Kendari (Antaranews Sultra) - Harga kepiting bakau yang ditawarkan pada pedagang di sudut-sudut jalan di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, naik akibat terbatasnya hasil tangkapan nelayan.
Pantauan di pusat penjualan kepiting bakau musiman di Kendari, Senin, kepiting bakau yang tidak memiliki musim itu, ditawarkan para pedagang antara Rp120.000 per kilogram untuk ukuran kecil dan Rp150.000 per kilogram utuk ukuran besar, yang biasanya hanya Rp100.000-Rp125.000 per kilogram.
"Biasanya, semakin besar kepiting bakau yang dijual, juga semakin tinggi nilainya. Namun belakangan ini kondisi cuaca juga mempengaruhi sehingga ukuran kepiting pun juga hanya kecil-kecil," kata Umar, pedagang kepiting bakau dan ikan bandeng.
Menurut dia, kepiting bakau yang dijual setiap pagi hingga sore itu juga dibeli dari pedagang dari luar kota Kendari yang menawarkan dengan harga sedikit lebih murah.
"Rata-rata kepiting yang kami jual ini, datang dari wilayah Konawe Selatan dan Bombana. Daerah itu memang sejak dulu dikenal sebagai pemasok kepiting bakau untuk konsumsi warga Kota Kendari," katanya.
Yang menjadi permasalahan selama beberapa tahun ini, kelangkaan kepiting bakau di pasaran, karena pedagang antarpulau yang sudah langsung membeli ke petani petambak/nelayan, kemudian dibawa ke luar daerah seperti ke Makassar, Jawa dan pasaran hingga ke Bali dengan menggunakan jasa kargo pesawat.
Tanpa menyebut harga kepiting bakau di tingkat nelayan, menurut Umar, kepiting bakau yang dijual itu tidak memiliki musim sepanjang para nelayan dan petambak mau mencari dengan menggunakan alat perangkap jaring yang dibuat khusus.
"Biasanya proses penangkapan kepiting oleh nelayan dengan menggunakan perangkap khusus. Di dalam perangkap itu diberi umpan berupa perut ikan kelapa yang disukai kepiting. Saat kepiting itu memakan umpan dalam jaring itu lalu terperangkap dalam wadah itu," ujarnya.
Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Sultra, La Ode Kardini mengatakan, kepiting bakau yang merupakan salah satu biota yang menggantungkan hidupnya dari keberadaan mangrove sering ditemukan nelayan di hutan bakau hingga pesisir laut yang terletak disejumlah pantai Konawe Selatan, Bombana, Buton Tengah, Muna Barat dan Konawe Utara.
"Biasanya, dalam siklus hidupnya, hutan mangrove adalah tempat hidup kepiting bakau. Kepiting ini membuat lubang yang digunakan sebagai tempat persembunyiannya, dan hasil tangkapan ini berukuran lebar antara 15 hingga 17 cm dengan bobot mencapai 1 Kg hingga ada yang mencapai 2 kg per ekor," katanya.
Pantauan di pusat penjualan kepiting bakau musiman di Kendari, Senin, kepiting bakau yang tidak memiliki musim itu, ditawarkan para pedagang antara Rp120.000 per kilogram untuk ukuran kecil dan Rp150.000 per kilogram utuk ukuran besar, yang biasanya hanya Rp100.000-Rp125.000 per kilogram.
"Biasanya, semakin besar kepiting bakau yang dijual, juga semakin tinggi nilainya. Namun belakangan ini kondisi cuaca juga mempengaruhi sehingga ukuran kepiting pun juga hanya kecil-kecil," kata Umar, pedagang kepiting bakau dan ikan bandeng.
Menurut dia, kepiting bakau yang dijual setiap pagi hingga sore itu juga dibeli dari pedagang dari luar kota Kendari yang menawarkan dengan harga sedikit lebih murah.
"Rata-rata kepiting yang kami jual ini, datang dari wilayah Konawe Selatan dan Bombana. Daerah itu memang sejak dulu dikenal sebagai pemasok kepiting bakau untuk konsumsi warga Kota Kendari," katanya.
Yang menjadi permasalahan selama beberapa tahun ini, kelangkaan kepiting bakau di pasaran, karena pedagang antarpulau yang sudah langsung membeli ke petani petambak/nelayan, kemudian dibawa ke luar daerah seperti ke Makassar, Jawa dan pasaran hingga ke Bali dengan menggunakan jasa kargo pesawat.
Tanpa menyebut harga kepiting bakau di tingkat nelayan, menurut Umar, kepiting bakau yang dijual itu tidak memiliki musim sepanjang para nelayan dan petambak mau mencari dengan menggunakan alat perangkap jaring yang dibuat khusus.
"Biasanya proses penangkapan kepiting oleh nelayan dengan menggunakan perangkap khusus. Di dalam perangkap itu diberi umpan berupa perut ikan kelapa yang disukai kepiting. Saat kepiting itu memakan umpan dalam jaring itu lalu terperangkap dalam wadah itu," ujarnya.
Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Sultra, La Ode Kardini mengatakan, kepiting bakau yang merupakan salah satu biota yang menggantungkan hidupnya dari keberadaan mangrove sering ditemukan nelayan di hutan bakau hingga pesisir laut yang terletak disejumlah pantai Konawe Selatan, Bombana, Buton Tengah, Muna Barat dan Konawe Utara.
"Biasanya, dalam siklus hidupnya, hutan mangrove adalah tempat hidup kepiting bakau. Kepiting ini membuat lubang yang digunakan sebagai tempat persembunyiannya, dan hasil tangkapan ini berukuran lebar antara 15 hingga 17 cm dengan bobot mencapai 1 Kg hingga ada yang mencapai 2 kg per ekor," katanya.