Jakarta (Antara News) - PT Aneka Tambang (Antam) mengindikasikan adanya skema kerja sama dengan pihak lain dalam penyerapan saham yang dilepas atau divestasi dari perusahaan mineral Amerika Serikat Freeport yang beroperasi di Papua sebesar 10,64 persen.

        "Skema kerjasama dengan lembaga yang lain pasti ada, kemungkinan dengan BUMN untuk menyerap saham Freeport," kata Direktur Utama Antam Tedy Badrujaman selepas acara acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu.

        Skema tersebut, menurut Tedy merupakan salah satu jalan untuk menyerap divestasi saham Freeport Indonesia, karena menurut dia penyerapan saham tersebut belum mampu diemban oleh perseroan, sehingga dibutuhkan menggandeng pihak lainnya agar pendanaan lancar.

        Akan tetapi ketika ditanya mengenai kesiapan Antam dalam menyerap divestasi saham Freeport Indonesia sesuai dengan arahan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menunjuk Antam untuk membeli 10,64 persen, Tedy menyatakan kesiapannya.

        "Kami siap, namun sampai saat ini belum ada penunjukan khusus dari pemerintah pada kami untuk membeli saham Freeport Indonesia yang harus dimiliki oleh negara hingga 10,64 persen," katanya.

        Lebih lanjut, Tedy menegaskan kesiapannya jika benar-benar telah ditunjuk untuk membeli saham Freeport Indonesia terutama terkait jenis usaha dan operasionalnya. "Perbedaannya hanyalah volume tambang, jenis usaha, operasional seperti engineering dan operator sudah sama, soal teknologi juga bisa disesuaikan karena sudah sering kita bertukar pengalaman," ujar Tedy.

        Dari informasi yang dihimpun Antara pemerintah melalui Kementerian BUMN menunjuk Antam untuk membeli 10,64 persen saham PT Freeport Indonesia. Freeport sendiri diwajibkan melepas 30 persen sahamnya ke investor nasional karena diklasifikasikan sebagai perusahaan pertambangan bawah tanah. Dari jumlah itu, pemerintah baru mengantongi sekitar 9,36 persen.

        Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk Tedy Badrujaman juga menyatakan investor dalam proyek pabrik pemurnian atau Smelter Grade Alumina (SGA) di Mempawah, Kalimantan Barat, masih menunggu evaluasi proposal yang diajukan.

        "Sampai saat ini, partner secara resmi belum ada karena kami harus mengevaluasi terlebih dahulu proposal yang mereka ajukan," kata Tedy selepas acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu.

        Evaluasi tersebut, kata dia, akan dilakukan mulai dari pertengahan bulan Oktober 2015, yang merupakan batas akhir pengajuan propopsal dari investor. "Pada tanggal 15 Oktober nanti semua proposal akan masuk, kemudian kami melakukan evaluasi untuk menentukan siapa investor yang akan menjadi mitra," katanya

        Dalam proyek SGA tersebut, Antam yang bergabung dengan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) dengan proporsi kepemilikan 51 persen. Saat ini, kata dia, sedang menentukan mitra dalam proyek tersebut.
"Antam dan Inalum tetap memiliki porsi kepemilikan terbesar, yaitu 51 persen, saat ini kami sedang mencari mitra strategis untuk bergabung dalam proyek ini," ujarnya.

        Investor yang akan dipilih sebagai mitra tersebut, kata Tedy, harus memiliki teknologi yang dibutuhkan dan belum dipunyai oleh Antam ataupun Inalum.  "Keunggulan teknologi juga jadi salah satu pertimbangan kami dalam menentukan investor yang akan menjadi mitra strategis selain sudah berpengalaman dalam bidang hilirisasi ini dan seluk-beluknya," ujar dia.

        Dari informasi yang dihimpun Antara, pada tanggal 3 Juli 2015, Antam bersama Inalum sepakat menandatangani nota kesepahaman untuk kerja sama dalam SGA Mempawah. Keduanya memiliki porsi 51 persen, dan sisa 49 persen akan ditawarkan ke investor asing.

        Hingga saat ini ada sedikitnya tiga investor asing yang berminat untuk menjadi mitra Antam dan Inalum dalam proyek SGA ini. Mereka adalah Dubai Aluminium (Dubal), Rusia Aluminium (Rusal), dan satu perusahaan asal Tiongkok.

        Sebelumnya, dikabarkan Antam-Inalum menjajaki pinjaman ke China Development Bank (CDB) senilai 1,5 miliar dolar AS atau lebih besar dari rencana semula yang bernilai satu miliar dolar AS untuk membiayai pembangunan fasilitas tersebut.

        Akan tetapi, kucuran pinjaman dari CDB tersebut sangat tergantung pada mitra yang dipilih Antam dan Inalum. Jika mitra yang dipilih berasal dari Tiongkok, kemungkinan pinjaman dari CDB bisa lebih cepat. Antam menargetkan bisa melakukan "groundbreaking" SGA mempawah pada Kuartal II 2016.

        Seperti diketahui, SGA Mempawah adalah proyek pengolahan bijih bauksit menjadi SGA dengan kapasitas 1,6 juta ton SGA per tahun. Nilai investasinya sekitar 1,7 miliar hingga 1,8 miliar dolar AS. Proyek tersebut ditargetkan rampung pada Kuartal III 2019.

Pewarta : Oleh Ricky Prayoga
Editor :
Copyright © ANTARA 2024