Jakarta (ANTARA) - Salah satu aspek yang dinanti-nanti terkait ibu kota baru adalah bagaimana desain atau rancangan tata kotanya.
Pasalnya, rancang bangun sebuah kota harus komprehensif dan dibangun untuk jangka panjang yang bahkan harus mampu mengakomodasi perkembangan hingga ratusan tahun ke depan.
Pemberitaan rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke salah satu Provinsi di Pulau Kalimantan terus bergulir. Masyarakat semakin penasaran seperti apa rencana induk pembangunan dan termasuk desain tata ruang kotanya.
Meski belum ada desain maket yang terperinci yang diungkap kepada publik, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan rancangan tata kota kawasan ibu kota baru pemerintahan Indonesia.
"Studi kajian sudah sama Bappenas, tapi kalau studi konsep desainnya kami sudah siap," kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.
Rancangan itu menyiapkan sejumlah konsep bangunan mulai dari istana kepresidenan, lokasi kantor-kantor pemerintahan, hingga perumahan dinas dan perumahan komersial.
Presiden Joko Widodo saat mengunjungi Bukit Soeharto pada 7 Mei 2019, terkai rencana pemindahan ibu kota negara. (Ist)
Basuki menjelaskan begitu ada keputusan daerah mana yang akan dibangun sebagai ibu kota baru pemerintahan, maka kementeriannya hanya tinggal mengeksekusi rancangan tata kota yang telah disiapkan.
Jangka waktu yang dibutuhkan untuk membangun prasarana dasar perkotaan seperti jalan, saluran air, sanitasi air, gedung-gedung, perumahan, serta jaringan komunikasi sedikitnya 4-5 tahun.
Pernyataan Menteri PUPR bahwa pemindahan ibu kota dari Jakarta membutuhkan waktu panjang tidak mengherankan, karena yang mesti dipenuhi bukan hanya penentuan lokasi dan pembangunan infrastrukturnya, tetapi juga persyaratan regulasi.
"Perjalanan (untuk memindahkan ibu kota) masih panjang," katanya.
Mengenai biaya yang dibutuhkan, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro mengungkapkan estimasi biaya pembangunan ibu kota baru seluas 40.000 hektare di luar Pulau Jawa mencapai sekitar Rp466 triliun.
Luas lahan 40.000 hektare itu dibutuhkan jika jumlah penduduk mencapai 1,5 juta jiwa, yang terdiri atas seluruh aparatur sipil negara di kementerian dan lembaga, legislatif, yudikatif, pelaku ekonomi, dan anggota TNI serta Polri, yang turut migrasi ke ibu kota baru.
Sementara untuk skenario kedua, yang memerlukan lahan 30.000 hektare, dikalkulasi membutuhkan Rp323 triliun atau 23 miliar dolar AS dengan jumlah orang yang bermigrasi mencapai 870.000 jiwa.
Dalam kajian Bappenas, sumber pembiayaan pembangunan ibu kota baru sebesar Rp466 triliun itu berasal dari pemerintah sekitar Rp250 triliun dan sisanya swasta.
Pemerintah dilaporkan bakal terus melakukan pertemuan lanjutan untuk membahas hal teknis, rancangan kota, dan masterplan terkait pembangunan ibu kota baru itu.
Baca juga: Rp100 Juta per kavling, Harga tanah calon ibu kota naik empat kali lipat
Baca juga: Bupati: Pemindahan Ibu Kota Bawa Konsep Baru
Bukan ujug-ujug
Menteri PUPR juga mengatakan bahwa rencana pemindahan ibu kota, yang telah diputuskan pemerintahan Presiden Joko Widodo, bukan rencana yang ujug-ujug (tiba-tiba), namun telah dirancang dengan matang dan merupakan hasil kajian Bappenas.
Ada beragam pertimbangan utama dalam menentukan lokasi ibu kota baru, antara lain aman dari kawasan bencana ring of fire dan memiliki akses ke pantai, meski bukan berarti ibu kota baru tersebut harus tepat berada di tepi pantai.
Lokasi tepat akan terus dikaji secara mendalam, termasuk masukan BMKG bahwa kawasan yang relatif aman dari bencana adalah Pulau Kalimantan.
Selain itu, ada pula yang menyatakan bahwa daerah yang tepat berada di tengah-tengah Indonesia, seperti Mamuju atau Pare-pare, tetapi persoalannya sejumlah kota tersebut masih terletak di kawasan "ring of fire" (Cincin Api).
