Kendari (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Umar Arsal, mengklarifikasi sekaligus membantah dirinya terlibat kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan aparat Kepolisian Resor (Polres) Buton di Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara pada Selasa (16/4) malam.
"Saya sangat kaget nama saya tercatut dalam berita OTT tersebut dengan barang bukti kartu nama saya yang bergandengan dengan caleg DPRD Sulawesi Tenggara atas nama Woon La Ola bersama uang senilai Rp3 juta," kata Umar Arsal melalui rilis yang disampaikan timnya di Kendari, Kamis.
Menurut Umar Arsal, politik uang merupakan tindakan haram sehingga hal itu tidak mungkin dilakukan. Sebab, kata dia, politik uang atau pemberian imbalan untuk mengarahkan pilihan dalam pilpres dan pileg lainnya sama kali melanggar undang-undang.
Ia mengatakan, politik uang termasuk mahar politik dan memberikan imbalan dalam bentuk apa pun adalah haram hukumnya.
“Saya curiga, ada upaya jahat yang ingin merusak nama dan partai saya, sehingga bisa menurunkan elektabilitas, bahkan saya juga khawatir, isu ini bisa menggiring opini pemilih cerdas yang akibatnya warga tidak lagi memilih saya,” katapolitisi Partai Demokrat yang kembali mencalonkan diri sebagai caleg DPR RI asal Sultra untuk ketiga kalinya itu.
Atas peristiwa tersebut, ia meminta aparat kepolisian mengusut tuntas pelaku penyebar serangan fajar, termasuk aliran uang yang dijadikan barang bukti saat operasi tangkap tangan tersebut.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara AKBP Harry Goldenhardt, merilis pemberitaan OTT terhadap seorang oknum ASN membawa uang senilai Rp3 juta di Kecamatan Batuga, Buton Serlatan diduga untuk "serangan fajar".
"Pihak kepolisian akan terus menindaklanjuti kasus itu, apalagi dugaan tersangkanya serta barang bukti sudah kita amankan," katanya.
"Saya sangat kaget nama saya tercatut dalam berita OTT tersebut dengan barang bukti kartu nama saya yang bergandengan dengan caleg DPRD Sulawesi Tenggara atas nama Woon La Ola bersama uang senilai Rp3 juta," kata Umar Arsal melalui rilis yang disampaikan timnya di Kendari, Kamis.
Menurut Umar Arsal, politik uang merupakan tindakan haram sehingga hal itu tidak mungkin dilakukan. Sebab, kata dia, politik uang atau pemberian imbalan untuk mengarahkan pilihan dalam pilpres dan pileg lainnya sama kali melanggar undang-undang.
Ia mengatakan, politik uang termasuk mahar politik dan memberikan imbalan dalam bentuk apa pun adalah haram hukumnya.
“Saya curiga, ada upaya jahat yang ingin merusak nama dan partai saya, sehingga bisa menurunkan elektabilitas, bahkan saya juga khawatir, isu ini bisa menggiring opini pemilih cerdas yang akibatnya warga tidak lagi memilih saya,” katapolitisi Partai Demokrat yang kembali mencalonkan diri sebagai caleg DPR RI asal Sultra untuk ketiga kalinya itu.
Atas peristiwa tersebut, ia meminta aparat kepolisian mengusut tuntas pelaku penyebar serangan fajar, termasuk aliran uang yang dijadikan barang bukti saat operasi tangkap tangan tersebut.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara AKBP Harry Goldenhardt, merilis pemberitaan OTT terhadap seorang oknum ASN membawa uang senilai Rp3 juta di Kecamatan Batuga, Buton Serlatan diduga untuk "serangan fajar".
"Pihak kepolisian akan terus menindaklanjuti kasus itu, apalagi dugaan tersangkanya serta barang bukti sudah kita amankan," katanya.