Jakarta (Antara News) - Setiap berbicara mengenai Bahasa Indonesia tak bisa lepas dari nama Jusuf Sjarief Badudu atau yang lebih dikenal JS Badudu.

        Masyarakat era 1970-an mengenalnya sebagai pembawa acara Siaran Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI Pusat Jakarta (1977-1979) dan dilanjutkan pada 1985-1986.

        Melalui siaran rutin tersebut, masyarakat mendapatkan pencerahan mengenai bagaimana menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

        Ia juga seorang penulis dengan belasan buku hasil karyanya seperti Pelik-Pelik Bahasa Indonesia, Membina Bahasa Indonesia Baku, Bahasa Indonesia: Anda bertanya? Inilah jawabnya, Ejaan Bahasa Indonesia, Sari Kesusasteraan Indonesia untuk SMA, Buku dan Pengarang, Belajar Memahami Peribahasa, Peribahasa, Mari Membina Bahasa Indonesia Seragam, Penuntun Ujian Bahasa Indonesia untuk SMP, dan Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar II.

        Badudu juga melakukan penelitian bahasa antara lain yakni Morfologi Bahasa Indonesia Lisan, Morfologi Bahasa Indonesia Tulisan, Perkembangan Puisi Indonesia Tahun 20-an hingga tahun 40-an, Buku Panduan Penulisan Tata Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama, dan Bahasa Indonesia di Daerah Perbatasan Bogor-Jakarta.

        Lelaki kelahiran Gorontalo, 19 Maret 1926 tersebut juga menyusun sejumlah kamus yakni Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia, Kamus Umum Bahasa Indonesia, dan Kamus Kata-Kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia.

        Sampai sekarang, namanya juga tak pernah alpa di setiap buku pelajaran sekolah. Ia seorang pengajar, Guru Besar Linguistika Universitas Padjajaran, Bandung. Membimbing ratusan peneliti bahasa dan sastra baik nasional maupun internasional.

        Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Dadang Sunendar mengatakan JS Badudu membawa marwah Bahasa Indonesia ke tingkatan yang paling tinggi.

        "Kami sangat terbantu dengan peran beliau. Beliau mengajar di perguruan tinggi baik itu Universitas Pendidikan Indonesia maupun Universitas Padjajaran, menjadi promotor, pendamping promotor, anggota promotor dari ratusan peneliti kebahasaan," jelas Dadang.

        Pokok pikirannya, mengalir dalam berbagai skripsi, tesis, disertasi, maupun buku-buku Bahasa Indonesia.

        Tak pelak, banyak yang menasbihkannya sebagai "pendekar" Bahasa Indonesia. Sejak umur 15 tahun ia mengabdikan dirinya untuk Bahasa Indonesia.

    
                       Kritik Soeharto
   JS Badudu atau yang kerap disapa Yus Badudu mempunyai komitmen yang tinggi agar masyarakat dapat menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

        Bahkan pada masanya, ia tak segan mengkritik penggunaan Bahasa Indonesia oleh Presiden Soeharto. Hal yang sangat tabu pada saat itu.

        Presiden Suharto sering menggunakan kata berakhiran "-keun". Hal itu tidak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia. JS Badudu menyampaikan kritikan tersebut di televisi dan menjelaskan bahwa yang benar adalah kata yang menggunakan akhiran "-kan"
   Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta, Abdul Syukur, mengatakan pada saat itu banyak masyarakat yang salah dalam mengunakan Bahasa Indonesia. Fenomena itu terjadi karena mencontoh cara berbahasa pemimpinnya yakni Presiden Soeharto.

        Dirangkum dari berbagai sumber, pada awalnya Yus ingin kuliah di Bidang Ilmu Pasti karena senang dengan ilmu pasti dan nilainya tinggi pada bidang itu.

        Tetapi ketika dia mendaftar, permintaannya ditolak karena Bidang Ilmu Pasti sudah penuh. Sebulan kemudian, dia datang lagi dan pihak universitas menawarkan Bidang Ilmu Bahasa Indonesia, karena Yus sudah mengajar Bahasa Indonesia di sekolah dan kebetulan bagian itu masih agak kosong.

        Meskipun terpaksa, ia kemudian menerimanya. Meski demikian, ia tak main-main, ia selalu ingin memberikan yang terbaik.

        

                             Wafat

   JS Badudu telah menyelesaikan tugasnya dalam bidang kebahasaan. Ia berpulang dalam damai di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung pada Sabtu, 12 Maret 2016 pukul 22.10 WIB. Ia masuk rumah sakit sejak dua hari yang lalu karena komplikasi.

        Cucu ketujuh JS Badudu, Ananda Badudu, mengatakan sejak 10 tahun yang lalu kakeknya diserang stroke ringan maupun berat yang mengakibatkan kondisi fisiknya semakin menurun.

        Mendiang meninggalkan sembilan anak, sembilan menantu, 23 cucu dan dua cicit.    
   Ananda menyebut sepanjang hidupnya, kakeknya delapan tahun menjadi guru SD, empat tahun guru SMP, 10 tahun guru SMA, serta 42 tahun menjadi dosen di UNPAD dan UPI Bandung. Ia menginjak usia pensiun pada 1991, tetapi setelah itu masih aktif mengajar dan menulis sampai awal 2000.

        Selain itu, JS Badudu adalah orang pertama yang mendapat gelar guru besar dari Fakultas Sastra UNPAD yang dinobatkan menjadi guru besar pada 1985 dalam usia 59 tahun.

        Semasa hidupnya, beragam penghargaan diterimanya yakni Satyalencana Karya Satya (1987), Bintang Mahaputera Nararya (2001), dan Anugerah Sewaka Winayaroha (2007).

        Bahkan Kemendikbud juga berencana memberikan penghargaan khusus kepada mendiang atas sumbangsihnya dalam bidang kebahasaan.

Pewarta : Indriani
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024