Baubau (Antara News) - Koalisi Advokasi Kebijakan Publik Kepulauan Buton (KAKP Kepton) meminta Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) agar meninjau usulan perpanjangan izin pengolahan kayu (IPK) yang diusulkan oleh PT Setya Jaya Abadi (SJA) untuk melanjutkan pengolahan kayu hutan jati di Kabupaten Buton Selatan (Busel) yang akan berakhir 12 Juni 2016.

Ketua KAKP Kepton La Ode Muhammad Izha Anshari  mengatakan usulan perpanjangan IPK PT Setya Jaya Abadi kepada Dinas Kehutanan Provinsi Sultra perlu ditinjau kembali karena IPK yang akan diterbitkan untuk pihak ketiga itu tidak memberikan keuntungan kepada daerah dan masyarakat setempat.

"Dalam pisisi neraca daerah kawasan itu merupakan kawasan Areal Peruntukan Lain (APL) yang merupakan kewenangan daerah, jadi bukan milik kehutanan karena kawasan itu bukan masuk hutan produksi maupun hutan produksi terbatas," ujarnya.

Artinya, lanjut dia, pengelolaan kayu di kawasan APL itu dapat dilakukan oleh masyarakat karena peruntukannya sudah jelas, apalagi pemerintah daerah perlu mendapatkan keuntungan lebih besar dan masyarakat bisa menjadi imbas dari areal yang diturunkan statusnya itu dengan menerbitkan IPK untuk masyarakat.

Menurut dia, kalau pun IPK diterbitkan untuk individual, maka tidak akan menjadi masalah karena IPK untuk APL tersebut dapat diberikan kepada orang per orang, apalagi APL itu peruntukannya meliputi tiga fungsi, baik untuk kawasan pertanian, kawasan pemukiman maupun kawasan pemerintahan.

"Dari ketiga fungsi itu domain yang lebih besar adalah untuk kawasan pertanian atau perkebunan bagi masyarakat. Artinya pengelolaan kayu di kawasan APL itu juga dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri karena peruntukannya sudah jelas," katanya.

Ia mengatakan, bila APL peruntukanya sudah jelas untuk masyarakat berarti kayu yang ada di kawasan itu dapat diserahkan secara langsung kepada masyarakat untuk mengelolanya, sehingga PT Setya Jaya Abadi tidak perlu mendapatkan IPK, tetapi dapat bertindak sebagai pembeli.

Menurut dia, status kawasan APL sekitar 400 hektare hutan jati, namun sejauh ini IPK PT SJA baru mengolah sekitar 100 hektare, sehingga kalau ada usulan perpanjangan izin dari perusahaan itu agar dipertimbangan dengan matang sebelum mengolah 300 hektar lainnya.

"Kalau 400 hektare ini adalah untuk masyarakat maka terbitkan saja IPK kepada masyarakat, misalnya masing-masing masyarakat bisa mendapatkan dua hektare melalui Surat Keterangan Sah Kayu Bulat (SKSKB), maka PT Setya Jaya Abadi bisa bertindak sebagai pembelinya," katanya.

Pewarta : Yusran
Editor :
Copyright © ANTARA 2024