Kendari, Antara Sultra - Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sulawesi Tenggara mendesak perambah konservasi Suaka Margasatwa Tanjung Batikolo di Kabupaten Konawe Selatan segera meninggalkan lokasi kawasan hutan lindung.

Humas BKSDA Sultra Prihanto di Kendari, Selasa, mengatakan bahwa belasan kepala keluarga masih bertahan dengan alasan menunggu kebijakan relokasi dari pemerintah daerah.

"Beberapa tahun lalu Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan pernah merencanakan untuk merelokasi para perambah. Namun, hingga saat ini belum terlaksana," kata Prihanto.

Meskipun perambah masih bertahan dalam kawasan konservasi, kata dia, mereka tidak lagi melakukan pembukaan lahan baru.

Aktivitas pembukaan lahan dan pengolahan kayu secara ilegal di kawasan hutan lindung mengancam kelestarian lingkungan dan kenyamanan satwa yang hidup dalam kawasan tersebut.

Suaka Margasatwa Tanjung Batikolo yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 425/Kpts-II/1995 tanggal 18 Agustus 1995 memiliki luas 4.060 hektare.

Perambah kawasan konservasi tepatnya di Desa Kalo Kalo, Kecamatan Lainea, Kabupaten Konawe Selatan memperoleh lahan dengan cara membeli dari orang tidak bertanggung jawab dan berspekulasi membuka lahan untuk perkebunan.

Suaka Margasatwa Tanjung Batikolo yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis harus dipertahankan karena memiliki fungsi hidrologi.

"Sekarang warga mulai mengeluhkan kekurangan air untuk irigasi sawah. Kalau hutan dalam kawasan Suaka Margasatwa Tanjung Batikolo gundul, akan terjadi kekurangan air pada musim kemarau dan musibah banjir pada musim hujan," katanya.



Pewarta : Sarjono
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024