Kendari  (Antara News) - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sultra) dinilai diskriminatif dalam menangani tersangka kasus dugaan korupsi dana Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di DPRD Kabupaten Wakatobi.

Penilaian tersebut disampaikan Ketua Gerakan Anti Korupsi Indonesia (GAKI) Sultra, Kaimuddin di Kendari, Jum`at.

"Kasus dugaan korupsi dana SPPD fiktkif di DPRD Wakatobi melibatkan 20 anggota DPRD Wakatobi periode periode 2004 - 2009, namun yang dijadikan tersangka hanya dua orang," katanya.

Itu pun kata dia, saat dilakukan penahanan terhadap tersangka, yang ditahan hanya satu orang, yakni tersangka AA (61), mantan Sekretaris DPRD Wakatobi.

Sedangkan tersangka DM (49), mantan Ketua DPRD Wakatobi periode 2004-2009, masih dibiarkan bebas berkeliaran.

"Mestinya, saat dilakukan tindakan hukum kepada kedua tersangka, dua-duanya ditahan, bukan hanya menahan satu orang," katanya.

Kejaksaan Tinggi Sultra, Kamis (23/10) kemarin menahan tersangka kasus dugaan korupsi SPDD fiktif di DPRD Wakatobi, AA.

Menurut Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sultra, Ramel, SH MH selama menjalani pemeriksaan tersangka AA kooperatif.

"AA ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi SPPD fiktif di DPRD Wakatobi sejak Maret 2014, namun baru ditahan karena dalam pemeriksaan tersangka selalu kooperatif," katanya.

Ia mengatakan, penyidik masih terus mengembangkan penyidikan kasus itu, untuk kemungkinan ditemukan ada tersangka lain.

Sebanyak 20 anggota DPRD Wakatobi mengambil uang perjalanan dinas dari Sekretaris DPRD atas perintah Ketua DPRD, DM.

Padahal para anggota DPRD tersebut tidak pernah melakukan perjalanan dinas.

Sebanyak 19 mantan anggota DPRD Wakatobi periode 2004-2009 yang juga ikut menikmati uang dari SPPD fiktif tersebut, saat ini masih berstatus sebagai saksi.

Pewarta : Agus
Editor :
Copyright © ANTARA 2024