Basuki juga menyatakan bahwa pihaknya belum mengetahui secara persis di mana lokasi ibu kota baru tersebut.
Senada dengan Menteri PUPR, Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Danis H. Sumadilaga menyatakan bahwa Kementerian PUPR akan menyiapkan masterplan atau rencana utama pengembangan ibu kota baru segera setelah lokasinya ditentukan tahun ini.
"Tugas kami menyiapkan desain, kalau lokasinya sudah ditetapkan," kata Danis dalam sebuah diskusi di Kantor Staf Kepresidenan beberapa waktu lalu.
Menurut dia, masterplan penting dibuat agar ibu kota baru yang akan dibuat sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, di antaranya berstandar internasional, cantik, dan layak huni.
Masterplan pengembangan ibu kota baru mencakup kondisi lingkungan, keterkaitannya secara regional dalam skala metropolitan, serta harus memiliki "government core" (pusat pemerintahan).
Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan LKBN Antara tentang rencana pemindahan lokasi ibu kota, di Kantor Kementerian PPN, Jakarta, Selasa (30/7/2019). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/foc.
Infrastruktur dasar
Guna mendukung ibu kota baru, Danis menyebut infrastruktur dasar seperti jalan perkotaan, drainase, energi kelistrikan, jaringan air bersih dan persampahan, hingga IT dan jaringan transportasi perlu dibangun.
Setelah menyusun masterplan untuk pembangunan infrastruktur dasar, Kementerian PUPR juga akan membuat desain perencanaan mendetail (detail engineering design/DED) pusat pemerintahan yang meliputi gedung pemerintahan.
Setelah itu, akan dibuat lingkaran ibu kota atau Ring I yang mendukung pusat pemerintahan. Ring II kemudian akan menyusul hingga nanti berkembang menjadi metropolitan.
Deputi Pengembangan Regional Bappenas Rudy S. Prawiradinata menjelaskan pelaksanaan pemindahan ibu kota negara dimulai dari 2019 di mana pemerintah akan menyelesaikan kajian penentuan lokasi.
Pada 2020, rencananya akan dimulai penyiapan regulasi dan kelembagaan, penyusunan masterplan kota terpilih, dan perencanaan teknis kawasan. Selanjutnya, pada 2021 penyediaan lahan, penyusunan DED kawasan dan "groundbreaking" pembangunan ibu kota baru.
Pada 2022-2024 pembangunan kawasan, dan tahun 2024 adalah awal pemindahan ibu kota negara baru.
Pembangunan infrastruktur dasar ibu kota baru membutuhkan biaya besar. Pasalnya infrastruktur dasar menjadi hal utama dalam pembangunan kota.
Sementara itu, jumlah alokasi anggaran untuk infrastruktur dasar diperkirakan bisa mencapai lebih dari 50 persen dari seluruh anggaran.
Infrastruktur dasar yang perlu dipersiapkan untuk pembangunan kota antara lain air bersih, akses jalan, dan aliran listrik.
Pembangunan awal diestimasi seluas 2.000 hektare, yang digunakan untuk pusat pemerintahan. Hal ini dilakukan dari tahun 2021 hingga 2024.
Rudy Prawiradinata juga mengungkapkan bahwa akan terdapat empat zonasi dalam desain ibu kota baru. Zona satu merupakan zona pemerintahan dengan luas sebesar 2.000 ha.
Marni menggendong batu-batu untuk dipecahkan menjadi bagian kecil-kecil sebagai alas pembuatan aspal jalan. Marni warga Kecamatan Manuhing, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, khawatir akan SDM masyarakat lokal yang akan tertinggal dengan para pendatang jika tempat tinggalnya menjadi Ibu Kota baru, Selasa (30/7/2019). ANTARA/Afut Syafril/am.
Setelah kawasan inti terdapat kawasan Ibu Kota Negara (IKN) sebesar 40.000 ha. Selain itu ada kawasan IKN 1 sebesar 200.000 ha dan kawasan IKN 2 dengan luas di atas 200.000 ha.
Setelah tahun 2024, pembangunan tahap 2 akan dilakukan pada tahun 2025 hingga 2029. Pada tahap tersebut akan dibangun kawasan pemukiman Aparatur Sipil Negara (ASN) lanjutan dari tahap 1, fasilitas pendidikan dan kesehatan, serta fungsi penunjang seperti museum, science and techno park, dan universitas.
