Jakarta (Antara News) - Sudah lebih dari setahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo didampingi oleh Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla.

         Pasangan pemimpin itu menuangkan program pemerintahannya di dalam "Nawacita" atau Sembilan Agenda, di mana salah satunya adalah mengejar pembangunan Indonesia dari pinggiran daerah dan desa sebagai negara kesatuan.

         Selain itu, agenda lain dalam Nawacita adalah meningkatkan produktivitas dan daya saing rakyat di pasar internasional yang bisa mewujudkan kemandirian ekonomi melalui sektor strategis ekonomi domestik.

         Wakil Presiden berumur 73 tahun, Jusuf Kalla mengerti inti ketiga agenda tersebut, dengan sejumlah hal yang telah dia lakukan seperti dukungan pembangunan sumber energi serta menumbuhkan ekonomi dari daerah pinggiran Indonesia.

         Pada awal bergabung dengan pemerintahan, JK pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian pada 1999-2000 saat pemerintahan Abdurahman Wahid atau Gus Dur. Kemudian menjadi Menko Kesra pada 2001-2004 pada kepemimpinan Megawati Soekarnoputri.

         JK, salah satu pengusaha yang berasal dari Sulawesi Selatan sebagai satu kawasan yang paling maju di Kawasan Timur Indonesia bagian timur, memahami bagaimana membangun ekonomi Indonesia untuk dimulai dari daerah setelah pengalamannya bergabung dalam pemerintahan.

         Daerah pinggiran, menurut JK, bukan berarti menjadi daerah terpinggirkan dan dipandang sebelah mata. Dengan adanya ketimpangan ekonomi antara pusat dan daerah, Kalla menilai hal itu dapat menjadi sumber konflik bahkan separatisme.

         Dalam beberapa kesempatan, Kalla selalu menekankan separatisme dapat dicegah dengan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktivitas masyarakat di daerah.

         "Setelah konflik itu tentu saya mempelajari, masalah apa yang perlu diselesaikan untuk menjamin keamanan dan kedamaian agar berlanjut? Yaitu tadi adalah kemajuan, baik kemajuan ekonomi, pendidikan, dan harmoni bangsanya," tutur JK di Poso, Sulawesi Tengah pada Juni 2015.

         Namun, tanpa adanya fasilitas infrastruktur yang memadai seperti di wilayah pusat, bagaimana daerah dapat mengembangkan ekonomi di wilayahnya masing-masing? Karena itulah pemerintah memfokuskan untuk mendukung pembangunan infrastruktur di daerah.

         Hal itu juga menjadi salah satu alasan mengapa dia bersedia menjadi saksi bagi mantan Bupati Indramayu Irianto Mahfudz Sidik Syafiuddin atau Yance di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat yang menjadi tersangka sejak 13 September 2010 atas dugaan keterlibatan korupsi pembebasan lahan 82 hektare untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap I Sumur Adem, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

         Kalla yang menjadi saksi telah menjawab sedikitnya 29 pertanyaan dari jaksa, penasihat dan Hakim terkait pembebasan lahan PLTU tersebut semasa menjadi Wakil Presiden periode 2004-2009.

         Menurut Wapres, dia memerintahkan gubernur dan bupati untuk mempercepat pembebasan lahan di daerah tersebut untuk menghindari potensi kerugian negara sebesar Rp17 triliun jika pembangunan terlambat.

         "Dibandingkan dengan harga tanahya yang hanya 0,3 persen (dari nilai investasi) serta dengan cepat selesai, berarti justru sangat menguntungkan negara. Karena pembebasan lahannya itu hanya Rp43 miliar, sedangkan biaya pembangunannya (pembangkit listrik) itu Rp10 triliun," jelas Wapres kepada media pada April 2015.

         Yance akhirnya dijatuhi vonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung pada Juni 2015.

         Wapres menjelaskan pada saat ini terdapat ketakutan dari pejabat pemerintah untuk membangun daerahnya yang malah dikhawatirkan berbahaya bagi kemajuan ekonomi negara karena keterlambatan pertumbuhan infrastruktur di daerah.

         Mantan ketua umum Partai Golkar itu menegaskan pejabat tidak perlu takut untuk membangun daerahnya masing-masing.

         "Bukannya tidak mau anti korupsi, tetapi agar orang jangan ketakutan karena ketakutan dan korupsi, lebih berbahaya ketakutan. Korupsi itu artinya mengambil uang negara, tapi ketakutan tidak berbuat apa-apa. Dan tidak berbuat apa-apa itu lebih merugikan negara," papar JK.

