd Zahid Abdullah.
Made menjelaskan, langkah konkret Kemendag untuk turut bersinergi membangun dari perbatasan secara progresif diwujudkan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2019 tentang Perdagangan Perbatasan.
Baca juga: Kurs dolar "tenang" di perdagangan Asia, investor tunggu pertemuan Fed
Hal ini merupakan salah satu payung hukum yang berjalan beriringan dengan pembangunan sarana dan prasarana fisik di kawasan perbatasan, tandasnya.
Made mengungkapkan, untuk mempercepat penyelesaian, sebelum perundingan digelar, dilakukan pertukaran dokumen lampiran BTA.
Lampiran ini di antaranya berisi daftar produk kebutuhan masyarakat perbatasan yang perlu mendapatkan perlakuan khusus dari BTA dan daftar titik wilayah kecamatan di daerah perbatasan yang akan ditunjuk sebagai pintu keluar dan masuk masyarakat perbatasan untuk kegiatan perdagangan perbatasan.
Menurut Made, pada putaran ini terdapat kemajuan yang signifikan. Kedua negara berhasil menyepakati sebagian besar draf teks perjanjian serta sepakat segera menyelesaikan daftar produk yang dibutuhkan masyarakat perbatasan kedua negara.
Sementara itu untuk titik keluar dan masuk perbatasan, masih menunggu hasil perundingan Border Crossing Agreement (BCA) Indonesia-Malaysia yang saat ini dalam tahap finalisasi draf teks.
Baca juga: Melalui minyak sawit, Indonesia diyakini mampu kuasai ekonomi global
Dengan terselesaikannya draf peninjauan BTA 1970 ini, diharapkan dapat memberikan pembaruan pada perjanjian yang telah ada sehingga mampu mengakomodasi kebutuhan akses barang kebutuhan pokok sehari-hari yang lebih terjangkau oleh masyarakat di perbatasan.
Menurut Made, kedua delegasi berharap dapat menyelesaikan perundingan perdagangan lintas batas itu pada perundingan ketujuh yang rencananya diadakan di Indonesia pada akhir 2019.
Baca juga: Ekonomi Indonesia tetap positif di tengah ketidakpastian global
Baca juga: Investasi kelapa sawit dorong ekonomi Sultra
Kemendag berkomitmen penuh segera menyelesaikan proses peninjauan pada perjanjian perdagangan lintas batas tersebut, kata Direktur Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini lewat keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa.
Menurut Made, perjanjian perdagangan lintas batas (BTA) yang ditandatangani pada 1970 tidak cukup mengakomodasi aktivitas perdagangan di kawasan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia yang semakin kompleks dan berkembang
Perundingan ini merupakan kelanjutan pembahasan putaran sebelumnya yang berlangsung di Yogyakarta pada 23 November 2017.
Made memimpin Delegasi Indonesia (Delri), sedangkan Delegasi Malaysia dipimpin Direktur Senior Integrasi Ekonomi ASEAN Kementerian Industri dan Perdagangan Internasional Mohd Zahid Abdullah.
Made menjelaskan, langkah konkret Kemendag untuk turut bersinergi membangun dari perbatasan secara progresif diwujudkan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2019 tentang Perdagangan Perbatasan.
Baca juga: Kurs dolar "tenang" di perdagangan Asia, investor tunggu pertemuan Fed
Hal ini merupakan salah satu payung hukum yang berjalan beriringan dengan pembangunan sarana dan prasarana fisik di kawasan perbatasan, tandasnya.
Made mengungkapkan, untuk mempercepat penyelesaian, sebelum perundingan digelar, dilakukan pertukaran dokumen lampiran BTA.
Lampiran ini di antaranya berisi daftar produk kebutuhan masyarakat perbatasan yang perlu mendapatkan perlakuan khusus dari BTA dan daftar titik wilayah kecamatan di daerah perbatasan yang akan ditunjuk sebagai pintu keluar dan masuk masyarakat perbatasan untuk kegiatan perdagangan perbatasan.
Menurut Made, pada putaran ini terdapat kemajuan yang signifikan. Kedua negara berhasil menyepakati sebagian besar draf teks perjanjian serta sepakat segera menyelesaikan daftar produk yang dibutuhkan masyarakat perbatasan kedua negara.
Sementara itu untuk titik keluar dan masuk perbatasan, masih menunggu hasil perundingan Border Crossing Agreement (BCA) Indonesia-Malaysia yang saat ini dalam tahap finalisasi draf teks.
Baca juga: Melalui minyak sawit, Indonesia diyakini mampu kuasai ekonomi global
Dengan terselesaikannya draf peninjauan BTA 1970 ini, diharapkan dapat memberikan pembaruan pada perjanjian yang telah ada sehingga mampu mengakomodasi kebutuhan akses barang kebutuhan pokok sehari-hari yang lebih terjangkau oleh masyarakat di perbatasan.
Menurut Made, kedua delegasi berharap dapat menyelesaikan perundingan perdagangan lintas batas itu pada perundingan ketujuh yang rencananya diadakan di Indonesia pada akhir 2019.
Baca juga: Ekonomi Indonesia tetap positif di tengah ketidakpastian global
Baca juga: Investasi kelapa sawit dorong ekonomi Sultra