Tahap ketiga pada tahun 2030 hingga 2045 akan masuk pada pembangunan komersial, antara lain seperti pemukiman non ASN, industri kreatif dan pariwisata, serta pembangunan kawasan metropolitan.
Dengan perencanaan yang terperinci seperti itu maka diharapkan akan dapat benar-benar terwujud ibu kota baru Republik Indonesia yang bisa benar-benar mencerminkan kepribadian Nusantara yang gemilang.
Pasalnya, rancang bangun sebuah kota harus komprehensif dan dibangun untuk jangka panjang yang bahkan harus mampu mengakomodasi perkembangan hingga ratusan tahun ke depan.
Pemberitaan rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke salah satu Provinsi di Pulau Kalimantan terus bergulir. Masyarakat semakin penasaran seperti apa rencana induk pembangunan dan termasuk desain tata ruang kotanya.
Meski belum ada desain maket yang terperinci yang diungkap kepada publik, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan rancangan tata kota kawasan ibu kota baru pemerintahan Indonesia.
"Studi kajian sudah sama Bappenas, tapi kalau studi konsep desainnya kami sudah siap," kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.
Rancangan itu menyiapkan sejumlah konsep bangunan mulai dari istana kepresidenan, lokasi kantor-kantor pemerintahan, hingga perumahan dinas dan perumahan komersial.
Basuki menjelaskan begitu ada keputusan daerah mana yang akan dibangun sebagai ibu kota baru pemerintahan, maka kementeriannya hanya tinggal mengeksekusi rancangan tata kota yang telah disiapkan.
Jangka waktu yang dibutuhkan untuk membangun prasarana dasar perkotaan seperti jalan, saluran air, sanitasi air, gedung-gedung, perumahan, serta jaringan komunikasi sedikitnya 4-5 tahun.
Pernyataan Menteri PUPR bahwa pemindahan ibu kota dari Jakarta membutuhkan waktu panjang tidak mengherankan, karena yang mesti dipenuhi bukan hanya penentuan lokasi dan pembangunan infrastrukturnya, tetapi juga persyaratan regulasi.
"Perjalanan (untuk memindahkan ibu kota) masih panjang," katanya.
Mengenai biaya yang dibutuhkan, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro mengungkapkan estimasi biaya pembangunan ibu kota baru seluas 40.000 hektare di luar Pulau Jawa mencapai sekitar Rp466 triliun.
Luas lahan 40.000 hektare itu dibutuhkan jika jumlah penduduk mencapai 1,5 juta jiwa, yang terdiri atas seluruh aparatur sipil negara di kementerian dan lembaga, legislatif, yudikatif, pelaku ekonomi, dan anggota TNI serta Polri, yang turut migrasi ke ibu kota baru.
Sementara untuk skenario kedua, yang memerlukan lahan 30.000 hektare, dikalkulasi membutuhkan Rp323 triliun atau 23 miliar dolar AS dengan jumlah orang yang bermigrasi mencapai 870.000 jiwa.
Dalam kajian Bappenas, sumber pembiayaan pembangunan ibu kota baru sebesar Rp466 triliun itu berasal dari pemerintah sekitar Rp250 triliun dan sisanya swasta.
Pemerintah dilaporkan bakal terus melakukan pertemuan lanjutan untuk membahas hal teknis, rancangan kota, dan masterplan terkait pembangunan ibu kota baru itu.
Baca juga: Rp100 Juta per kavling, Harga tanah calon ibu kota naik empat kali lipat
Baca juga: Bupati: Pemindahan Ibu Kota Bawa Konsep Baru
Bukan ujug-ujug
Menteri PUPR juga mengatakan bahwa rencana pemindahan ibu kota, yang telah diputuskan pemerintahan Presiden Joko Widodo, bukan rencana yang ujug-ujug (tiba-tiba), namun telah dirancang dengan matang dan merupakan hasil kajian Bappenas.
Ada beragam pertimbangan utama dalam menentukan lokasi ibu kota baru, antara lain aman dari kawasan bencana ring of fire dan memiliki akses ke pantai, meski bukan berarti ibu kota baru tersebut harus tepat berada di tepi pantai.
Lokasi tepat akan terus dikaji secara mendalam, termasuk masukan BMKG bahwa kawasan yang relatif aman dari bencana adalah Pulau Kalimantan.
