Kendari (Antara News) - Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) menyiapkan ruangan bagi tim penyidik Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa pihak terkait dalam kasus dugaan korupsi yang menyeret Gubernur Sultra.
Kasubid PID Humas Polda Sultra Kompol Dolvi Kumaseh di Kendari, Rabu, mengatakan dua ruangan di Direktorat Kriminal Khusus Polda Sultra siap digunakan penyidik KPK.
"Dua ruangan sudah siap digunakan penyidik KPK untuk memintai keterangan sejumlah saksi atau pejabat dalam kasus penerbitan izin tambang yang menggiring NA sebagai tersangka," kata Dolvi.
Belum diperoleh informasi tentang pihak-pihak atau saksi yang akan diperiksa oleh penyidik KPK. "Hanya penyidik KPK yang mengetahui pihak yang kompeten untuk dimintai keterangan. Polda Sultra hanya menyiapkan ruangan untuk pemeriksaan," ujarnya.
Gubernur Sultra diduga melakukan perbutan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi.
Tersangka juga menerbitkan SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana Sultra.
Ia disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Petugas KPK menggeledah sejumlah tempat di Kendari untuk mencari bukti, yakni di kantor Gubernur Sultra, rumah jabatan gubernur, rumah pribadi dan kantor Badan Pertanahan Nasional.
Kasubid PID Humas Polda Sultra Kompol Dolvi Kumaseh di Kendari, Rabu, mengatakan dua ruangan di Direktorat Kriminal Khusus Polda Sultra siap digunakan penyidik KPK.
"Dua ruangan sudah siap digunakan penyidik KPK untuk memintai keterangan sejumlah saksi atau pejabat dalam kasus penerbitan izin tambang yang menggiring NA sebagai tersangka," kata Dolvi.
Belum diperoleh informasi tentang pihak-pihak atau saksi yang akan diperiksa oleh penyidik KPK. "Hanya penyidik KPK yang mengetahui pihak yang kompeten untuk dimintai keterangan. Polda Sultra hanya menyiapkan ruangan untuk pemeriksaan," ujarnya.
Gubernur Sultra diduga melakukan perbutan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi.
Tersangka juga menerbitkan SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana Sultra.
Ia disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Petugas KPK menggeledah sejumlah tempat di Kendari untuk mencari bukti, yakni di kantor Gubernur Sultra, rumah jabatan gubernur, rumah pribadi dan kantor Badan Pertanahan Nasional.