         Memang masih banyak daerah yang pembangunan infrastrukturnya tertinggal seperti fasilitas pelabuhan laut dalam untuk bongkar muat barang berskala internasional maupun fasilitas energi listrik untuk kebutuhan industri dan rumah tangga, sehingga daerah terpencil masih terseok-seok mengangkat ekonomi masing-masing.

         Selain itu, menurut laporan Bank Dunia, terdapat satu persen keluarga Indonesia yang mampu menguasai hingga 50,3 persen kekayaan bangsa.

         Dengan demikian, kata JK, 99 persen keluarga lainnya di Indonesia harus berbagi 50 persen kekayaan nasional, di mana ketidakseimbangan harus diperbaiki oleh seluruh lapisan.

         Oleh karena itu, Pemerintah berusaha memperbaiki ekonomi mulai dari daerah pinggiran melalui pembangunan sejumlah fasilitas infrastruktur untuk meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat lokal.

    
Kejar pembangunan
    Sofyan Wanandi sebagai Ketua Tim Ahli Wapres mengatakan pemerintah akan mengejar infrastruktur pada 2016 baik fasilitas listrik, akses jalan, air bersih, pelabuhan maupun bandara di sejumlah daerah di Indonesia.

         Kemiskinan infrastruktur tersebut membuat biaya logistik Indonesia menjadi mahal sehingga produk lokal Tanah Air tidak dapat bersaing dengan barang-barang buatan luar negeri.

         Oleh karena itu, jelas Sofyan, Kabinet Kerja saat ini memfokuskan dua kebijakan yang pertama pembangunan infrastruktur dan kedua membuat paket-paket kebijakan ekonomi dengan memperbaiki proses dan biaya birokrasi sehingga lebih efisien dan menarik investasi baik dari dalam maupun luar negeri.

         "Jadi ekonomi meningkat paling sedikit di kuartal terakhir ini. Tapi tidak seperti yang kita harapkan pertumbuhannya lebih tinggi dengan macam-macam faktor politik yang menghambat kita," jelas Sofyan.

         Pada 2016, lanjut Sofyan, Pemerintah akan menggenjot pembangunan bendungan untuk pengairan pertanian serta akses jalan raya. Sedangkan untuk proyek pembangunan jalan tol, pembangkit listrik, pelabuhan dan bandara rencananya dilakukan bekerja sama dengan pihak swasta.

         Jika proses birokrasi telah lebih lancar dan infrastruktur semakin memadai, maka pemerintah yakin Ibu Pertiwi dapat mulai membangun ekonomi dari dalam negeri karena penjualan komoditas lokal diperkirakan akan stagnan seperti saat ini akibat kondisi ekonomi dunia yang melambat.

         Dengan terpenuhinya pasokan listrik dan mudahnya logistik produk dalam negeri, maka hal itu akan memudahkan pembuatan komponen yang dibutuhkan segala jenis industri baik otomotif maupun tekstil di dalam negeri yang jelas hal itu akan meningkatkan efisiensi industri untuk memasok kebutuhan pasar Indonesia yang kemudian mempenetrasi pasar Asia Tenggara.

         Sejalan dengan hal itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Sofyan Djalil menjelaskan terdapat 1.600 proyek infrastruktur dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) siap dilelang dan diperkirakan pengerjaan proyek tersebut dimulai awal 2016.

         Kementerian Pekerjaan Umum juga mendapat anggaran pembangunan terbesar yakni mencapai Rp104,08 triliun pada 2016. Sementara itu, Kementerian Pertanian mendapat anggaran Rp31,5 triliun untuk pembangunan sektor pertanian serta anggaran untuk Kementerian Perhubungan mencapai Rp48 triliun.

         Menurut data Kementerian Koordinator Perekonomian, sejumlah proyek dari APBN yang dapat dimulai pengerjaan fisiknya pada awal 2016 adalah beberapa proyek pembangunan dan peningkatan kapasitas pelabuhan oleh Kementerian Perhubungan. Selain itu, salah satu proyek pembangunan yang dapat mulai dikerjakan oleh Kementerian Pu-PR adalah perbaikan akses jalan.

         Jika pemerintah berhasil mewujudkan ketiga poin Nawacita di sektor ekonomi, maka Ibu Pertiwi, sebagai bangsa terbesar di Asia Tenggara, diharapkan mampu bangkit menjadi Macan Asia Tenggara memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2016.

Pewarta : Bayu Prasetyo
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024