Kendari (Antaranews Sultra) - Sebanyak dua pabrik pemurnian nikel (smelter) di Kabupaten Konawe Selatan, sampai kini masih menunggu penyelesaian pembangunan pabriknya.
Kepala Bidang Minerba Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra, Muh. Hasbullah Idris di Kendari, Senin mengungkapkan, kedua perusahaan yang tengah membangun smalter itu adalah PT Bintang Smelter Indonesia yang join dengan PT Ifhisdeco dan PT Macika Mineral Industri.
"Dua dari tiga perusahaan yang membangun smalter masing-masing dua tungku untuk PT Bintang Smelter Indonesia dan satu tungku untuk perusahaan PT Macika Mineral Industri," ujar Hasbullah.
Ia mengatakan, sejauh ini pemerintah Sultra dalam hal ESDM tidak tahu banyak menegenai perkembangan terakhir dua perusahaan yang diperkirakan baru akan melakukan operasional akhir 2018 ini, karena selain statsusnya sebagai perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) sehingga izin operasionalonnya pun dikeluarkan oleh pusat dalam hal Kementerian ESDM.
"Kami di provinsi maupun di kabupaten hanya sekadar koordinasi saja yakni hanya menerima laporan bila perusahaan itu sudah produksi termasuk jumlah tenaga kerja yang akan dipekerjakan di perusahaan itu," tuturnya.
Lebih jauh Hasbullah Idris mengungkapkan, hingga akhir 2017 jumlah perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Sultra tercatat 372 perusahaan yang terdiri dari perusahaan yang bergerak pada usaha mineral logam dan batubara sebanyak 276 perusahaan dan perusahaan mineral bukan logam dan batuan sebanyak 96 perusahaan.
Ia menambahkan, pemerintah Sultra yang tengah mengarah menjadi pusat industri pertambangan nasional mengingat wilayah ini memiliki berbagai sumber daya bahan galian, mineral dan energi yang cukup beragam. Sultra sendiri memiliki potensi cadangan yang cukup besar dan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Sesuai yang diamanatkan Undang Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, di mana dalam salah satu pasalnya menyebutkan adanya larangan untuk mengekspor bahan galian dalam bentuk bahan baku.
"Artinya sebelum diekspor, bahan baku harus melalui proses pengolahan menjadi barang setengah jadi, dengan demikian harus ada pabrik pengolahan di dalam negeri, dan wajar bila dari ratusan perusahaan yang memegang IUP itu baru beberapa yang tengah membangun pabrik smelter dan pabrik terbesar yang membangun smelter adalah PT Virtue Dragon Nickel Industry Morosi di Konawe yang membangung lebih dari 10 tungku," tutupnya.
Kepala Bidang Minerba Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra, Muh. Hasbullah Idris di Kendari, Senin mengungkapkan, kedua perusahaan yang tengah membangun smalter itu adalah PT Bintang Smelter Indonesia yang join dengan PT Ifhisdeco dan PT Macika Mineral Industri.
"Dua dari tiga perusahaan yang membangun smalter masing-masing dua tungku untuk PT Bintang Smelter Indonesia dan satu tungku untuk perusahaan PT Macika Mineral Industri," ujar Hasbullah.
Ia mengatakan, sejauh ini pemerintah Sultra dalam hal ESDM tidak tahu banyak menegenai perkembangan terakhir dua perusahaan yang diperkirakan baru akan melakukan operasional akhir 2018 ini, karena selain statsusnya sebagai perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) sehingga izin operasionalonnya pun dikeluarkan oleh pusat dalam hal Kementerian ESDM.
"Kami di provinsi maupun di kabupaten hanya sekadar koordinasi saja yakni hanya menerima laporan bila perusahaan itu sudah produksi termasuk jumlah tenaga kerja yang akan dipekerjakan di perusahaan itu," tuturnya.
Lebih jauh Hasbullah Idris mengungkapkan, hingga akhir 2017 jumlah perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Sultra tercatat 372 perusahaan yang terdiri dari perusahaan yang bergerak pada usaha mineral logam dan batubara sebanyak 276 perusahaan dan perusahaan mineral bukan logam dan batuan sebanyak 96 perusahaan.
Ia menambahkan, pemerintah Sultra yang tengah mengarah menjadi pusat industri pertambangan nasional mengingat wilayah ini memiliki berbagai sumber daya bahan galian, mineral dan energi yang cukup beragam. Sultra sendiri memiliki potensi cadangan yang cukup besar dan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Sesuai yang diamanatkan Undang Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, di mana dalam salah satu pasalnya menyebutkan adanya larangan untuk mengekspor bahan galian dalam bentuk bahan baku.
"Artinya sebelum diekspor, bahan baku harus melalui proses pengolahan menjadi barang setengah jadi, dengan demikian harus ada pabrik pengolahan di dalam negeri, dan wajar bila dari ratusan perusahaan yang memegang IUP itu baru beberapa yang tengah membangun pabrik smelter dan pabrik terbesar yang membangun smelter adalah PT Virtue Dragon Nickel Industry Morosi di Konawe yang membangung lebih dari 10 tungku," tutupnya.