Selain itu, ada pula yang menyatakan bahwa daerah yang tepat berada di tengah-tengah Indonesia, seperti Mamuju atau Pare-pare, tetapi persoalannya sejumlah kota tersebut masih terletak di kawasan "ring of fire" (Cincin Api).
Basuki juga menyatakan bahwa pihaknya belum mengetahui secara persis di mana lokasi ibu kota baru tersebut.
Senada dengan Menteri PUPR, Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Danis H. Sumadilaga menyatakan bahwa Kementerian PUPR akan menyiapkan masterplan atau rencana utama pengembangan ibu kota baru segera setelah lokasinya ditentukan tahun ini.
"Tugas kami menyiapkan desain, kalau lokasinya sudah ditetapkan," kata Danis dalam sebuah diskusi di Kantor Staf Kepresidenan beberapa waktu lalu.
Menurut dia, masterplan penting dibuat agar ibu kota baru yang akan dibuat sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, di antaranya berstandar internasional, cantik, dan layak huni.
Masterplan pengembangan ibu kota baru mencakup kondisi lingkungan, keterkaitannya secara regional dalam skala metropolitan, serta harus memiliki "government core" (pusat pemerintahan).
Guna mendukung ibu kota baru, Danis menyebut infrastruktur dasar seperti jalan perkotaan, drainase, energi kelistrikan, jaringan air bersih dan persampahan, hingga IT dan jaringan transportasi perlu dibangun.
Setelah menyusun masterplan untuk pembangunan infrastruktur dasar, Kementerian PUPR juga akan membuat desain perencanaan mendetail (detail engineering design/DED) pusat pemerintahan yang meliputi gedung pemerintahan.
Setelah itu, akan dibuat lingkaran ibu kota atau Ring I yang mendukung pusat pemerintahan. Ring II kemudian akan menyusul hingga nanti berkembang menjadi metropolitan.
Deputi Pengembangan Regional Bappenas Rudy S. Prawiradinata menjelaskan pelaksanaan pemindahan ibu kota negara dimulai dari 2019 di mana pemerintah akan menyelesaikan kajian penentuan lokasi.
Pada 2020, rencananya akan dimulai penyiapan regulasi dan kelembagaan, penyusunan masterplan kota terpilih, dan perencanaan teknis kawasan. Selanjutnya, pada 2021 penyediaan lahan, penyusunan DED kawasan dan "groundbreaking" pembangunan ibu kota baru.
Pada 2022-2024 pembangunan kawasan, dan tahun 2024 adalah awal pemindahan ibu kota negara baru.
Pembangunan infrastruktur dasar ibu kota baru membutuhkan biaya besar. Pasalnya infrastruktur dasar menjadi hal utama dalam pembangunan kota.
Sementara itu, jumlah alokasi anggaran untuk infrastruktur dasar diperkirakan bisa mencapai lebih dari 50 persen dari seluruh anggaran.
Infrastruktur dasar yang perlu dipersiapkan untuk pembangunan kota antara lain air bersih, akses jalan, dan aliran listrik.
Pembangunan awal diestimasi seluas 2.000 hektare, yang digunakan untuk pusat pemerintahan. Hal ini dilakukan dari tahun 2021 hingga 2024.
Rudy Prawiradinata juga mengungkapkan bahwa akan terdapat empat zonasi dalam desain ibu kota baru. Zona satu merupakan zona pemerintahan dengan luas sebesar 2.000 ha.
Setelah kawasan inti terdapat kawasan Ibu Kota Negara (IKN) sebesar 40.000 ha. Selain itu ada kawasan IKN 1 sebesar 200.000 ha dan kawasan IKN 2 dengan luas di atas 200.000 ha.
Setelah tahun 2024, pembangunan tahap 2 akan dilakukan pada tahun 2025 hingga 2029. Pada tahap tersebut akan dibangun kawasan pemukiman Aparatur Sipil Negara (ASN) lanjutan dari tahap 1, fasilitas pendidikan dan kesehatan, serta fungsi penunjang seperti museum, science and techno park, dan universitas.
Tahap ketiga pada tahun 2030 hingga 2045 akan masuk pada pembangunan komersial, antara lain seperti pemukiman non ASN, industri kreatif dan pariwisata, serta pembangunan kawasan metropolitan.
Dengan perencanaan yang terperinci seperti itu maka diharapkan akan dapat benar-benar terwujud ibu kota baru Republik Indonesia yang bisa benar-benar mencerminkan kepribadian Nusantara yang gemilang.