Timika   (Antara News) - Kepolisian Resor Mimika, Papua, akan meminta tambahan pasukan dari Polda Papua jika rencana mogok ribuan pekerja PT Freeport Indonesia, PT KPI dan PT PJP jadi dilakukan dalam waktu dekat.

         Wakil Kepala Kepolisian Resor Mimika, Kompol Wirasto Adi Nugroho di Timika, Jumat, mengatakan, penambahan pasukan diperlukan untuk mengantisipasi adanya potensi gangguan keamanan berskala besar di area obyek vital nasional (obvitnas) PT Freeport Indonesia jika ribuan pekerja benar-benar menggelar mogok kerja.

         Sebagaimana diketahui, Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja-Kimia, Energi dan Pertambangan (SP-KEP) SPSI PT Freeport Indonesia, PUK SP-KEP SPSI PT Kuala Pelabuhan Indonesia dan PUK SP-KEP SPSI PT Puncak Jaya Power telah menyampaikan surat pemberitahuan resmi ke berbagai pihak soal rencana melakukan mogok kerja selama sebulan terhitung mulai 6 November-6 Desember 2014.

         "Kalau memang jadi mogok yah tentu kita akan minta tambahan pasukan dari Polda," kata Wirasto.

         Meski demikian, katanya, Polres Mimika sangat berharap agar proses mediasi yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan internal di lingkungan PT Freeport yang saat ini tengah dilakukan di Jakarta bisa menemukan solusi terbaik sehingga aksi mogok kerja para pekerja Freeport dan dua perusahaan privatisasinya itu batal digelar.

         "Sebagai anggota Polri, yang kita pikirkan adalah dampak sosialnya terhadap masyarakat bilamana karyawan jadi mogok kerja selama sebulan," ucapnya.

         Ia mengemukakan, sampai saat ini situasi kamtibmas khusus di area pertambangan PT Freeport Indonesia di wilayah Tembagapura dan sekitarnya masih aman.

         Pada Jumat (31/10), belasan ibu-ibu rumah tangga dari Kampung Waa-Banti, Distrik Tembagapura sempat mendatangi Kantor Sekretariat PUK SPSI PT Freeport di Tembagapura untuk menyampaikan aspirasi mereka yang menyatakan tidak mendukung aksi mogok para pekerja PT Freeport.

         Kelompok ibu-ibu yang dipimpin, Martina Natkime dan Eda Natkime itu sempat memblokade Kantor Sekretariat PUK SPSI PT Freeport dan merusak satu unit komputer.

         Mereka mengingatkan PUK SPSI PT Freeport agar tidak mengajak pekerja untuk melakukan mogok karena hanya akan merugikan pekerja putra daerah.

         Selain itu, kelompok ibu-ibu rumah tangga itu juga meminta para pekerja kembali bekerja, jika tidak mau bekerja  maka dipersilahkan tinggalkan PT Freeport untuk kembali ke kampung halaman mereka masing-masing.

         Untuk mencegah aksi lebih besar, Kapolsek Tembagapura AKP Sudirman bersama anggotanya dan dibantu Satgas Pengamanan PT Freeport Indonesia segera mengamankan belasan ibu-ibu rumah tangga tersebut.

         Anggota Bidang Advokasi PUK SPSI PT Freeport Indonesia, Tri Puspita mengakui adanya aksi sekelompok ibu rumah tangga tersebut yang dinilainya karena adanya kesalahan informasi.

         Tri menegaskan, para pekerja tidak pernah memiliki maksud untuk mengganggu stabilitas keamanan di lingkungan PT Freeport Indonesia di kawasan Tembagapura.

         Ia juga membantah pernyataan Gubernur Papua, Lukas Enembe yang menuding PUK SPSI berambisi menduduki jabatan-jabatan penting di manajemen PT Freeport Indoesia sehingga merekomendasikan untuk memecat sebanyak 58 staf Freeport.

         "Kami tidak punya niat sedikitpun untuk menduduki jabatan-jabatan penting di Freeport. Perjuangan kami hanya untuk memperbaiki kinerja manajemen PT Freeport. Apalah kemampuan kami karena kami semua rata-rata hanya tamatan SMA/SMK," ujar Tri Puspita sembari menambahkan bahwa PUK SPSI PT Freeport mengapresiasi permintaan Gubernur Lukas Enembe untuk menggelar pertemuan dalam waktu dekat.

Pewarta : Evarianus Supar
Editor :
Copyright © ANTARA 2024