Kendari, Antara Sultra - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Sulawesi Tenggara menerima 200 aduan dari masyarakat selama periode Oktober 2016 hingga September 2017.
Plt. Kepala Perwakilan ORI Sultra, Ahmad Rustam, Selasa, menjelaskan, dari 200 aduan tersebut, daerah asal pelapor tertinggi berada di Kota Kendari yangb mencapai 120 laporan.
Menyusul kabupaten Muna 14 aduan, Konawe 11 aduan, Buton utara 10 aduan, Konawe Selatan 9 aduan, Wakatobi 7 aduan, Kolaka 5 aduan, Konawe Utara 4 aduan, Bombana 3 aduan, Muna Barat 7 aduan, Kota Baubau 2 aduan, Buton 1 aduan.
"Adua dari luar provinsi juga ada yakni dari Yogyakarta 3 aduan, Makassar 1 aduan, Bekasi 1 aduan dan Bone Bolango 1 aduan," ujarnya.
Ahmad Rustam menjelaskan, masalah laporan terbanyak berada di sektor pendidikan dengan 34 laporan, menyusul sektor pertanahan 28 laporan dan kepolisian sebanyak 23 laporan.
"Tingginya pengaduan masyarakat berkaitan pendidikan ini, berkenaan dengan seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada Mei 2017, baik dari pendidikan dasar hingga pendidikan menengah," ujarnya.
Ia mengatakan salah satunya vendor PPDB, penerimaaannya tidak mampu menjangkau di luar Sultra sehingga terjadi mal administrasi, karena hak masyarakat tidak dapat dilayani pada saat PPDB bulan di Mei 2017.
Pada 2018 ORI Sultra akan melakukan pengawasan semakin ketat lagi, dan diharapkan penyelenggara PPDB sesuai peraturan yang ditetapkan yakni petunjuk teknis harus diikuti, tidak ada lagi pungli-pungli yang memberatkan kepada siswa atau orang tua siswa.
Begitu pula dengan instansi kepegawaian, mutasi, promosi dan demosi harus sesuai dengan ketentuan undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN), tuturnya.
Ia menambahkan, dari 200 laporan pengaduan yang masuk, Ombudsman baru menyelesaikan 162 kasus, sementara target yang harus diselesaikan hingga ahkir Desember 2017 mencapai 90 persen dari jumlah keseluruhan laporan. Itu artinya Ombusman masih harus menyelesaikan 18 kasus lainnya untuk dapat mencapai target.
Plt. Kepala Perwakilan ORI Sultra, Ahmad Rustam, Selasa, menjelaskan, dari 200 aduan tersebut, daerah asal pelapor tertinggi berada di Kota Kendari yangb mencapai 120 laporan.
Menyusul kabupaten Muna 14 aduan, Konawe 11 aduan, Buton utara 10 aduan, Konawe Selatan 9 aduan, Wakatobi 7 aduan, Kolaka 5 aduan, Konawe Utara 4 aduan, Bombana 3 aduan, Muna Barat 7 aduan, Kota Baubau 2 aduan, Buton 1 aduan.
"Adua dari luar provinsi juga ada yakni dari Yogyakarta 3 aduan, Makassar 1 aduan, Bekasi 1 aduan dan Bone Bolango 1 aduan," ujarnya.
Ahmad Rustam menjelaskan, masalah laporan terbanyak berada di sektor pendidikan dengan 34 laporan, menyusul sektor pertanahan 28 laporan dan kepolisian sebanyak 23 laporan.
"Tingginya pengaduan masyarakat berkaitan pendidikan ini, berkenaan dengan seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada Mei 2017, baik dari pendidikan dasar hingga pendidikan menengah," ujarnya.
Ia mengatakan salah satunya vendor PPDB, penerimaaannya tidak mampu menjangkau di luar Sultra sehingga terjadi mal administrasi, karena hak masyarakat tidak dapat dilayani pada saat PPDB bulan di Mei 2017.
Pada 2018 ORI Sultra akan melakukan pengawasan semakin ketat lagi, dan diharapkan penyelenggara PPDB sesuai peraturan yang ditetapkan yakni petunjuk teknis harus diikuti, tidak ada lagi pungli-pungli yang memberatkan kepada siswa atau orang tua siswa.
Begitu pula dengan instansi kepegawaian, mutasi, promosi dan demosi harus sesuai dengan ketentuan undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN), tuturnya.
Ia menambahkan, dari 200 laporan pengaduan yang masuk, Ombudsman baru menyelesaikan 162 kasus, sementara target yang harus diselesaikan hingga ahkir Desember 2017 mencapai 90 persen dari jumlah keseluruhan laporan. Itu artinya Ombusman masih harus menyelesaikan 18 kasus lainnya untuk dapat mencapai target.