Jakarta (Antara News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengutuk insiden pembunuhan terhadap 12 awak majalah satir Charlie Hebdo di Prancis yang diduga dilakukan oleh ekstrimis dan mengatasnamakan Islam.
"MUI mengutuk tindakan pembunuhan terhadap awak media di Prancis itu, karena tindakan itu bertentangan dengan nilai kemanusaiaan dan ke-Islaman yang 'blessing for all'," kata Ketua MUI bidang Hubungan Luar Negeri dan Hubungan Internasional, Muhyidin Junaidi di kantornya, Menteng, Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan tindakan para pelaku serangan mematikan itu tidak mewakili umat Islam secara keseluruhan, kendati dikabarkan mereka melafalkan "Allahuakbar" sebelum menembak.
Charlie Hebdo sendiri mendapati serangan itu karena diduga memiliki keterkaitan dengan isi majalah satir mereka.
Kantor tersebut sempat dilempar bom botol pada tahun 2011, sehari setelah menerbitkan karikatur Nabi Muhammad. Sementara pemimpin redaksinya, Stephane Charbonnier kerap mendapat ancaman pembunuhan beberapa kali.
Nahas bagi pemimpin redaksi majalah satir itu, karena penembakan yang baru-baru ini terjadi menewaskannya bersama sejumlah awak majalah yang saat serangan terjadi mereka tengah melangsungkan rapat redaksi.
Muhyidin mengatakan umat Islam tidak berhak melakukan tindakan menghilangkan nyawa seperti yang terjadi pada insiden berdarah Charlie Hebdo.
"Terkait isi media mereka kami juga keberatan meski mereka mengatasnamakan kebebasan berekspresi. Tetapi jika protes isi majalah itu dilakukan dengan pembunuhan seperti penembakan itu tentu bukan cara umat Muslim bertindak, karena sejatinya protes dapat dilakukan lewat ranah hukum," tuturnya.
Ajaran Islam, memiliki batas-batas dalam berekspresi. "Islam memiliki batasan mana boleh mana tidak. Ada hal-hal sakral seperti tentang nabi," kata dia.
"MUI mengutuk tindakan pembunuhan terhadap awak media di Prancis itu, karena tindakan itu bertentangan dengan nilai kemanusaiaan dan ke-Islaman yang 'blessing for all'," kata Ketua MUI bidang Hubungan Luar Negeri dan Hubungan Internasional, Muhyidin Junaidi di kantornya, Menteng, Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan tindakan para pelaku serangan mematikan itu tidak mewakili umat Islam secara keseluruhan, kendati dikabarkan mereka melafalkan "Allahuakbar" sebelum menembak.
Charlie Hebdo sendiri mendapati serangan itu karena diduga memiliki keterkaitan dengan isi majalah satir mereka.
Kantor tersebut sempat dilempar bom botol pada tahun 2011, sehari setelah menerbitkan karikatur Nabi Muhammad. Sementara pemimpin redaksinya, Stephane Charbonnier kerap mendapat ancaman pembunuhan beberapa kali.
Nahas bagi pemimpin redaksi majalah satir itu, karena penembakan yang baru-baru ini terjadi menewaskannya bersama sejumlah awak majalah yang saat serangan terjadi mereka tengah melangsungkan rapat redaksi.
Muhyidin mengatakan umat Islam tidak berhak melakukan tindakan menghilangkan nyawa seperti yang terjadi pada insiden berdarah Charlie Hebdo.
"Terkait isi media mereka kami juga keberatan meski mereka mengatasnamakan kebebasan berekspresi. Tetapi jika protes isi majalah itu dilakukan dengan pembunuhan seperti penembakan itu tentu bukan cara umat Muslim bertindak, karena sejatinya protes dapat dilakukan lewat ranah hukum," tuturnya.
Ajaran Islam, memiliki batas-batas dalam berekspresi. "Islam memiliki batasan mana boleh mana tidak. Ada hal-hal sakral seperti tentang nabi," kata dia.