Kendari, Antara Sultra - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, tahun 2017 baru terserap sebesar empat persen dari total nilai APBD sebanyak Rp721 miliar.
Anggota DPRD Kabupaten Wakatobi, Sudirman Abdul Hamid di Kendari, Jumat mengatakan, rendahnya daya serap Pemerintah Kabupaten Wakatobi terhadap APBD tersebut telah menyebabkan kelesuan ekonomi di kabupaten itu.
"Rendahnya daya serap Pemerintah Kabupaten Wakatobi terhadap dana APBD tersebut menyebabkan jumlah uang yang beredar di masyarakat juga rendah atau kecil dibandingkan dengan nilai APBD yang tersedia," katanya.
Menurut dia, masyarakat Wakatobi terutama para pedagang di pasar-pasar tradisional saat ini menjerit karena barang dagangan mereka kurang laku.
Meski para pedagang terutama pedagang makanan seperti "kasoami" (makanan yang terbuat dari ubi kayu yang dikukus), ikan atau sayur mayur, sudah menekan harga hingga 50 persen dari sebelumnya, kata dia, masih tetap kurang laku atau sepi pembeli.
"Kalau Pemerintah Kabupaten Wakatobi tidak segera mempercepat daya serap anggaran yang tersedia dalam APBD, maka masyarakat Wakatobi akan mengalami kelesuan ekonomi berkepanjangan," katanya.
Sebagai wakil rakyat, Sudirman mendorong Pemerintah Kabupaten Wakatobi agar tidak ragu-ragu membelanjakan dana APBD yang sudah ditetapkan dan mendapat persetujuan dari Menteri Dalam Negeri.
Pembelanjaan dana APBD yang lebih cepat, kata dia, akan berdampak pada peredaran uang di masyarakat menjadi lebih banyak dan daya beli masyarakat bisa meningkat.
"Setiap penggunaan dana APBD sudah ada payung hukumnya. Karena itu, asalkan merujuk pada ketentuan penggunaan dana APBD, Pemerintah Wakatobi tidak perlu ragu-ragu untuk membelanjakan dana APBD," katanya.
Anggota DPRD Kabupaten Wakatobi, Sudirman Abdul Hamid di Kendari, Jumat mengatakan, rendahnya daya serap Pemerintah Kabupaten Wakatobi terhadap APBD tersebut telah menyebabkan kelesuan ekonomi di kabupaten itu.
"Rendahnya daya serap Pemerintah Kabupaten Wakatobi terhadap dana APBD tersebut menyebabkan jumlah uang yang beredar di masyarakat juga rendah atau kecil dibandingkan dengan nilai APBD yang tersedia," katanya.
Menurut dia, masyarakat Wakatobi terutama para pedagang di pasar-pasar tradisional saat ini menjerit karena barang dagangan mereka kurang laku.
Meski para pedagang terutama pedagang makanan seperti "kasoami" (makanan yang terbuat dari ubi kayu yang dikukus), ikan atau sayur mayur, sudah menekan harga hingga 50 persen dari sebelumnya, kata dia, masih tetap kurang laku atau sepi pembeli.
"Kalau Pemerintah Kabupaten Wakatobi tidak segera mempercepat daya serap anggaran yang tersedia dalam APBD, maka masyarakat Wakatobi akan mengalami kelesuan ekonomi berkepanjangan," katanya.
Sebagai wakil rakyat, Sudirman mendorong Pemerintah Kabupaten Wakatobi agar tidak ragu-ragu membelanjakan dana APBD yang sudah ditetapkan dan mendapat persetujuan dari Menteri Dalam Negeri.
Pembelanjaan dana APBD yang lebih cepat, kata dia, akan berdampak pada peredaran uang di masyarakat menjadi lebih banyak dan daya beli masyarakat bisa meningkat.
"Setiap penggunaan dana APBD sudah ada payung hukumnya. Karena itu, asalkan merujuk pada ketentuan penggunaan dana APBD, Pemerintah Wakatobi tidak perlu ragu-ragu untuk membelanjakan dana APBD," katanya.