Jakarta (Antara News) - Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim menyatakan korupsi adalah mencuri dari orang miskin dan merupakan halangan sangat besar bagi pembangunan internasional serta sasaran global guna mengentaskan kemiskinan ekstrim pada 2030.

        "Korupsi sama saja mencuri dari orang miskin. Korupsi merusak pembangunan dan kesejahteraan," kata Jim Yong Kim dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

        Presiden Bank Dunia memaparkan, hal tersebut karena korupsi memindahkan sumber daya dari tujuan sesungguhnya sehingga banyak layanan yang tidak bisa dilakukan, seperti vaksin kesehatan yang tidak bisa diterima warga, pasokan sekolah yang tidak bisa dilakukan untuk meningkatkan pendidikan, infrastruktur jalan yang tidak terbangun.

        Menurut dia, dirinya telah berkelana ke berbagai belahan dunia dan melihat dampak korupsi yang sangat merusak terhadap kehidupan orang miskin dan mengakibatkan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahannya.

        Untuk itu, pihaknya bersama sejumlah pihak lainnya di tingkat internasional mendorong agenda baru yang menekankan "transparansi radikal", sebagai upaya untuk menciptakan dan menggunakan transparansi dalam mengatasi korupsi.

        Upaya tersebut pertama harus terus didorong lebih banyak informasi dan transparansi yang lebih besar terkait penggunaan dana publik.

        "Publikasi Panama Papers mengingatkan kita akan kekuatan transparansi, yang mendorong dihentikannya 'tax havens' untuk orang yang sangat kaya yang menyembunyikan uang mereka dari pemerintah," katanya.

        Kedua, berbagai pihak juga didorong untuk menggunakan inovasi dan teknologi untuk mendorong perubahan di dunia, karena teknologi meningkatkan jasa layanan dan penggunaan sumber daya.

        Sedangkan ketiga, berbagai pihak juga ingin membuat lebih banyak lagi warga negara dan sektor swasta terlibat, serta harus adanya proteksi terhadap pembela transparansi.

        Di Indonesia, Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Kamis (12/5), memaparkan beberapa hal yang mendorong kasus korupsi meningkat, di antaranya kenaikan anggaran pendapatan dan belanja, baik di pusat maupun daerah, sekitar 100 persen setiap lima tahun.

        Selain itu, aturan hukum korupsi yang makin melebar. "Formula hukum yang makin melebar, maka seakan-akan negara ini jumlah kasus korupsinya besar," tutur Wapres.

        Jusuf Kalla sangat setuju pemberantasan korupsi harus keras. Namun, Kalla tidak menginginkan pemberantasan korupsi justru memperlambat program pembangunan untuk kesejahteraan rakyat karena pemerintah takut menggunakan anggaran.

        Dalam berbagai kesempatan bertemu dengan investor asing yang meminta kepastian hukum, Wapres cukup bangga dengan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. "Saya bilang kepada mereka, selama 12 tahun di Indonesia ada sembilan menteri yang masuk penjara, 19 gubernur, 46 anggota DPRD, 100 lebih bupati, dan empat ketua umum partai. Begitu juga dengan di yudikatif," pungkasnya.

Pewarta : Muhammad Razi Rahman
Editor :
Copyright © ANTARA 2024