Kendari (Antara News) - Bupati Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Hugua meminta dukungan Pemerintah Provinsi Sultra dan Pemerintah Pusat, untuk menjadikan Wakatobi sebagai pelabuhan transit, baik bandara udara maupun pelabuhan laut.
Bupati Hugua menyampaikan permintaan tersebut pada rapat koordinasi antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Kendari, Senin.
"Posisi geografis Wakatobi yang terletak tepat di laut Banda (di tengah-tengah antara kawasan Timur dan kawasan Barat Indonesia-red), sangat strategis untuk memainkan peran sebagai pelabuhan transit dalam program tol laut pemerintah," katanya.
Pada kesempatan rapat koordinasi yang dihadiri para bupati/wali kota se-Sultra itu, Hugua menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Wakatobi sendiri bersama pemerintah Kabupaten Lembata, NTT, sudah menguji coba pelayaran penyeberangan Fery Wakatobi - Lembata.
Dari Lembata kata dia, kapal Fery tersebut membuat berbagai komodotas pertanian dan peternakan seperti sapi dan kambing.
"Hanya beberapa jam membongkar muatan di Wakatobi, seluruh komoditi yang dibawa sudah habis terjual," katanya.
Setelah kembali ke Lembata katanya, kapal Fery tersebut memuat `RB` (barang bekas) dari masyarakat Wakatobi puluhan ton.
"Kalau penyeberangan kapal Fery Lembata ini dihidupkan, bisa menjadi tol laut yang menghubungkan NTT, Wakatobi, Bitung dan Filipina," katanya.
Demikian pula ujarnya dengan bandara Matahora, sangat strategis yang menjadi bandara penghubung antara KTI dan KTB selain Makassar, Sulawesi Selatan.
"Jika Wakatobi menjadi bandara hubung atau transit di KTI, makan akan terjadi penghematan bahan bakar yang luar biasa. Penerbangan ke Maluku dan Papua dekat, dan kw wilayah barat juga tidak terlalu jauh," katanya.
Lebih-lebih katanya penerbangan ke Bali dan Manado, Sulawesi Utara dari Wakatobi sangat dekat.
"Jika Wakatobi jadi bandara hubung di KTI, maka bisa memotong jarak penerbangan di seluruh wilayah KTI. Masyarakat Papua yang mau ke Bali atau Manado, cukup terbang ke Wakatobi lalu melanjutkan penerbangan ke kota-kota tujuan," katanya.
Bupati Hugua menyampaikan permintaan tersebut pada rapat koordinasi antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Kendari, Senin.
"Posisi geografis Wakatobi yang terletak tepat di laut Banda (di tengah-tengah antara kawasan Timur dan kawasan Barat Indonesia-red), sangat strategis untuk memainkan peran sebagai pelabuhan transit dalam program tol laut pemerintah," katanya.
Pada kesempatan rapat koordinasi yang dihadiri para bupati/wali kota se-Sultra itu, Hugua menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Wakatobi sendiri bersama pemerintah Kabupaten Lembata, NTT, sudah menguji coba pelayaran penyeberangan Fery Wakatobi - Lembata.
Dari Lembata kata dia, kapal Fery tersebut membuat berbagai komodotas pertanian dan peternakan seperti sapi dan kambing.
"Hanya beberapa jam membongkar muatan di Wakatobi, seluruh komoditi yang dibawa sudah habis terjual," katanya.
Setelah kembali ke Lembata katanya, kapal Fery tersebut memuat `RB` (barang bekas) dari masyarakat Wakatobi puluhan ton.
"Kalau penyeberangan kapal Fery Lembata ini dihidupkan, bisa menjadi tol laut yang menghubungkan NTT, Wakatobi, Bitung dan Filipina," katanya.
Demikian pula ujarnya dengan bandara Matahora, sangat strategis yang menjadi bandara penghubung antara KTI dan KTB selain Makassar, Sulawesi Selatan.
"Jika Wakatobi menjadi bandara hubung atau transit di KTI, makan akan terjadi penghematan bahan bakar yang luar biasa. Penerbangan ke Maluku dan Papua dekat, dan kw wilayah barat juga tidak terlalu jauh," katanya.
Lebih-lebih katanya penerbangan ke Bali dan Manado, Sulawesi Utara dari Wakatobi sangat dekat.
"Jika Wakatobi jadi bandara hubung di KTI, maka bisa memotong jarak penerbangan di seluruh wilayah KTI. Masyarakat Papua yang mau ke Bali atau Manado, cukup terbang ke Wakatobi lalu melanjutkan penerbangan ke kota-kota tujuan," katanya.