Jakarta (Antara News) - Direktur Jenderal Kelembagaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Patdono Suwignjo mengatakan hak suara Menristekdikti tidak terlalu berpengaruh terhadap pemilihan rektor.

        "Asalkan proses pemilihan rektor di tingkat universitas berjalan tertib dan rukun. Persentase suara dari universitas mencapai 65 persen, sedangkan menteri hanya 35 persen, jadi tak terlalu berpengaruh,"  ujar Patdono dalam konferensi pers di Jakarta,  Jumat.

        Jika Majelis Wali Amanat sudah memilih si A sebagai rektor,  maka ia akan mendapatkan 65 persen. Dengan demikian, hak suara dari menteri tidak berpengaruh.

        "Kalau sudah sepakat satu nama,  sudah kondusif,  maka pak menteri tidak perlu ikut lagi.  Contohnya di Universitas Gadjah Mada," katanya.

        Sementara itu,  Sekjen Kemristekdikti Ainun Naim mengatakan Kemristekdikti hanya berperan pada tahap akhir.

        "Kalau otonomi kampus,  sudah dijalankan.  Maka kementrian tidak  perlu ikut-ikutan," kata Ainun.

        Ainun mengatakan pengawasan pemilihan rektor itu dilakukan oleh lembaga penjamin mutu dan pihak inspektorat.

       Dalam hal ini,  pihak inspektorat melakukan cek dan ricek terhadap rekam jejak maupun latar belakang dari kandidat rektor tersebut.

       Pemilihan rektor,  mengikuti Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi No 1/2015. Peraturan tersebut memperbaiki peraturan sebelumnya pada 2007.

        Di dalam peraturan tersebut,  terdapat empat tahap dalam pemilihan dan pengangkatan rektor yakni tahap penjaringan,  penyaringan,  pemilihan dan  pelantikan.

        Penjaringan lebih banyak dilakukan oleh pihak panitia yang terdiri dari senat atau majelis wali amanat.

        Hingga saat ini, ada beberapa universitas yang masih mengalami kendala pemilihan rektor yakni Universitas Sumatera Utara,  Universitas Negeri Manado, Universitas Musamus, dan Universitas Haluoleo.

Pewarta : Indriani
Editor :
Copyright © ANTARA 2024